Kalo ada penulisan kata yang salah, tolong dibenerin ya..
***
Suasana kelas yang sangat berbeda. Kelas beasiswa tenang, damai. Dan seluruh muridnya fokus mendengarkan guru yang tengah menjelaskan materi. Sedangkan dikelas unggulan, walaupun tenang dan tidak mengeluarkan suara. Tapi sangat di sayangkan, mereka tidak pernah mendengarkan apa yang di terangkan guru didepan. Didalam kelas mereka, mereka hanya bermain handphone secara terang-terangan dan mereka juga ada yang menidurkan kepalanya diatas meja, seraya bermain handphone. Hanya sebagian kecil murid disana yang mendengarkan guru itu.
Semua guru yang mengajar dikelas unggulan itu, hanya bisa menghela napas panjang dan sabar menangani murid seperti mereka. Bukannya semua guru tidak ingin menegur mereka, tapi percuma saja semua guru yang menegur mereka, juga tidak ada yang meresponnya.
"LETAKAN HANDPHONE KALIAN." Seketika itu mereka semua langsung meletakkan handphone mereka, seraya menatap seorang wanita yang berada diambang pintu. Mereka langsung menegakan punggung mereka, saat wanita itu berjalan masuk kedalam kelas.
Wanita itu adalah putri dari pemilik yayasan sekolah ini, semua murid yang melihat dirinya pasti langsung merasa was-was. Wanita itu tidak pandang bulu, dirinya akan marah dengan murid yang melanggar peraturan. Entah itu murid dari kalangan beasiswa maupun murid dari kelas unggulan. Ia juga tidak perduli, murid yang dirinya ceramahi itu, anak dari seorang pengusaha kaya. "Anda boleh keluar dari kelas ini." Guru yang tadi menerangkan materi, kini berjalan keluar meninggalkan kelas itu.
Dan semua murid didalam kelas itu menatap kepergian guru yang mereka abaikan tadi, membuat wanita itu mengikuti arah pandang semua punggung dikelas itu. "HADAPLAH KEDEPAN." Tanpa berpikir dua kali, mereka semua langsung menatap cepat wanita yang berdiri melihat semua penghuni kelas itu.
"Apa selama ini kalian seperti itu? Memainkan handphone kalian, saat dijam pembelajaran." Pelan, tapi membuat suasana kelas menjadi tegang.
"Kau yang berada dibelakang sendiri, lepas jaketmu itu." Sedangkan Arsya yang merasa dirinya sendiri yang memakai jaket, ia langsung melepas jaket yang ia kenakan itu. Lalu menyampirkannya dibelakang kursi yang Arsya duduki. "Saya pernah berpikir, ingin memindahkan kalian kekelas beasiswa. Dan kelas beasiswa, saya pindahkan kekelas unggulan. Mungkin itu lebih baik." Semua murid langsung menggelengkan kepala mereka tidak rela.
"Saya tidak perduli jika kalian berasal dari keluarga kalangan atas. Disekolah ini mencari murid yang pandai, bukan murid yang kaya. Jika kalian tidak ingin saya pindahkan kekelas beasiswa, manfaatkan otak kalian itu. Dan uang yang kalian pegang sekarang tidak akan selamanya bisa kalian genggam. Maka ikutilah peraturan yang berada disekolah ini. Jangan melanggar peraturan kembali." Lanjut wanita itu seraya berjalan mengelilingi semua murid itu.
Disisi lain seorang murid yang baru saja keluar dari toilet perempuan, menghela napas lega. Karna perutnya tidak lagi sakit. "Alyana?" Pemilik nama itu langsung menoleh kearah sumber suara yang berada tak jauh darinya. Lalu gadis itu berjalan mendekat kearah seorang guru yang kini tengah tersenyum kepadanya.
"Apa saya boleh minta tolong?" Alyana hanya menganggukan kepalanya seraya tersenyum manis kepada guru yang di hadapannya. "Tolong berikan buku-buku ini kekelas unggulan bahasa satu."
"Bukankah, guru yang mengajar kelas itu saat ini?" Ujar Alyana seraya mengambil alih buku yang berada ditangan guru itu.
"Benar, tapi putri dari pemilik yayasan ini tengah berada dikelas itu." Alyana masih menampilkan senyum di bibirnya, menanggapi perkataan dari guru itu. Lalu berjalan menuju kelas yang tadi di sebutkan oleh guru wanita itu.
Ini bukan pertama kalinya Alyana menginjakan kakinya dilorong kelas unggulan, tapi rasanya sangat aneh jika murid sepertinya berjalan sendiri dilorong kelas yang seharusnya ia tidak datangi. Tapi demi guru itu, Alyana bisa apa. Dirinya juga tidak enak jika menolak untuk tidak mau mengantarkan buku-buku yang kini berada di tangannya.
