32. ENMITY (🎵)

9.9K 2.1K 364
                                    

MONSTER

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

MONSTER






























"Janinku tidak berkembang lagi?" tanyaku meyakinkan.




Wanita di hadapanku mengangguk.

Aku menyandarkan tubuhku.




Bagaimana bisa ini terjadi.




Semalam aku terbangun karena rasa sakit yang luar biasa pada perut bagian bawahku, dan lagi-lagi sesuatu keluar dari areaku, namun lebih banyak.

Tepatnya seperti darah, tapi berbeda dengan sebelumnya yang berbentuk flek saat aku kembali ke apartemen.

Aku bicara pada Renjun, dia tidak bereaksi apapun. Tapi kemudian dia meminta ponselnya kembali. Setelah bertelepon dengan seseorang, entah apa yang diperintahkannya hingga aku bisa berada pada nomor antrian pertama di daftar tunggu rumah sakit saat paginya.

"Kau harus merelakannya." mata kami bertemu, wanita itu tersenyum. "Jangan lupa untuk meminum obatnya dengan rutin. Kemudian pulihkan kesehatanmu dan jadwalkan lagi kehamilan selanjutnya." ujar wanita di hadapanku seraya mengusap punggung tanganku.

Sudah cukup.





Aku tidak ingin punya anak sampai kapanpun.





Aku keluar mendapati Kun yīshēng yang sedang memainkan kunci mobil dan Renjun yang langsung menatap ke arahku.

"What happen?"




+




Sepanjang perjalanan, mataku lekat memandangi pepohonan yang disusun rapi setiap meternya. Kutumpu separuh bagian kepalaku pada jendela.

Bahkan sekuat apapun aku bertahan, dia tetap tidak akan hadir di dunia ini.

Aku mengusap perutku yang memang bisa dikatakan rata.




Tapi aku tetap merasa seperti ada yang hilang.




Untuk kesekian kalinya, aku mengusap ujung-ujung mataku.

Aku tidak bisa menjaganya dengan benar. Aku tidak bisa membuatnya bertahan lebih lama lagi.

Kupikir seharusnya Renjun merasa senang sekarang, apa yang dia inginkan akhirnya terjadi.

"Ini demi kau dan aku, lenyapkan anak itu."

Kalimatnya berkelebat di kepalaku. Aku meliriknya yang duduk disampingku.

Laki-laki ini, orang yang selalu mencoba membunuhku tapi tidak membiarkanku mati. Bagaimana bisa dia terlihat baik-baik saja sementara aku tidak.




Kami sampai di gedung apartemen yang terlihat asing bagiku, setelah menuju basement kami keluar dan menaiki lift.

Mungkin Kun yīshēng sudah membicarakan ini pada Renjun. Karena kalau belum, aku pasti sudah mendengar protesnya dengan berteriak seolah-olah hanya dia yang mempunyai telinga.




Lantai 10, kami sampai didepan pintu dan masuk.




Pikiranku entah menerawang apa, melayang.

"Aku hanya ada dua kamar disini. Kamarku ada disana, panggil kalau kau butuh sesuatu." jelas Kun yīshēng.

"A-ahㅡokay." aku sedikit terperanjat.

"Untuk apa memanggilmu!? Dia akan selalu aman denganku." sahut Renjun ketus dan segera menarikku.

Setelah kami masuk, aku duduk di tepi ranjang. Bisa kudengar pintu tertutup pelan.



Ini sudah direncanakan.

Kami akan tinggal bersama Kun yīshēng di apartemennya di daerah Sinsa. Sebagai bagian dari terapi yang akan dijalani Renjun.

Disini sepertinya lebih aman, tidak akan ada borgol atau suntikan.

Aku berharap ini tidak berlangsung lama. Cukup merepotkan mengingat Kun yīshēng bukan benar-benar kakak sedarah Renjun disini.




"Hei!"

Aku menoleh.

"Apa yang terjadi?"

Mentalku menjadi sangat lemah. Alih-alih menjawab pertanyaan Renjun, aku berbaring dan menangkupkan dua tanganku menutupi wajah.

"Bicara yang benar." tegasnya, bisa kurasakan seseorang duduk didekatku.

Aku berguling dan memilih menatap arah lain dengan memunggunginya.

Kesekian kalinya lagi, aku mengusap ujung-ujung mataku.




"Tidak ada."




"Kalau kau tidak bicara, aku tidak akan pernah tahu."

"Kubilang tidak ada!"

"Jangan memulai ini, sial."

Aku mengusap ujung-ujung mataku lagi saat tangisanku hampir memecah.

"Terserah saja." ucapnya kemudian bangkit.

"Kau memang tidak akan pernah peduli. Bersenang-senanglah, apa yang kau inginkan sudah terjadi!"

"Apa maksudmu!?"

Aku bangkit terduduk.

"Kau berhasil membunuh temanmu, kemudian anakku. Sekarang bunuh aku!" pekikku.

Matanya membelalak namun tatapannya begitu tajam.

"What do you mean!?"

"Percuma saja." aku menutup wajahku. "Kau selalu membunuhku meskipun aku tetap tidak mati." tangisanku memecah.

Kenapa hidupku seperti ini.

Kenapa hidupku begitu sia-sia.




"A-AKHㅡ"




Aku meringis seraya memegangi tangan Renjun yang menarik rambutku dalam sekali tarikan, berharap cengkramannya bisa lepas.

"Seharusnya kau senang. Aku tidak perlu mengeluarkan tenagaku untuk melenyapkannya."



See?



Renjun, aku membencimu.









































episode 32

episode 32

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
MONSTER: ApocryphalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang