(Sedang dalam Proses Penerbitan dan sebagian part sudah dihapus).
Pemenang Wattys2019 kategori Romansa.
Sinopsis
Aarunya Hira Mahawira selalu merasa hidupnya sempurna. Ia dikelilingi cinta yang melimpah tanpa batas. Tertanam jelas di kepala bahwa ia...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ini salah satu expart Pendar di buku ya, yuk pesen yg blom😊
__ = __ =___
Oh... iya, selamat memasuki 10 part terakhir gaes 😀😀😀
"Ka-kamu gila!"
'Ck... memang, aku tergila-gila padamu.'
"Berhenti bicara omong kosong, Bayanaka!" Aku memekik frustrasi, luapan emosi di dada membuatku tidak bisa berbicara tenang lagi.
'Apa maksudmu dengan omong kosong?' Suara Bayanaka terdengar dingin, berbeda jauh dengan nada yang ia gunakan sebelumnya. 'Katakan, apa yang kamu maksud dengan omong kosong, Hira?' Bayanaka berucap dengan geraman rendah, mengubah kemarahan dalam diriku menjadi kerisauan.
'Tidak ada satu kata pun dalam kalimatku yang merupakan omong kosong, Hira. Dan jika kamu tidak percaya, maka aku dengan sangat tidak keberatan untuk mendatangi kakekmu, menyampaikan lamaranku sebagai bukti.'
Aku tidak segera menjawab, yang kulakukan hanya bersegera menuju ranjang, duduk di ujungnya karena tahu bahwa kakiku yang mulai gemetar tidak akan mampu menopang tubuhku terlalu lama.
'Bagaimana? Kamu tinggal mengatakan 'buktikan' maka aku akan melakukannya.'
"Naka... aku...."
'Aku mengerti jika kamu terkejut dan tidak siap tentang semua ini. Tapi aku lelaki yang sedang berjuang untuk mendapatkan wanitaku. Aku menerima pengabaianmu selama ini, tapi tidak dengan tuduhan bahwa apa yang kurasakan dan kuimpikan tentang kita hanyalah sebuah omong kosong.' Ucapan Bayanaka membuatku memejamkan mata. Rasa bersalah perlahan menyusup dalam hatiku mendengar kesungguhannya.
'Dengar, Hira, aku tahu bahwa semua ini terlalu cepat, tapi aku bukan lelaki yang mudah mengumbar kata cinta dan membiarkan sebuah tantangan tidak tertakhlukan. Aku mengakui mencintaimu pada Tante Amira, karena aku benar-benar merasakannya. Dan ketika kamu menganggap semua keinginanku untuk memiliki sebuah omong kosong, bagiku itu adalah tantangan, tantangan yang harus kutakhlukan dengan sebuah pembuktian. Jadi katakan padaku... apa kamu sudah siap menerima bukti dari semua perasaanku?'
Aku menelan ludah, mempererat genggamn di ponselku. Tidak pernah menyangka bahwa aku akan sampai di titik ini. Bayanaka berhasil menekanku sedemikian rupa, ada aku merasa tak memiliki celah untuk keluar dari segalanya.
'Hira....'
"Belum... aku belum siap."
Helaan napas Bayankaa terdengar begitu berat. 'Sudah kuduga.'
"Aku mungkin tidak akan pernah siap, Naka," rasanya sedikit melegakan ketika berhasil mengungkapkan ini pada Bayanaka.
'Sayangnya meski tidak akan pernah siap, kamu tidak bisa menghentikanku untuk berusaha memilikimu, Hira.'