Part 11

11.6K 960 5
                                    

Hari kedua.

Panas Lana masih tidak stabil. Ada jam-jam ketika Lana lemah sekali tapi ada juga waktu ketika Lana seperti bugar dan kembali pada sikap sinis dan bermusuhannya. Surat ijin dari Dokter Pram sudah dikirim ke sekolah dan Lana pun sudah menghubungi sahabatnya. Tapi Lana mulai bosan. Semakin ia bosan semakin ia uring-uringan dan menyebalkan.

Dua hari ini juga Arka benar-benar diuji kesabarannya. Sikap Lana tidak mudah ketika ia sehat, apalagi ketika Lana sakit. Semua menjadi lebih buruk 3 kali lipat. Pilihan kalimat Lana terkadang benar-benar menyinggung Arka dan membuatnya sering memijit kepala yang tidak sakit.

"Arcaaaa...."

"Lan, nggak perlu teriak-teriak deh." Arka yang kesal sudah berdiri di kamar Lana.

"Kenapa bubur lagiiii? Emangnya gue nenek tua ompong apa?"

"Terus lo maunya apa sih?" Nada suara Arka mulai tinggi.

"Makanan orang normal yang masih punya gigi."

"Kemarin lo minta yang seger, Inah bikinin sayur asem lo ga mau makan. Kata lo asem. Ya namanya juga sayur asem Lan. Tadi pagi dibikinin sup ayam bilangnya nggak ada rasa. Heh, makan sup ga perlu pake perasaaan. Lagi sakit banyak tingkah!!"

"Pokoknya gue nggak mau bubur. Nggak mau!!"

"Ya udah nggak usah makan sekalian."

"Hrrrggghhh...Arcaa rese!!"

"Monyet gila dasar." Arka meninggalkan Lana di kamar.

Pertengkaran apapun itu akan segera berakhir ketika demam Lana menyerang lagi. Arka akan selalu kembali ke sisi Lana lalu dengan telaten merawatnya. Tujuan Arka hanya satu, Lana sembuh dan ia bisa kembali hidup dengan normal.

Arka juga memutuskan untuk mengambil beberapa pakaiannya di apartement dan tinggal sementara dirumah. Inah sudah membersihkan kamar lamanya diatas yang letaknya bersebelahan dengan Lana. Ini untuk alasan kepraktisan, bukan yang lain. Siapa juga yang mau tinggal serumah dengan monyet bermulut pedas seperti Lana.

Malam itu Lana menatap Arka yang sedang mengganti kompresnya. Awalnya Lana tidak suka jika Arka berada di dekatnya. Tapi setelah hari kedua Lana mulai merasa terbiasa. Selain karena kondisi tubuhnya yang setiap kali demam melemah, Lana juga diam-diam merasa senang saat Arka dengan sabar duduk disebelah Lana untuk mengecek suhu atau memberikannya obat. Hati Lana mulai bertanya-tanya, apakah Arka mengkhawatirkannya? Atau ini hanyalah demi memenuhi keinginan Ayah saja, seperti yang Arka bilang tempo hari?

Lana sesungguhnya banyak merasa kesepian dan ketakutan. Tapi entah kenapa dia merasa keberadaan Arka mulai terasa menyenangkan. Sekalipun mereka seringkali bertengkar. Wajah Arka yang lucu saat ia kesal pada Lana, atau ekspresi Arka ketika menahan amarah karena Lana berkata kasar terus berputar di ingatannya. Tidak mungkin. Yang mungkin adalah ini hanya kebetulan saja karena kondisi sakit Lana yang absurd. Bel pintu berbunyi dan Arka beranjak ke lantai bawah.

"Hi Ngga. Tumben banget, ada apa?" Arka yang membukakan pintu untuk Erlangga.

"Pulang kerja, bosan dan ga tahu mau kemana. Jadi mampir lah, sekalian nengok Tiger princess diatas." Erlangga beralasan sambil mengikuti Arka berjalan ke ruang tengah.

Arka menggeleng melihat apa yang dibawa Erlangga. 'Coklat?' Ada perasaan tidak suka yang menyusup dihatinya. Entah kenapa. Dengan cara yang paling halus Arka menolak keinginan Erlangga untuk bertemu Lana. Arka bahkan berusaha tidak perduli ketika Erlangga bilang dia ingin lebih memperdulikan Lana. Masa bodoh dengan maksud Erlangga, Arka senang karena akhirnya ia berhasil mengusir sahabatnya itu.

The Stepsister [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang