"Minju,"
"Apa?"
"Gue suka sama seseorang di tempat bimbel gue. Tapi, gue ga berani nyampainnya, soalnya dia terlalu jauh buat gue gapai."
"Gue ga tau harus kasih saran apa, Jaem. Mungkin, lo bisa kebantu kalau baca buku yang judulnya What Should I D...
"Ga nyangka banget, ternyata kegiatan panitia di hari Sabtu ini bukannya tambah sedikit, malah tambah banyak." gumam Jaemin ketika ia dan Minju berjalan menuju ke tempat parkir.
"Mau gimana lagi, Jaem. Kan minggu depan itu hari-h acara eksternal. Mau tidak mau, ya kita harus lebih sering pulang larut begini." ungkap Minju, mencoba menenangkan pemuda itu.
Tapi 'kan kita jadi gabisa menghabiskan waktu berdua, Ju.
Ketika sampai di depan mobil Jaemin, pemuda itu langsung saja membuka kunci pintunya dan masuk ke dalam. Jaeminpun menghidupkan mesin mobil, menekan tombol AC agar menstabilkan sirkulasi udara dari mobil yang telah berjemur seharian itu.
Sementara itu, Minju dengan ragu-ragu masuk ke dalam mobil. Entahlah, biasanya gadis itu tidak pernah merasa deg-deggan seperti ini. Namun, akibat kejadian kemarin, perasaan itu makin membesar.
"Masuk aja kali, Ju. Anggap aja mobil sendiri."
Minju terkekeh mendengar penuturan Jaemin yang memang suka random itu. Akhirnya, Minju masuk. tidak lupa meletakkan tasnya di jok belakang mobil.
"Minju laper, ga?" tanya Pemuda itu, menoleh kepada Minju yang sedari tadi malah diam seperti patung.
"Ga terlalu sih, Jaem.."
"Aku laper banget, nih." balas Jaemin, sepertinya tidak mempedulikan jawaban dari Minju. "Pergi makan dulu, yuk?"
"Tapi Kan--"
"Bunda ga akan marah kalau perginya sama aku. Apalagi kalau Bunda tahu, sebentar lagi aku bakal jadi calon menantu."
Tolong... Minju benar-benar tidak sanggup untuk menahan rona merah di pipinya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Finalnya, mereka berduapun memutuskan untuk pergi ke kafe mieterkenal di kota itu.
Sejak dahulu, kafe mie selalu menjadi jalan tengah mereka berdua. Minju sangat suka mie, sementara Jaemin suka makanan yang pedas. Di kafe mie, mereka bisa memesan sesuai tingkat kepedasannya. Jaemin pasti memesan level kedua paling atas, sementara Minju akan memesan level kedua dari bawah. Ya, Minju tidak terlalu kuat menahan pedas.
Minju telah selesai memesan di meja kasir. Kemudian, ia berjalan menuju tempat duduk yang telah dipilih oleh Jaemin.
Dua menit saling diam-diaman, membuat batin mereka berdua berteriak dalam diam. KOK GUE MALAH GUGUP BEGINI.
"Jaem..." tutur Minju, memutuskan keheningan panjang yang terjadi.
Jaemin mengangkat kedua alisnya, pertanda pemuda itu penasaran kenapa Minju memanggil dirinya.
"Kenapa?"
Dahi Jaemin mengernyitーtidak paham, "kenapa apanya?"
"Kenapa Lo malah diam-diam aja, sama apa yang Lo rasain sejak lima tahun lalu?" cicit Minju memberanikan diri. Gadis itu sengaja menggunakan kata ganti "Lo-gue"agar ia tidak terlalu merasa canggung dengan sahabat kecilnya itu.
Tahu apa yang dimaksud Minju, Jaemin pun ikut berpikir. "Iya yah? gue juga heran kenapa gue tiba-tiba bilang punya rasa sama Lo selama lima tahun ini..."
Air muka Minju berubah. Ekspresi kecewa jelas tercetak di wajah Minju dengan kentara.
Jaemin menunduk, berusaha mengendalikan ekspresinya agar kedua pipi pemuda itu tidak berubah merah. "Lo sendiri, kenapa ga jujur juga sama gue, Ju? Malah bohong ke gue kalau Lo suka sama temen kecil Lo yang lain."
Wajah Minju merah padam. Tidak tahu lagi harus menjawab apa. Gadis itu hanya bisa mengalihkan pandangannya kesana-kemariーefek kegugupannya.
"G-gue..." cicit Minju lagi, kali ini terbata-bata. "Gue takut banget kalau misalnya, ketika gue bilangin perasaan gue sama Lo, Lo-nya jadi ilfeel terus menjauhi gue, Jaem.."
Entahlah, semenjak Jaemin menciduk akunnya, Minju menjadi lebih berani mengutarakan isi hatinya daripada diam seperti biasa.
"I need to say thanks for you, first." ujar Jaemin. Sukses membuat kerutan di dahi Minju.
"For what?" balas Minju tidak yakin.
"You made some stories dedicated for me." Jaemin menaik-turunkan alisnya, pertanda ia sedang mengaktifkan mode usil.
Minju terpancing, gadis itu mencubit kecil lengan pemuda yang duduk di hadapannya ini, "Kepedean banget, sih!"
Jaemin terkekeh, lebih tepatnya ia sedang mengatur gemuruh yang ada di dadanya.
"Minjooo." Entah keberapa kalinya, pemuda itu kembali memanggil Minju.
"Hm?"
"Kalau gue bilang, gue suka sama Lo tanpa sebab, itu bisa diterima ga?"
Minju boleh geer dulu, tidak?
Minju berakhir dengan mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia benar-benar kehabisan kata-kata dengan perkataan yang sedang Jaemin lontarkan.
"Setelah gue merenung kemarin, gue akhirnya sadar. Selama ini gue suka menipu perasaan gue sendiri. Gue suka sama Lo, gue butuh Lo, gue pengin Lo ada kapanpun dan dimanapun. Tapi, gue bantah perasaan gue sendiri hanya karena status kita itu udah temenan sejak kecil." Hening. Keduanya masih sibuk dengan pikirian masing-masing. Minju yang merutuki dirinya agar tidak melting, dan Jaemin yang tiba-tiba malu dengan pengungkapannya.
"Dan, soal cerita What Should I do, Lo bener, Ju." sambung pemuda itu.
"Bagaimanapun juga. Cinta pandang pertama tidak selalu indah..."
Minju menaikkan alisnya, menunggu lanjutan kalimat dari bibir Jaemin.
"Menurut Gue, yang paling indah itu adalah dua orang yang selalu dipertemukan oleh waktu. Yang bahkan kebersamaan telah menumbuhkan perasaan masing-masing."
Oke, ngga hari ini deh. Batin Jaemin, di balik kalimat terakhirnya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.