Part 14

10.7K 874 4
                                    

"Sayang darliing akuuuuh...ya ampun syantik, kamu sudah sehat belum?" Anggita menyambutnya pagi itu di gerbang sekolah.

"Ya udah lah, kalau belum gue masih dirumah. Gila mau mati berdiri gue, boseeennn bangeeet. Manda mana?"

"Amanda kok ga telat. Amanda tepat waktu itu sama mustahilnya kayak elo jadi jelek deh Lan."

"Apa sih darling. Katanya kangen tapi gue ga ditengokin." Mereka berjalan di koridor.

"Eh eh, fitnes darimana tuh gue ga mau nengokin lo. Dasar Lana si pelupa, gue dan Manda itu udah mau manjat pager lewatin Parjo tapi dilarang sama kakak tiri ganteng lo itu. Hadeeehh Laanaaa...beruntung banget sih lo punya abang ganteng begitu."

"Hidih geli gue kayak gitu dibilang ganteng."

"Honey, kegantengan abang lo itu sama mutlaknya kayak kecantikan gue. Jadi jangan suka hina-hina abang lo yah, apalagi didepan gue. Beneran gue tersinggung nanti." Anggi mengibaskan rambut hitamnya disambut dengan tawa Lana.

Sungguh bertemu dengan sahabatnya di sekolah adalah obat paling manjur untuk Lana. Seminggu lalu saat Lana sakit, jika satu hari saja mereka bertiga tidak ber-video call-ria maka mood Lana anjlok drastis. Pembawaan Anggi yang centil dan Manda yang super pintar namun sedikit bloon adalah perpaduan sempurna untuk menghibur Lana. Intinya, Lana bahagia hidupnya kembali normal dan ia tidak perlu berurusan dengan Arka.

***

Sepulang sekolah pukul 3 sore. Tiga sahabat itu sedang berada di kantin membeli minuman sebelum pulang.

Ponsel Lana berdering. Nomor tidak dikenal. Lana acuh saja. Lalu dengan keras kepala nomor yang sama berdering kembali sampai Anggi dan Manda protes.

"Beiby, serius kalau ga lo angkat gue banting deh hp lo."

"Iya Lan, berisik tahu." Manda membayar teh kotaknya di kantin.

"Palingan Bank nawarin hutang. Males ah. Lagian udah gue silent kok."

"Tapi masih geter gituuu. Geli deh dengernya."

Dengan malas Lana mengangkat telponnya. "Hai Lan."

"Siapa nih?"

"Erlangga."

"Kata siapa?" Dua temannya mulai ikut menempelkan kuping mereka di ponsel Lana.

"Kata saya barusan."

"Apa buktinya?"

"Hi saya Erlangga usia 27 tahun bukan dari jaman prasejarah harusnya dan..."

"Ya ya ya. Ternyata bener si old man. Tau dari mana nomer gue?"

"Arka."

'Arca resee. Awas dia.' Gumam Lana dalam hati.

"Ngapain telpon?"

"Saya mau kasih tahu, kalau saya lagi didepan sekolah kamu sekarang. Mau jemput kamu pulang."

"Ga perlu, ada Tarwo yang jemput gue."

"Maaf, Pak Tarwo tadi udah saya minta pulang dan jemput Om Suharyo saja."

"Hah?!! Kurang ajar banget sih lo." Lana menutup ponselnya panik dan segera berlari ke luar sekolah diikuti dengan dua sahabatnya.

"Tarwo rese!!!" Lana tidak menemukan Alphard hitam ayahnya dan hanya menemukan sedan mentereng Erlangga lengkap dengan sosok manusia itu bersandar di pintu mobil sambil tersenyum.

"Lanaa...itu siapa darling. Cepetan informasinya sebelum gue panggil dia Brad Pitt." Anggita menggoyangkan kipas kecil kesayangannya sambil tersenyum manjiah.

The Stepsister [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang