Kalo ada penulisan kata yang salah, tolong dibenerin ya..
***
Gadis bersurai panjang itu baru saja keluar dari toilet dan berjalan untuk kembali lagi ke kelasnya, tapi saat dilorong kelas langkahnya langsung berhenti saat pemuda yang lebih tinggi darinya menghadang jalannya dengan kedua tangan yang dimasukan kedalam saku celana itu.
Saat gadis itu menggeser posisinya untuk tidak berada didepan pemuda itu lagi, tapi pemuda itu malah ikut menggeserkan posisinya agar tetap menghalangi jalan gadis itu. Sehingga gadis itu langsung menghela napas kasar menatap tidak suka pemuda itu. "Minggirlah, aku tidak ingin berurusan denganmu."
"Tapi aku ingin berurusan denganmu." Pemuda itu melipat kedua tangannya didepan dada seraya menatap gadis di hadapannya yang menaikan sebelah alisnya. "Lebih tepatnya hatimu."
Gadis itu tertawa hambar karna perkataan pemuda bernama Arkan itu. "Kau ingin berurusan dengan hatiku?" Arkan memutar bola matanya malas saat gadis di depannya itu meremehkan apa yang baru saja di katakannya.
"Kau akan menyesal, jika aku menunjukan buktinya." Seketika itu Arkan langsung mencium sebentar pipi kanan milik gadis yang langsung mematung karna kelakuan Arkan kepadanya. Sedangkan pemuda itu tersenyum menang melihat gadis itu tidak bergerak sama sekali. Lalu pergi meninggalkan gadis itu sendiri.
Dan saat gadis itu tersadar dari lamunannya, dirinya membalikan tubuhnya cepat melihat punggung Arkan yang tidak jauh darinya. "Ya, kau." Suara dari gadis itu menggelegar dilorong itu, sehingga para murid yang lalang langsung melihat kearahnya, apalagi murid dari kelas unggulan langsung memberikan tatapan tidak suka.
"Woahh, seorang Dellania Lailatulrunna dicium oleh putra dari kalangan atas." Kagum gadis yang sejak dari tadi menonton drama yang diperankan oleh temannya itu. Dan Della hanya melihat gadis di sampingnya itu dengan malas lalu membalikkan tubuhnya untuk pergi kekelas saja.
Sedangkan gadis itu melihat punggung Della sebentar sebelum melanjutkan langkahnya. "Kenapa aku jadi teringat dengan perkataan dari kakak pemuda yang mencium Della tadi. Jika benar apa yang dikatakan laki-laki itu, bahwa aku ini adiknya. Berarti aku dengan Arkan... Bersaudara? Ahh, itu tidak mungkin. Bisa jadi laki-laki itu hanya membuat lelucon saja, agar aku tertawa." Guman gadis itu pelan seraya berjalan lurus tanpa tahu arah.
Sampai didekat lapangan basket, gadis itu melihat kearah kursi penonton yang mendapati tiga gadis yang tak lain adalah temannya sendiri. Saat ingin melangkahkan kakinya untuk menghampiri ketiga gadis itu, tapi lengan kanannya langsung dicengkram kuat oleh tangan kekar milik pemuda yang langsung menunjukkan deretan gigi putihnya itu. Membuat Lea menatap sebal pemuda itu yang langsung menarik dirinya ketengah lapangan, dan itu langsung menarik perhatian para murid. Seorang Leon menarik murid dari kalangan kelas beasiswa, itu tandanya pasti murid beasiswa itu akan mendapatkan pembullyan dari pemuda itu.
"Ya, lepaskan tanganmu dari lenganku." Pemuda itu menulikan telinganya. Dan mencengkram lebih kuat lengan Lea yang mungil di tangannya itu, saat gadis itu meronta agar lengannya terlepas dari cengkraman pemuda itu. Tapi semua itu sia-sia, karna Lea telah dibawa ketengah lapangan. Membuat Gandhi dan Aldyan langsung menatap dengan kening yang sedikit mengerut, karna temannya itu menarik Lea ketengah lapangan.
Sedangkan ketiga gadis yang juga melihat itu langsung berdiri dan berjalan menuruni anak tangga untuk berjalan menghampiri gadis yang kini hanya menundukan kepalanya saja, karna gadis itu sekarang tengah dikelilingi para murid yang akan menyaksikan dirinya yang sebentar lagi dibully.
Mereka semua tidak perduli dengan gadis yang berada dihadapan pemuda itu, apalagi para murid dari kelas unggulan, terutama para kaum hawa. Sedangkan murid dari kalangan kelas beasiswa, bukannya tidak perduli dengan Lea, tapi apalah daya mereka yang tidak bisa apa-apa. Mereka hanya menyaksikan dari jauh dan menatap khawatir gadis itu.
Berbeda dengan ketiga gadis yang kini langsung berjalan sedikit berlari menghampiri temannya itu, tapi sayangnya kedua teman pemuda itu langsung menghalangi ketiga gadis itu dengan senyum manis mereka berdua. Sehingga membuat ketiga gadis itu geram bercampur kesal, ingin rasanya ketiga gadis itu memukul wajah kedua pemuda yang sok tampan itu. "Ya, kalian berdua minggirlah." Ucap Alyana yang sedikit meninggi.
Sedangkan kedua pemuda itu hanya saling tatap sebentar seraya tersenyum manis, tapi bagi ketiga gadis itu senyum manis dari mereka itu adalah malapetaka untuk mereka.
Tanpa banyak bicara lagi seorang Aldyan langsung menarik lengan Alyana untuk ikut bersamanya, dan itu membuat Alyana meneriaki sosok Aldyan dengan kalimat yang keluar dari mulut gadis itu. Membuat Aldyan menarik kedua ujung bibirnya, sampai membentuk lengkungan yang sempurna. Padahal kalimat yang keluar dari gadis itu, berupa cacian, ejekan dan masih banyak lagi Alyana memaki pemuda itu.
Gandhi yang masih berdiri didepan kedua gadis itu hanya menatap kedua gadis itu bergantian tanpa senyum di bibirnya. Lalu mata elangnya melirik sebentar kebelakang kedua gadis itu, menangkap sosok pemuda yang tadi dirinya meminta ijin untuk mendekati adiknya itu. "Aku akan mengajaknya, dan kau tunggulah pangeranmu yang sebentar lagi akan datang menghampiri mu." Setelah mengucapkan itu, Gandhi langsung menarik pergelangan tangan gadis yang kerap dipanggil Kania itu, membuat sang empu hanya melongo karna kelakuan dari Gandhi.
Dan Lunna, gadis itu juga tidak percaya apa yang dilakukan Gandhi terhadap temannya itu. Sehingga tangan kekar milik pemuda itu dengan cepat langsung merangkul pundak Lunna sembari menuntun gadis itu untuk berjalan beriringan dengannya. "Aku tidak akan menyeretmu seperti mereka. Karna aku tahu bagaimana sakitnya saat diseret seperti itu." Ujarnya setenang-tenangnya. Yang membuat gadis itu tidak bisa mengeluarkan suara dari mulutnya. Tenggorokannya mendadak kering, dan sulit sekali untuk mengeluarkan sepatah katapun.
Saat Nindy ingin berjalan kearah lapangan, dirinya di buatnya melongo karna melihat Alyana yang diseret Aldyan. Kania berjalan dengan Gandhi yang sedikit memaksa gadis itu untuk mengikuti pemuda itu. Dan yang terakhir, Lunna, gadis itu berada dirangkulan pemuda yang kerap dirinya panggil Arsya itu. Ketiga pasangan itu melewatinya begitu saja. Nindy melihat punggung ketiga pasangan itu sebentar, lalu berjalan cepat kearah lapangan. Karna dirinya melihat Lea yang masih saja menundukkan kepalanya itu. Apapun yang terjadi dirinya harus menolong temannya itu.
"Kenapa kau tidak menatapku? Apa ketampanan ku ini sungguh tidak berarti untukmu?" Ingin rasanya Lea menyumpali mulut itu dengan kaos kaki milik satpam sekolah ini. Bisa-bisanya pemuda itu bicara seperti itu. "Jika kau tidak menatapku, aku akan melakukan..."
Belum sempat pemuda itu melanjutkan perkataannya, bola basket itu mendarat begitu mulus dikepala seorang Leon. Membuat sang empu langsung kehilangan keseimbangan, tapi masih dengan posisi berdirinya seraya memegang kepalanya yang terasa nyutnyutan itu sembari sedikit meringis. Sehingga Lea langsung mendongakan kepalanya untuk melihat Leon yang tengah menahan sakitnya.
Sedangkan yang melempar bola itu hanya melirik kesana-kemari untuk melihat sekelilingnya. Dan Nindy, gadis itu langsung mendapatkan tatapan membunuh dari murid perempuan kalangan kelas unggulan. Sungguh dirinya tidak sengaja melempar bola itu kearah kepala pemuda itu, dirinya hanya ingin melempar bola itu kearah Leon untuk mengalihkan perhatian pemuda itu. Tapi sialnya bola itu malah mengenai kepala sosok Leon.
Jalan satu-satunya saat ini adalah... Belum menyelesaikan batinnya. Nindy langsung membalikan tubuhnya, dan berlari sekencang mungkin untuk menjauh dari lapangan basket itu.
"Apa itu sangat sakit?" Tanya Lea pelan-pelan melihat Leon yang langsung jatuh tersungkur dari posisi berdirinya, membuat Lea langsung melebarkan kedua matanya dengan sedikit membuka mulutnya. Lalu berusaha untuk membangunkan Leon dari pingsannya, tapi pemuda itu sama sekali tidak membuka kelopak mata indahnya. "Ya, bangunlah. Kau tidak boleh tidur disini."
Lea masih saja berusaha membangunkan pemuda itu dengan menepuk-nepuk kedua pipi Leon. Tapi sama saja, tidak ada hasilnya. Sampai seorang petugas kesehatan sekolah menghampiri mereka, dan langsung membawa tubuh Leon yang terlihat mengenaskan itu.
-About Us-
KAMU SEDANG MEMBACA
About Us
Teen FictionCOMPLETED Hidup bersama sendari kecil didalam panti. Mereka tidak tahu dari mana asal mereka. Tidak ada satupun juga yang ingin mengadopsi keenam gadis itu, sampai pengurus panti menghembuskan napas terakhirnya pun mereka masih menepati panti itu. S...