Saat sampai dikelas unggulan bahasa satu, Alyana menghela napas panjang terlebih dahulu sebelum mengetuk pintu kelas itu yang sedikit terbuka. "Maaf jika saya menggangu, saya hanya mengantarkan buku-buku ini." Wanita itu yang melihat Alyana berada diambang pintu dengan kepala yang sedikit menunduk, membuat dirinya berjalan kedepan dan menyuruh Alyana untuk masuk kedalam kelas.
Sedangkan Alyana sedikit ragu untuk masuk kedalam kelas itu, tapi bagaimana lagi, dirinya juga harus memberikan buku-buku yang tengah ia bawa. "Taruh dimeja guru itu." Alyana hanya menurut saja, karna dirinya tidak pernah membantah apa yang dikatakan orang yang lebih tua darinya. Apalagi seorang guru.
Dan sebagian murid dikelas itu memandang Alyana tidak suka, terutama para kaum hawa. Berbeda dengan seorang pemuda yang bernama Aldyan, pemuda itu tersenyum tipis melihat gadis itu. Dan tanpa Alyana sadari, wanita yang berstatus sebagai putri pemilik yayasan ini selalu menatap kalung yang berada dileher putih milik Alyana. "Siapa namamu?"
"Alyana." Jawab gadis itu yang menundukkan kepalanya sedikit, karna ia tidak berani menatap wanita yang berada di hadapannya sekarang.
"Kau dari kelas beasiswa?" Alyana menganggukan kepalanya sebagai jawaban. "Baiklah, sekarang pergilah kekelas mu." Alyana langsung memutar tumitnya untuk keluar kelas. Ini pertama kali ia bicara dan bertemu dengan wanita itu.
Kenapa kalung itu sama seperti milikku? Akan ku tanya bunda setelah pulang dari sini. Batin wanita itu. Lalu menatap kembali murid dikelas itu.
"Wanita itu benar-benar menakutkan ternyata." Guman pelan Alyana sebelum masuk kedalam kelasnya. Saat masuk didalam kelas ternyata guru sejarah itu sudah tidak berada dikelasnya, dan membuat Alyana menghela napas lega.
"Kau dari mana saja? Hah." Tanya Lea yang berdiri dari duduknya, saat Alyana kembali duduk di bangkunya.
"Bukankah aku tadi sudah meminta ijin pergi ketoilet." Sebenarnya Lea itu sudah tahu jika Alyana pergi ketoilet. Tapikan dirinya hanya ingin berbasa-basi saja.
"Kalian tahu? Aku tadi baru saja bertemu dengan putri pemilik yayasan ini." Perkataan Alyana membuat Nindy, Lunna, dan Kania mendekat ke mejanya. Sedangkan Della langsung menoleh kebelakang menatap Alyana.
"Bukannya kau bilang pergi ketoilet, kenapa kau bisa bertemu dengan putri pemilik yayasan ini?" Sahut cepat Lea yang masih berdiri disamping Alyana.
"Diamlah, dengarlah ceritanya dulu." Lea langsung mencibir tidak jelas karna perkataan dari Della.
"Dia hanya bertanya siapa namaku saja, dan aku berada dikelas mana." Ucap Alyana membuat mereka menganggukan kepala mereka. "Tapi dia terlihat sangat menakutkan."
"Memangnya seperti apa wajahnya? Apa dia sangat cantik?" Tanya Nindy penuh penasaran. "Selama kita bersekolah disini, putri pemilik yayasan ini tidak pernah mengunjungi kelas beasiswa bukan."
"Setahuku dia baru saja pulang dari luar negri." Sahut Kania yang menatap teman-temannya satu persatu. "Dan dia yang akan mengambil alih yayasan ini."
"Kau beruntung sekali bisa bertemu dan bicara denganya, walaupun itu hanya sebentar." Ujar Lunna yang sejak dari tadi hanya diam menyimak perkataan dari teman-temannya. "Aku juga ingin bertemu dengan wanita itu. Pasti aku akan mengidolakannya."
Kalo Alyana sih tidak akan pernah mengidolakan wanita itu, karna wajah wanita itu begitu menakutkan. Tidak ada senyum di bibirnya, dan wajahnya itu terlihat angkuh sekali. Walaupun ia juga bisa menunjukan wajah angkuhya, tapi ia tidak akan menunjukkannya mulai saat ini. Karna dirinya tidak ingin membuat orang lain takut dengannya.
-About Us-
Lanjut gak nih?😪
KAMU SEDANG MEMBACA
About Us
Teen FictionCOMPLETED Hidup bersama sendari kecil didalam panti. Mereka tidak tahu dari mana asal mereka. Tidak ada satupun juga yang ingin mengadopsi keenam gadis itu, sampai pengurus panti menghembuskan napas terakhirnya pun mereka masih menepati panti itu. S...