Kalo ada penulisan kata yang salah, tolong dibenerin ya..
***
"Memangnya kau punya masalah apa dengan mereka?" Tanya Della yang menatap gadis yang tadi dibully.
Sedangkan gadis itu hanya menggelengkan kepalanya. "Trimakasih kalian sudah menolongku." Ucapnya seraya menyunggingkan senyum di bibirnya.
Keempat gadis yang melihat senyum dari gadis itu hanya bisa membalas senyum itu. Karna mereka tahu, bahwa gadis itu tidak ingin bercerita apa masalahnya kepada mereka. "Baiklah, jika kau tidak ingin menceritakan apa masalah mu kepada kami. Tapi jaga dirimu dengan baik." Ujar Lea yang slalu menampilkan senyum manis di bibirnya.
"Kemana perginya Kania?" Tanya Nindy sembari menatap sekeliling kelasnya itu.
"Dia tadi pamit denganku, mencari keberadaan Lunna." Sahut santai Alyana seraya duduk di bangkunya yang berada didepan gadis yang menjadi target bully tadi.
"Kau tidak menemaninya?" Cetus Della yang menatap insten Alyana dari samping. Dan itu membuat sang empu melirik sebentar Della yang masih menatapnya, lalu tanganya bergerak membuka buku paket yang berada di hadapannya.
"Bukannya aku tidak mau menemaninya, tapi dia sendiri yang tidak ingin aku temani." Baru saja Alyana menyelesaikan perkataannya, pundak kanannya langsung dipukul keras oleh Lea. Dan itu membuat Alyana berteriak, lalu menatap tajam kearah Lea. Sedangkan gadis itu hanya memajukan dagunya, Lea tidak takut dengan tatapan dari Alyana.
"Apa kau lupa bahwa Kania itu tidak pernah pergi sendiri? Tapi kenapa kau malah membiarkan dia pergi sendiri?"
"Kenapa kau jadi marah denganku? Salahkan saja dia yang tidak mau aku temani." Alyana sangat malas berdebat dengan Lea saat ini. Lebih baik dirinya keluar saja dari kelas.
"Ya, aku belum selesai bicara denganmu."
"Tutup mulutmu Lea, kau membuat diriku bertambah pusing." Bukan Alyana yang menyahuti perkataan dari Lea. Dellalah yang mengucapkan kalimat itu, sehingga membuat Lea duduk dengan kesal di bangkunya yang berada disamping kanan bangku Alyana.
Sedangkan gadis yang bernama Kania kini tengah berjalan dilorong kelas unggulan, padahal niatnya tadi itu ingin mencari keberadaan Lunna. Tapi entah kenapa kakinya malah berjalan ketempat yang selama ini dirinya hindari. Dan sejak tadi Kania hanya menundukkan kepalanya dan dirinya menjadi bingung dimana jalan kembali ke kelasnya, karna semua mata tertuju pada dirinya. Jika berada dilorong kelas beasiswa, ia akan berani menatap kembali tatapan mereka. Tapi sayangnya, sekarang ini dirinya berada dilorong kelas unggulan. Kania juga tidak berani mengangkat kepalanya, karna ia tahu, bahwa dirinya itu hanyalah debu dimata murid-murid berkasta tinggi itu.
Kania menghetikan langkah kakinya saat melihat sepasang sepatu yang berada dihadapan sepatu miliknya. Dirinya ingin sekali melihat siapa pemilik sepatu itu, tapi Kania tidak memiliki keberanian untuk itu. "Hey gadis manis? Kenapa kau selalu menundukan kepalanmu?"
Suara itu, suara yang begitu Kania kenal. Tanpa mengikuti egonya yang selalu menyuruhnya untuk tidak mendongakan kepalanya, ia malah mengangkat kepalanya untuk melihat sosok pemuda yang kini tengah menatapnya dengan wajah dingin yang tidak Kania sukai. Dan seketika itu juga ia langsung menundukkan kepalanya kembali. Ia tidak ingin terjebak didalam kandang singa yang mengerikan ini.
Belum juga ada lima langkah, Kania menghentikan kakinya untuk melangkah. Karna mendengar nama lengkapnya yang dipanggil oleh pemuda itu. Ia tahu maksud dari pemuda itu. Dirinya tidak akan membalikan tubuhnya untuk menghampiri pemuda itu. "Kau tidak membalikan tubuhmu?" Kania tidak menyahuti apa yang dikatakan pemuda itu, sehingga tangan pemuda itu menepuk pundak kanannya. Membuat dirinya terkejut dan dengan refleks Kania langsung membalikkan tubuhnya. Dan manik mahoni gadis itu terkunci dengan mata elang milik pemuda itu.
Kedua orang itu merasakan perasaan yang telah lama hilang, kini muncul kembali. Perasaan yang begitu sangat menyakitkan bagi Kania, sehingga dirinya langsung memutuskan kontak mata itu dengan menundukkan kepalanya kembali. Dan memutar tumitnya, untuk berjalan menjauh dari pemuda itu.
Sedangkan sang pemuda yang bernama Gandhi, hanya menatap punggung mungil yang menghilang dibelokan lorong kelas unggulan, seraya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Pemuda itu sebenarnya ingin sekali memegang tangan, dan memeluk tubuh mungil gadis itu. Tapi sayang itu hanyalah sebuah harapan yang tak kunjung datang.
Sampainya Kania didepan kelasnya, ia tak sengaja melihat Alyana yang tengah duduk sendiri dibangku panjang yang tersedia dilorong dekat kelasnya. "Kenapa kau diluar?" Tanya Kania yang sudah duduk disamping Alyana, dan menampilkan senyum di bibirnya.
"Menunggu mu." Sahut Ayunda yang menatap Kania malas, dan itu malah membuat Kania mengembangkan senyumannya melihat Alyana yang malas melihat kearahnya.
Dari arah lain, gadis yang memiliki wajah polos itu berjalan mendekat kearah kedua gadis itu, dengan wajah yang datar. "Kalian disini?" Tanya Lunna seraya duduk disamping Alyana. Dan kedua gadis itu langsung menoleh kesumber suara yang berasal dari Lunna.
"Kau baik-baik saja?" Tanya Kania dengan raut wajah yang khawatir, seraya pindah posisi duduknya menjadi disamping Lunna.
"Dia membuat hatiku berdetak dua kali lebih kencang." Sahut Lunna yang masih mengingat kejadian tadi didalam gudang sekolah.
"Apa maksudmu?" Alyana sungguh tidak mengerti apa yang dikatakan oleh Lunna.
"Lupakan saja." Ujar Lunna sebelum berjalan masuk kekelas. Sedangkan Alyana dan Kania hanya saling pandang satu sama lain, lalu menyusul Lunna yang telah masuk kedalam kelas.
Saat didalam kelas ketiga gadis itu lagsung berjalan menuju bangku mereka masing-masing. Lunna disamping Della sebelah kiri, Kania dibelakang Lunna, dan Alyana dibelakang Della. Sedangkan Nindy duduk didepan Lea. "Syukurlah, kalian berdua baik-baik saja." Ucap Della yang melihat kearah Kania dan Lunna, membuat Alyana menipiskan bibirnya.
"Ya, kenapa kau senang sekali memukul ku?" Semua mata langsung menatap kearah Alyana, yang kini tengah ingin memukul Lea. Dan semua punggung disana hanya tersenyum melihat kedua orang itu yang sering sekali berdebat.
Lunna, Kania, Della, dan Nindy berdiri dari duduk mereka untuk melihat kedua temannya itu. Mereka semua tertawa. Ternyata kebahagiaan tidak selalu hidup dengan kemewahan. Melihat mereka tertawa saja, itu sudah membuat hati mereka bahagia. Walaupun kebahagian itu hanya sesaat.
Sampai semua pasang mata langsung menatap kearah pintu kelas yang terbuka, karna guru yang mengajar kelas itu kini telah masuk kedalam kelas. Sehingga semua murid langsung duduk dengan rapi dibangku masing-masing.
Della yang menjadi ketua kelas langsung memimpin teman sekelasnya untuk berdoa, sebelum menerima pelajaran dari guru didepan itu. Setelah selesai berdoa, guru itu langsung menyuruh semua punggung dikelas itu untuk membuka buku mereka, dan guru itu langsung menjelaskan materi sejarah itu.
"Bukannya materi itu sudah dijelaskan minggu lalu." Bisik Alyana kepada Della yang langsung merespon perkataan dari Alyana dengan menganggukan kepalanya. "Kenapa dia menjelaskannya kembali?" Della hanya menggelengkan kepalanya, karna dirinya juga tidak tahu kenapa guru itu menjelaskan materi yang telah dijelaskan minggu lalu.
-About Us-
Lanjut gak ni?😪
KAMU SEDANG MEMBACA
About Us
Teen FictionCOMPLETED Hidup bersama sendari kecil didalam panti. Mereka tidak tahu dari mana asal mereka. Tidak ada satupun juga yang ingin mengadopsi keenam gadis itu, sampai pengurus panti menghembuskan napas terakhirnya pun mereka masih menepati panti itu. S...