Part 2

17.5K 1.2K 12
                                    

Keesokkan paginya.

Lana terbiasa bangun pagi. Ia sangat suka suasana di pagi hari. Bau embun yang memandikan rumput, suara binatang-binatang pagi dan perasaan hangat ketika cahaya matahari baru saja muncul membuat ia betah berlama-lama melakukan rutinitas paginya, lari.

Sayangnya ia tidak bisa lari dari kenyataan hidupnya yang pahit. Ayah kandungnya meninggal ketika ia dalam kandungan dan mama, mama meninggal satu tahun yang lalu. Meninggalkan lubang besar dalam hatinya yang ia tidak sanggup isi dengan apapun. Lubang besar itu seolah menyedot dirinya masuk dan melakukan hal-hal yang ia sesali. Sebut saja rokok, minuman keras, bahkan obat-obatan terlarang. Sampai Om Haryo datang menyelamatkannya.

Awalnya Lana tidak setuju ketika Mama minta ijin padanya untuk menikah lagi. Lana marah dan sangat cemburu. Ide tentang membagi perhatian mamanya dengan laki-laki lain tidak akan ia sudi ijinkan. Lalu Lana mulai berulah, ia mulai membenci Om Haryo yang dengan sabarnya menerima semua jenis cacian dan makiannya. Sampai ketika akhirnya Om Haryo menyelamatkannya dari jeratan bandar narkoba. Lana sadar, calon suami mamanya ini memang tulus menyayanginya. Sayang, pada saat itu mama sudah tidak ada.

Jadi, inilah hidupnya sekarang. Om Haryo adalah satu-satunya keluarga yang ia punya. Lana sangat menyayangi calon ayahnya itu. Andai, andai saja pernikahan Om Haryo dan Mamanya terjadi, maka mereka bisa berkumpul sebagai keluarga.

Jam 8 pagi. Lana masuk ke dapur bersih sambil mengusap peluhnya. Dapur masih kosong, selalu kosong. Ia mulai menyiapkan jus pagi untuk ayahnya. Sebenarnya ada Inah dan Darsih jika ia mau minta tolong. Tapi ia bersikeras makanan ayahnya adalah tanggung jawabnya. Jadi Lana selalu memastikan ayahnya makan makanan bergizi dan sesuai jadwal.

Arka bangun dan baru sadar ia berada di kamar tamu rumahnya sendiri. Rumah yang sudah beberapa tahun ini jarang ia sambangi. Kepalanya pusing tapi ia sangat haus. Jadi sekalipun terhuyung ia berjalan menuju dapur.

Sudah ada ayahnya dan Lana di dapur sedang mengobrol sambil tertawa. Harusnya ia tidak heran.

"Pagi Yah." Arka membuka lemari mencari gelas dan mengisinya dengan air putih dari dispenser terdekat.

"Pagi. Tumben kamu pulang? Mabuk semalam?"

"Eh monyet, ngadu lo ya?"

"Huh, GR amat. Ga perduli gue mah sama elo." Lana berujar sinis. "Yah, aku mandi dulu ya. Jangan lupa jusnya dihabisin. Kalau nggak, aku marah." Lana mencium pipi Suharyo sayang disambut dengan tawa ayahnya.

"Iya sayang, dihabiskan." Suharyo menatap jus sayuran hijau yang sudah beberapa bulan ini dengan terpaksa ia minum karena tidak ingin Lana kecewa. "Siap-siap sana, habis ini kita ke showroom mobil."

Lana berlalu. Arka sempat mencium wangi tubuhnya samar sekalipun Lana masih berpeluh.

"Yah, Ayah mau belikan Lana mobil? Wow. Dulu kayaknya Arka beli mobil sendiri waktu kuliah."

"Arka, kamu itu laki-laki. Memang harus usaha sendiri, biar lebih tangguh dan nantinya bisa menghidupi istri."

"Ya tapi harusnya adil dong Yah. Lebih-lebih lagi Lana itu siapa Yah?"

"Arkandra!!! Jaga bicaramu." Suharyo mulai meradang.

"Ayah yang aneh. Anak bukan saudara bukan, tapi perlakuan Ayah lebih-lebih ke Lana. Ayah ada hubungan apa sebenarnya dengan Lana?"

"Anak kurang ajar! Keluar! Cepat keluar!"

Arka langsung pergi dari rumahnya sendiri saat itu juga. Monyet berwujud perempuan itu sudah merusak otak ayahnya.

***

Sudah jam 3 sore. Arka bangkit dari sofa di apartemennya. Perutnya yang keroncongan karena sedari pagi belum sarapan mulai protes minta diisi. Ponselnya berbunyi. Raka.

The Stepsister [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang