Chapter 32

2.3K 244 3
                                    

Happy reading gaes😊

.
.
.
.
.

Tzuyu memegangi pipinya yang terasa panas. Hatinya sangat gelisah, dan dia tidak bisa tidur lagi. Dia pun bergegas mengganti pakaiannya.

Tzuyu harus pergi ketempat yang ramai.

Pergi makan, belanja, ke supermarket, atau bahkan berdiri di pinggir jalan. Jika tidak, dia akan meledak karena perasaan aneh ini.

Tzuyu tidak sanggup lagi menampung semua itu, dia harus menemukan tempat untuk menumpahkan semuanya.

Saat sedang berjalan, Tzuyu merasa langkahnya menjadi sangat ringan. Padahal dia hanya berjalan seperti biasa, tapi otaknya merasa bahwa dia sedang melayang di jalanan yang sepi.

Tanpa terasa, Tzuyu sedah berada di tengah  keramaian orang yang baru keluar dari Mall. Dia  merasa heran  sendiri, mengapa dia bisa sampai di sana.

"Itu semua tidaklah penting," batin Tzuyu.

Sekarang saat berdiri di depan Mall, Tzuyu merasa sangatlah unik.

Langit ini cerah, angin yang bertiup sepoi-sepoi menerbangkan anak-anak rambutnya, jalanan yang keras pun terasa sangat lembut, dia seperti sedang menginjak hamparan rumput.

Setiap objek yang dia lihat tampak menjadi sangat indah.

Tzuyu berkeliling di tengah keramaian. Setelah merasa lelah, Tzuyu menyeberang jalan menuju taman yang terletak di depan Mall tersebut dan duduk di salah satu bangkunya.

"Chou Tzuyu, Chou Tzuyu, habislah kau! Presdir Lee cuma sembarangan menyatakan perasaannya saja, tapi dia sudah berhasil membuatmu kelabakan hingga seperti ini!" Racau Tzutu dalam hati.

Meski cuaca dingin dan Tzuyu duduk sendirian di taman kota, namun dia merasa hangat. Dia mengeluarkan ponsel dari saku mantelnya, mencari nama Taeyong di nomor kontak, lalu termenung memandangi nomer itu.

Saat tengah melamun, ponselnya berdering.

Hati Tzuyu bergetar. Jarinya menekan tombol 'back' untuk melihat panggilan masuknya. Ternyata Jisoo. Hatinya perlahan tenang. Dengan gerakan lambat jarinya menekan tombol jawab.

Untuk sesaat suaranya terdengar kecewa, tapi segera menjadi ceria seperti biasanya. "Halo, Jisoo."

"Tzuyu kau sudah bangun?"

"Memangnya aku ini sepertimu." "Orang yang tidak bekerja, jangan membandingkan diri dengan pekerja kantoran yang harus bangun pagi."

"Hehe... Aku cuma mau tanya. Tahun ini, kau mau pulang kampung kapan?"

"Aku akan pulang dua hari sebelum Natal."

"Ah, rupanya aku lebih ceoat darimu. Itu musimnya pulang kampung, kau harus hati-hati."

Jisoo sepertinya sedang meledek Tzuyu, tapi dia tidak peduli. Tzuyu tidak fokus dengan pembicaraan selanjutnya, dia malah berkata, "Jisoo ada sesuatu yang ingin kutanyakan."

"Ada apa? Cepatlah, aku mau memperbarui ceritaku."

Kata-katanya sudah ada di ujung lidah,  tapi sangat susah untuk  diucapkan. Akhirnya, Tzuyu pun berkata, "Sudahlah, kau tutup saja. Nanti kalau bertemu, baru kita bicarakan lagi."

"Katakan sekarang juga!"  Bentak Jisoo. "Aku paling tidak suka dengan orang yang berbicara setengah-setengah. Seperti sedang menulis cerita yang menggantung."

"Oh..." Tzuyu agak ragu. "Jadi begini, kalau ada seorang pria hebat menyatakan perasaannya pada seorang wanita biasa, apa yang akan terjadi?"

"Oh, begitu. Kalau di dalam novel, tentu saja si wanita harus menerimanya agar ceritanya bisa berakhir dengan happy ending, hehe..."

"Kalau... ini terjadi dalam realita?"

"Hah? Kalau begitu, itu sebuah kartu ATM gold yang jatub dari langit, ambil saja!" Jisoo berkata sambil terkekeh, lalu melanjutkan dengan nada serius,  "Tapi hanya boleh dilihat dan disentuh sekali saja, lalu harus segera dibuang."

"Kenapa?"

"Bodoh." Jisoo berkata dengan tegas, "Untuk apa kartu ATM itu? Kau bahkan tidak tahu nomor sandinya."

Bos & Me Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang