"Minju,"
"Apa?"
"Gue suka sama seseorang di tempat bimbel gue. Tapi, gue ga berani nyampainnya, soalnya dia terlalu jauh buat gue gapai."
"Gue ga tau harus kasih saran apa, Jaem. Mungkin, lo bisa kebantu kalau baca buku yang judulnya What Should I D...
Jaemin menoleh ke asal suara, betapa terkejutnya pemuda itu ketika menangkap figur Olivia berdiri di samping meja konsul yang ia tempati.
"Hehehe, iya nih, Via. Gue bego banget pelajaran Fisika. Makanya harus konsul," tutur Jaemin dengan canggung.
"Masa sih, Jaem?" Ada sarat keraguan di wajah Olivia. Membuat Jaemin jadi menduga-duga, apakah ia telah salah dalam berucap atau bertindak.
"Soalnya Jaem, tampang Lo tuh kayak anak yang suka hitung-hitungan. Masa, Lo lemah di Fisika?"
"Lebih tepatnya, gue ga hebat IPA, Via."
Olivia tertegun, gadis itu menatap Jaemin dengan tatapan Simpati. Kemudian, ia memilih duduk di sebelah pemuda ituーbersiap mendengarkan ceritanya.
"Jangan bilang kalauー"
"Iya, gue masuk IPA karena amanat dari orang tua, Via..." dan tanpa sadar, Jaemin pun mulai menceritakan hal yang selama ini ia coba untuk melupakannya.
"Gue dari awal mendaftar untuk masuk kelas IPS. Namun, ketika ayah gue denger kalau sahabat kecil sekaligus tetangga gue itu masuk IPA, ayah marah dan minta gue buat pindah ke IPA."
Olivia masih setia mendengarkannya.
"Gue sama Ayah jadi berdebat hebat. Namun, sekuat apapun gue menentang, Ayah pasti akan menang. Makanya sekarang, gue terjebak di sini, Via. Padahal belom kelas akhir tapi gue harus ikut bimbel biar ga bodoh-bodoh amat, hehe."
"Jaem," gumam Olivia, "Lo ga sendirian, kok. Gue, juga ngalamin apa yang Lo alamin."
Jaemin terkejut, tanpa sadar pemuda itu menatap Olivia lekat-lekat.
"Minggu-minggu awal gue ada di kelas IPA, gue rasanya mau nangis aja.. apalagi, pas denger Matematikanya ada dua subjek gitu. Rasanya gue ga bakal survive deh, di SMA ini.."
Terjadi hening yang cukup lama di antara mereka berdua. Namun, hening yang terjadi tidaklah membuat suasana canggung. Hening yang terjadi memberikan mereka jeda untuk berpikir, merenungi setiap memori SMA yang telah memasuki tahun kedua.
"Tapi," ucapan Olivia merebak keheningan. Jaemin mengembalikan fokusnya kepada gadis itu.
"Ada satu hal yang gue pegang teguh, bahkan sampai sekarang."
Jaemin mengangkat alisnya, "hal apa?"
"Begini, sekalipun semuanya paksaan, pasti akan ada kejutan tak terkira ketika kita berusaha untuk melaksanakannya, kan?"
Ucapan itu membuat Jaemin yakin, Olivia adalah kejutan untuknya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.