Duh, lupa deh ini kapan. Yang pasti author lupa mindahin ini ke WP makanya baru publish sekarang wkwk. Maap yak!
Sebelumnya seperti biasa, untuk menghargai penulis adalah dengan Vote dan memberi saran kritik pada tulisannya. Buat yang barusan ngevote makasih, saya merasa dihargai😊
***
Kalau nggak salah ini terjadi waktu kita semua pada kelas 11. Dimana Bu Lina yang sedang mengandung itu baru saja masuk disaat para muridnya sudah ke kantin. Refleks suara pemberitahuan menggelegarkan murid IPA 1 yang masih memesan makanan. Mereka mendadak berlari terbirit-birit sebelum guru Bahasa Daerah itu sampai ke kelas. Beberapa dari mereka sudah mendapatkan pesanannya, sementara yang lain meninggalkannya di kantin--menitipkannya pada pemilik kantin.
Mungkin karena bawaan bayi Bu Lina jadi nggak suka sama Bambang. Dedek bahkan!
Merupakan salah satu alasan Bu Lina jadi suka emosian di kelas IPA 1, selain belum waktunya istirahat tapi Vaily udah pada ke kantin. Padahal masih ada jam pelajaran Bu Lina.
"Kok pada ke kantin? Emang udah istirahat?" Dengan logat daerah kami, ucapan Bu Lina lebih terdengar tegas dan penuh emosi.
"Nggak kok Bu, cuma lihat-lihat makanan aja." Jawab Ayu.
"Lihat-lihat makanan kok kecium baunya?" Sindir Bu Lina membuat Dini yang merasa hanya bisa senyam-senyum seolah tidak tau apa-apa.
"Hayo, siapa itu yang bawa makanan?" Bambang memulai aksi. Rupanya tidak hanya Dini, mereka yang juga merasa makin memamerkan senyum naif.
Karena Vaily suka nggak tau diri jadilah Bu Lina mengalihkan topik. Ntah sudah dimaafkan atau tidak, kita kan pada nggak ada yang ngaku juga.
"Kita bahas etnis Lampung ya, Ibu dikte kalian nyatet!" Titah Bu Lina akhirnya.
"Baru masuk, Bu!" Bambang, Satria, Ayu, dan Dini mewakilkan protes murid sekelas.
Yang benar saja? Ini hari pertama mereka masuk sekolah setelah libur semester dan guru di depan sudah memberi perintah untuk mencatat saja!
Bu Lina tampak geram. "Kaliam berminggu-minggu nggak masuk, sekalinya masuk disuruh nulis protes?"
"Iya-iya, Bu!" Ucap Satria mengakhiri perdebatan.
Mengalah, kami pun segera mengeluarkan buku dan alat tulis untuk mencatat apa yang diucapkan Bu Lina di depan.
"Etnis Lampung adalah..."
"Apa, Bu?" Satria bertanya. Berniat mengejek karena sumpah ya dia ngomong apa author pun nggak denger jelas. Geremeng gitu, mungkin akibat sedang menahan emosi.
"ETNIS LAMPUNG YAITU..." Bu Lina yang makin emosi mengulang ucapannya menjadi lebih tegas.
Ayu yang mendengar kalimat awal protes. "Lho, tadi adalah Bu?"
"Iya. Baseng lah! Adalah, yaitu, sama aja!" Ujar Bu Lina. (Baseng/basing = terserah)
"Merupakan, Bu?" Bambang malah menawar kata.
"Nah, kan? Apalagi itu, belum makan pula!"
"MERUPAKAN BU, BUKAN BELUM MAKAN!!!" Sorak sekelas diiringi gelak tawa.
"Jadi sebenernya, kita apa Ibu yang laper?" Sindir Satria membuat tawa sekelas semakin keras.
"Kayaknya kita semua yang laper," ucap Dini sambil meratapi mie ayam di lokernya.
"Nah, mending kita ke kantin bareng-bareng aja Bu!" Usul Bambang merasa idenya sungguh cemerlang.
Bu Lina tertawa karena pendengarannya salah, tapi tetap saja gengsi dan melanjutkan materi. "Sudah, sudah, lanjutkan lagi!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Stories [COMPLETED]
No FicciónDemi kebaikan bersama, maka beberapa nama pemeran disamarkan. Cerita ini mengandung unsur kegabutan yang haqiqi, di mohon bagi gabut pemula jangan menjudge ceritanya karena sudah saya katakan cerita ini mengandung KEHUMORAN yang GABUT. Jangan lupa t...