"Minju,"
"Apa?"
"Gue suka sama seseorang di tempat bimbel gue. Tapi, gue ga berani nyampainnya, soalnya dia terlalu jauh buat gue gapai."
"Gue ga tau harus kasih saran apa, Jaem. Mungkin, lo bisa kebantu kalau baca buku yang judulnya What Should I D...
Jaemin hampir berteriak saat di perpustakaan tadi, tentu saja membuat Yuri menjadi panik. Beruntung Jeno sedang berada di depan pintu masuk perpustakaan. Kedua oknum yang ikut merencanakan acara inipun sepakat untuk membawa Jaemin ke shalter kelas 11.
Sudah 30 menit mereka berada di sana. Namun, Jaemin masih bergeming. Pandangan kosongnya mengarah ke gerbang sekolah, entah apa yang ia pandangi. Jemarinya juga diketukkan ke pembatas, membentuk irama yang sarat akan kecemasan.
Sementara itu, di belakang Jaemin, Duo Yuri-Jeno sedang terlibat perang bisu. Mereka sedang mencari ide untuk menenangkan Jaemin. Namun, diskusi mereka berdua malah berujung pada perdebatan.
Baiklah, Yuri mengalah.
Gadis itu memberikan laptop milik Minju yang sedari tadi tidak sempat ia matikan kepada Jeno. Yuri juga mengisyaratkan Jeno untuk melog-out akun Minju dan mematikan laptop tersebut. Sementara gadis pucca itu, mencoba untuk memanipulasi suasana hati orang yang sedang nestapa ini.
"Manusia memang terkadang harus merasakan penyesalan," tutur gadis itu lembut, sebenarnya ia juga segan untuk mengganggu waktu galau pemuda itu. "Penyesalan ada untuk menyadarkan manusia tentang hal yang telah disia-siakan. Namun, penyesalan juga menjadi gerbang manusia untuk memperbaiki diri. Berjuang kembali tentang hal yang bisa kita genggam dengan erat."
Jaemin tidak menanggapi. Pemuda itu masih membiarkan angin sepoi-sepoi membasuh wajahnya, berharap agar perasaan Jaemin tersampaikan kepada seseorang yang sedang ia tunggu kedatangannya.
Di belakang, Jeno malah memarahi Yuri dalam diam.
Lo gimana ish, malah memperparah suasana! Nanti Jaemin malah tambah galau! Kira-kira, inilah isyarat yang dilayangkan pemuda itu.
Iya anjir, sabar! membuat orang sedih untuk merasa baikan itu butuh proses! balas Yuri, juga menggunakan bahasa batin.
"Yuri," panggil pemuda itu, membuat Yuri dan Jeno memberhentikan perdebatan batin mereka. "Gue berengsek banget, ya? Di saat Minju suka sama gue, gue dengan begonya curhat ke dia, kalau gue suka sama orang lain."
Yuri bungkam. Gadis itu tidak tahu harus menanggapi seperti apa. Jujur saja, Yuri tidak sepenuhnya setuju dengan perkataan Jaemin. Bagaimana pun juga, Jaemin itu orang yang baik. Hanya saja, ia terlalu polos untuk mengartikan perasaan seseorang terhadap dirinya.
"L-Lo ga sepenuhnya salah, Jaem." ungkap gadis itu akhirnya, "Lo tahu, gue juga udah mencoba agar Minju ngomong perasaannya sama Lo. Tapi dia tetap keukeuh buat menyimpan perasaan dia sendiri. Lo tahu 'kan Minju gimana orangnya? Gue yakin Lo paham, karena Lo bukan orang yang sembarangan bagi Minju."
Jaemin kembali terdiam. Entahlah, perkataan Yuri justru tidak membuatnya merasa tenang. Pemuda itu justru menambah kutukan untuk dirinya sendiri. Mungkin Jaemin merasa, tidak ada lagi yang bisa dilakukan pemuda itu. Semua sudah terlambat.
Mungkin.... ada satu hal.
Tiba-tiba, Jaemin langsung berlari ke bawah ketika mobil Eric yang ia tunggu sedari tadi datang. Pemuda itu tidak mempedulikan Jeno dan Yuri yang sekarang sedang berteriak memanggil namanya dengan tidak santai.
Fokus pemuda itu cuma satu. Ia harus menemui dia secepatnya.
"MINJU!"
Minju yang baru saja keluar dari mobil Eric menoleh bingung. Sebab, gadis itu tahu ada sesuatu yang tidak beres dari nada teriakan itu.
"Lho, Jaemin Lo kenapa?" tanya Minju kebingungan. Pasalnya sekarang, mata pemuda itu memerah. Entah apa penyebabnya.
Jaemin tidak menjawab, pemuda itu malah berbelok masuk ke ruang sekretariat. Tak selang berapa lama, Jaemin keluar. Membawa dua buah tas dalam genggamannya.
"Kita pulang. Sekarang."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.