Sebesar apapun kesalahan teman kalian, Jika pertemanan itu terjalin sejak kecil. Maka akan susah untuk membenci mereka.
-Narangga R Davidson-
Sudah berapa kali Boy berdecak sambil sesekali menatap Sahabat sedari kecilnya itu yang sudah Lima hari ini mendiaminya karena masalah beberapa hari kemarin.
Sudah empat hari ini ia sering bolak balik kerumah sahabatnya itu. Dari pagi pulang siang dan malamnya kesini Lagi. Tapi sahabatnya itu hanya acuh denganya. Dan menampilkan wajah datar yang sangat dibencinya. Ia menyesal karena membangkang dari Ucapan Sahabatnya itu.
"Ngga!"
Tuh kan!! Dia hanya diam dan berlalu kedalam kamar. Dengan segera Boy mengikutinya tapi saat sudah didalam kamar bernuansa Abu Abu dan putih itu. Badanya terdorong keras kebelakang hingga keluar dari Kamar.
"UDAH GUE BILANG! JANGAN GANGGU GUE. KALO LO NGGAK MAU JADI SASARAN GUE ANJING."
Tubuh Boy tersentak mendengar teriakan penuh Amarah yang menggelegar di rumah luas itu. Selama ia mengenal Pemuda itu, baru dua kali ia melihat sisi menakutkanya setelah saat Mereka SMP terjadinya suatu masalah membuat Mereka saling tidak Akur. Dan sekarang!! Wajah itu muncul Lagi.
Tapi Boy tidak menyerah. Jika masalah ini tidak diselesaikan segera maka hubungan mereka akan meregang. Dan sekali lagi ia menyalahkan kecerobohanya.
Segera Boy menahan lengan Angga yang Akan menutup pintu. Tanganya disentak dengan kuat Dengan sedikit keberanian dia menatap Mata elang yang memancarkan kemarahan itu.
"Gue minta maaf. Gue tau gue ceroboh kali ini. Gue-."
"Pergi."
"Ngga!!"
"Gue bilang PERGI."
Boy menatap Angga tajam. Emosinya saat ini perlahan tersulut namun untung saja Kewarasanya masih mengingatkan kalau Sosok didepanya ini adalah Sahabat dari kecilnya.
Dan dia sadar. Dia salah.
"Gue nggak akan pergi. Sebelum lo maafin gue." Ucap Boy.
"Cuman Lo sahabat gue yang paling ngertiin gue. Nggak Putra nggak Arkan maupun Gaga dan Didi. Lo berbeda Njing!! Cuma Lo yang kenal gue dari titik terlemah gue. Jangan kayak gini. Gue nggak mau kita dieman kayak gini njing!."
Tapi Angga tak merubah raut wajahnya. Jujur perkataan Boy sedikit menyentil hatinya. Namun emosi yang menuntunya. Ia bisa apa?
"Gue mau Lo pergi."
"ANGGAAAAAA." Teriak Boy saat Pintu kamar Angga tertutup dengan keras hingga berdebum didepan wajahnya. Tangan besar Dan putih Boy memerah akibat saking kerasnya memukuli pintu itu.
Untung saja dirumah hanya ada mereka. Sedangkan para orang rumah sedang keluar ke Bandung untuk beberapa hari. Angga tidak ikut karena takut ketinggalan pelajaran. Mereka beberapa bulan kedepan akan melakukan Ujian Nasional.
Lama kelamaan Boy menyeluruh kelelahan jatuh kelantai bersender dipintu kamar Angga. Jika seperti ini, ia merasa kehilangan separuh hidupnya. Pengaruh seorang Angga sangatlah besar bagi kehidupanya. Saat ada masalah sosok itu yang selalu menjadi pelindunganya, saat Dia Lemah sosok itu yang selalu menopangnya. Saat ia melakukan kesalahan sosok itu yang menegur dan menuntunnya. Bahkan saat ia bertengkar dengan Mama dan Papanya. Angga lah yang memarahinya dan membuatnya tunduk lagi dihadapan Orang tuanya.
Kenangan kenangan muncul dipermukaan. Kenangan dimana saat ia dan Angga belajar bermain sepeda. Dimana Angga yang jatuh tidak bisa mengayuh sepeda, ia lah yang menuntunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Help Me a Change (SELESAI)
Fiksi RemajaThe Wattys Awards 2019 PROSES EDITING (Squel The Past) . Jika kau melihat orang dari luarnya saja, kau tak akan tau apa cerita yang disembunyikan orang itu sebenarnya. Semua manusia tidak ada yang sempurna. Lihatlah aku! Betapa kotor dan buruknya a...