33

98 12 2
                                    

Part terpanjang nih, makanya baca geh:v

***

Hari itu Satria berjanji akan menraktir para bojong sekelas karena beberapa hari sebelumnya, tepat ditanggal 16 januari 2019 Satria berulang tahun untuk yang ke tujuh belas. Bersamaan dengan Satria, Ammir dan Tasya pun berulang tahun dihari dan tahun yang sama pula.

"Mana janji lo? Katanya mau nraktir sekelas?" Tanya Ayu dengan wajah yang agak nyolot.

"Iya sih, sabar. Istirahat lho!" Dan dibalas nyolot juga.

"Bener ya?" Tanya Ayu memastikan.

"Iya-iya, takut amat nggak makan anak ini nih." Ujar Satria.

"Beli apa tapi?" Perlahan demi perlahan pertanyaan Ayu mulai melunak.

"Ya maunya apa geh?" Satria bertanya balik.

"Apa Ra, apa?" Ayu kemudian bertanya Ara. Di kelas XI IPA 1 memang mempunyai 2 murid yang kalau masalah makanan tidak pernah ketinggalan, dan itu baru murid perempuannya saja. Mereka ialah Ara, si perut karet dan Malika.

Kenapa Ara disebut perut karet? Karena tubuh dia kecil dan ramping, meski ia selalu makan. Bahkan porsinya lebih dari manusia pada umumnya. Yaa, bisa dibilang porsi kuli-lah.

"Ayam ndower apa ya?" Saran Ara.

"Janganlah bosen, gua lagi pengen nyonyor lho." Ucap Satria.

"Yaudah kita ngikut yang nraktir ajalah." Ujar Ara.

Pesanan pun sampai dalam kurun waktu setengah jam-an. Tepat pada saat Ara n the genk's mengabil pesanan, Maam Nina pun memasuki kelas untuk melanjutkan pelajaran.

"Maam, maam!" Semua bojong yang ada di luar kelas pun berlomba-lomba untuk masuk kelas secepatnya. Sebelum Maam Nina hadir.

Pelajaran dimulai seperti cara Maam Nina biasanya, dengan membaca basmallah. Baru melanjutkan Conditional Type 2.

Saat Maam Nina menoleh ke papan tulis, sebagaimana naluri murid yang cukup mempunyai rasa takut kepada guru killer-nya. Ketika itulah Maam Nina kembali menoleh ke arah para bojong.

"Ini papan tulisnya kenapa?" Tanya Maam Nina yang melihat papan tulis di hadapannya sangat kotor karena pergantian warna spidol.

"Gara-gara ganti spidol Maam." Jawab Satria.

"Oh... hapus!" Titah Maam Nina yang langsung berjalan ke meja guru dan duduk.

"Bang, kamu Bang belom piket." Ujar Tasya.

Kebetulan dihari itu yang piket salah tiganya adalah Tasya, Satria, dan Bambang.

"Huhhhhh..." sorak sekelas kepada Bambang. Yang disoraki hanya cengar-cengir tak berdosa.

Sudah dicoba dengan penghapus papan tulis, namun bukannya bersih justru tambah kotor. Alhasil pemikiran seorang Bambang Irawan pun terpakai. Cowok itu mengambil pel-pelan di belakang kelas lantas mengepel papan tulis itu. Dan berhasil.

Satria yang memang orangnya jika ada sesuatu yang aneh pun akan merasa itu hal keren pasti ia akan bertepuk tangan untuk itu. Membuat seorang Bambang Irawan membungkukkan diri sebagai cara berterima kasih.

"Uweee..." dengan di pandu Satria sekelas pun bertepuk tangan. Membuat sikap songong Bambang hampir membeludak.

"Nggak nyangka ya, otak Bambang ternyata encer. Jadi selama ini ketutupan sama kelakuannya?" Ujar Satria dengan senyum bangga kepada CS-nya satu itu.

Mendengar itu Maam Nina dan sekelas pun tergelak. Sementara Bambang hanya menyoroti Satria sinis.

Hingga tibalah diistirahat kedua, sebagian bojong pada ke musholla untuk solat. Dan sisanya di kelas untuk makan Nyonyor mereka.

Our Stories [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang