Maaf ya

656 90 45
                                    

(Name POV)

.

Malam semakin larut.

Dari ruangan ini suara hujan sudah tidak terdengar lagi. Sakasaki-kun mengeluarkan semua makanan yang tadi dibawanya. Sementar itu aku menjatuhkan diri di atas sofa merah itu.

"Uwaaaah!! Empuk sekali!!" Seruku spontan. Sakasaki-kun yang sedang menyeduh kopi melirikku judes.

"Katanya tadi gak suka." Cibirnya. Aku terkekeh pelan.

"Iya deh, suka kok. Ruangannya nyaman sekali." Kataku lantas memeluk bantal kecil yang ada disana. Sakasaki-kun malas menanggapiku yang sedang goler - goleran dan memutuskan untuk meminum kopinya sambil membaca buku di sudut ruangan.

Setelah puas goler - goleran, akhirnya aku bangkit dan mengambil satu cup ramen instan lalu menyeduhnya. Selagi menunggu ramennya matang, aku memutuskan melakukan inspeksi kecil - kecilan di ruangan ini.

Aku menghampiri sudut lemari dimana Sakasaki-kun menyimpan semua hasil eksperimennya. Ada yang berupa bubuk, cairan, bahkan semacam bola bola kecil. Aku mengambil sebuah toples kaca yang di dalamnya terdapat serbuk biru. Baru saja aku mau membukanya, suara Sakasaki-kun langsung terdengar.

"Jangan dibuka, nanti kamu pingsan." Katanya sambil tetap fokus membaca. Aku nyengir, sedikit merinding meletakkan kembali toples itu. Sebenarnya apa sih yang dibuat cowok itu?? Memangnya dia semacam peneliti di lab universitas seberang lautan??

Memutuskan untuk tidak mengambil resiko, aku pun berpindah ke rak buku. Buku - buku disini semuanya hard cover, dengan kertas lusuh kuning. Hampir semuanya ditulis dengan bahasa Inggris. Hanya lima buku yang ditulis dengan bahasa Jepang. Dan ada satu yang...

"Ah." Seruku refleks.

Ada satu buku tipis yang benar - benar lusuh di ujung rak. Namun bahasanya bukan Jepang maupun Inggris apalagi Prancis. Aku sepertinya mengenali bahasanya, karena tanganku refleks mengambilnya. Pelan sekali lidahku membaca judulnya dengan lancar.

Benar. Buku ini ditulis dengan bahasa Indonesia.

Aku menoleh pada Sakasaki-kun, yang ternyata juga sudah memperhatikan diriku.

"Kamu.... bisa bahasa Indonesia...??" Aku tidak sadar kalau suaraku bergetar, apalagi aku menggunakan bahasa ibuku.

Sakasaki-kun sedikit kaget, mengerjapkan matanya. Lantas tersenyum samar. "Sekarang kamu tahu."

Aku terperanjat. Dia menjawabnya dengan bahasa Indonesia.

Aku mengambil ramenku yang sudah matang dan duduk di sampingnya sambil membawa buku itu. Sakasaki-kun menutup bukunya dan ikut memperhatikan buku yang kubawa.

Aku mengusap sampulnya. Meski buku ini lusuh, tapi tak ada setitik debu pun yang menempel. Aku membukanya, lalu membaca judulnya dengan suara pelan.

Habis Gelap Terbitlah Terang.

"Ibuku mendapatkannya dari ibunya." Kata Sakasaki-kun mulai bercerita. Aku masih menatap buku itu, membalik halamannya lagi. "Entah darimana nenekku mendapatkannya. Buku ini sudah tua sekali."

Aku mengangguk setuju.

Buku ini sudah tua sekali. Samar - samar sepertinya aku ingat akan buku ini. Sepertinya Ayah pernah menyebutkan buku ini di suatu waktu. Aku membalik halamannya lagi. Mulai membaca.

Buku ini isinya lumayan berat. Tapi entah kenapa aku masih bisa memahaminya. Sejujurnya isinya sangat bagus. Kami berdua membaca dalam diam. Sesekali aku menyeruput ramenku sambil tetap fokus membaca. Sakasaki-kun mendekatkan bahunya padaku. Ia tampak serius membaca bukunya. Maklum. Kami sama - sama sudah lama tidak menggunakan bahasa Indonesia.

WHO AM I ??!! (Ensemble Stars Chara x Reader)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang