29 | About Us

51 10 0
                                    

Kalo ada penulisan kata yang salah, tolong dibenerin ya..

***

Alyana yang masih berada digendongan Gandhi masih saja menangis tanpa mengeluarkan suara, sesekali Gandhi melihat gadis yang berada di gedongannya itu, sampai kedalam ruang kesehatan, dan menyuruh semua orang yang berada didalam sana untuk keluar, tanpa pengecualian. Lalu membaringkan tubuh Alyana diatas kasur itu. "Bukalah matamu. Dan bilang kepadaku, bagian mana yang sakit. Jangan menagis."

"Bawa aku dan teman-temanku pergi dari sekolah ini." Suara serak dari Alyana membuat Gandhi mengerutkan keningnya, dirinya tidak tahu apa maksud perkataan dari Alyana. "Kumohon bawa kami pergi." Buliran bening mengalir kembali membasahi pipi mulus milik Alyana.

Gandhi tidak tega melihat Alyana seperti ini, menangis seperti ketakutan. Memangnya apa yang ditakuti oleh gadis itu. Setahunya, Alyana itu bukanlah gadis yang cengeng ataupun lemah. Tapi, kenapa saat ini Alyana terlihat sangat takut bercampur sedih? Apa ada sesuatu yang di sembunyikan Alyana? Atau Alyana memiliki trauma? "Tenanglah."

"Aku tidak bisa tenang, jika dia terus mengejar Kania. Aku tidak ingin kejadian itu terulang kembali." Ucap Alyana disela-sela tangisannya.

Kania? Tidak ingin kejadian itu terulang kembali? Apa maksudnya? Pikir Gandhi, melihat Alyana yang menutup wajahnya dengan kedua tangannya seraya meruba posisinya menjadi duduk. "Pergilah aku ingin sendiri."

Pemuda itu yang merasa diusir, hanya melihat Alyana yang tidak melihatnya. "Kubilang pergilah, kumohon." Lirihnya, membuat Gandhi berdiri dari duduknya dan berjalan keluar dari ruangan itu dengan rasa penasaran, tapi dirinya juga harus memberi waktu gadis itu untuk sendiri. Jika gadis itu sudah tenang, dirinya akan bertanya mengenai apa yang gadis itu katakan.

Sedangkan Alyana, gadis itu kini tengah menatap lurus kedepan, pikirannya melayang entah kemana. Sungguh kepalanya sekarang terasa sakit sekali, jika dirinya bertemu dengan gadis itu, ia akan membalas kelakuan gadis itu kepadanya. "Jika dia mengandalkan posisinya, aku juga akan mengandalkan itu. Kita lihat sampai dimana permainanmu." Guman pelan Alyana sebelum seorang Kania masuk keruangan itu dan berjalan mendekati Alyana dengan raut wajah yang sangat khawatir.

"Apa kau tidak apa-apa? Apa kepalamu terasa sakit?" Cemas Kania yang mengelus sebentar kepala milik Alyana.

"Aku hampir saja botak karnanya." Cetus Alyana sembari mengusap pipinya yang masih sedikit basah karna air matanya itu. "Untung saja rambutku sangat kuat."

"Oh ya, rambutmu itu sangat kuat? Tapi kenapa dilantai tadi, banyak sekali rontokan rambutmu?"

"Salahkan dia yang menarik rambutku terlalu kencang." Kania tertawa mendengar apa yang dikatakan temannya itu, saat sehingga membuat Alyana juga ikut menarik kedua sudut bibirnya, membentuk lengkungan yang tidak begitu sempurna.

Dari arah pintu terlihat empat gadis yang berjalan mendekati mereka berdua dengan perasaan cemas bercampur khawatir. "Kau sudah baikan." Alyana tersenyum membalas perkataan dari Lea.

"Kenapa kau tersenyum? Aku butuh jawaban darimu." Detik itu Lea langsung memegang pundaknya dan menjerit kesakitan, karna Della memukul pundaknya dengan keras.

"Kau itu sungguh gadis yang bodoh. Jika dia tersenyum pasti keadaanya sudah membaik." Sengak Della menatap sinis Lea yang tengah merotasikan bola matanya malas.

About UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang