Keesokkan paginya Lana sudah diperbolehkan berada di ruangan perawatan. Suharyo menyewa satu kamar lagi disebelah Lana untuk menunggui anak gadisnya itu. Ia sudah meminta Tarwo membawakan ia dan Arka baju dari rumah. Arka tidak meninggalkan Lana barang sedetikpun sampai Suharyo harus memaksa Arka untuk mandi dan membersihkan diri.
Arka menggenggam tangan Lana sejak semalam. Seumur hidupnya Arka hanya menangis ketika mamanya pergi, itupun karena ia masih kecil untuk mengerti. Tapi campuran perasaanya yang sudah ia rasakan sejak Lana menghilang serta melihat kondisi Lana saat ini, Arka mulai meneteskan air mata. Gadisnya belum sadar. Menurut keterangan Dokter Pram Lana akan baik-baik saja. Tidak ada gegar kepala atau pendarahan di dalam tubuhnya. Tapi memang Lana mendapatkan beberapa jahitan di lengan dan pelipisnya. Arka memperhatikan wajah Lana. Pipinya masih biru sementara luka di bibirnya sudah mulai mengering. Ia sangat menyesal ia tidak bisa melindungi Lana dan membuat gadis itu harus menanggung semua akibatnya.
Pukul 8 Dokter Pram melakukan kunjungan rutin. Mereka berbicara bertiga.
"Saya sudah hubungi dokter Eka Mas. Dia akan datang ketika Lana sudah sadar. Karena sejarah Lana dulu, besar kemungkinan ketika bangun dia akan mengalami trauma. Lana bisa mengamuk apalagi jika melihat ada infus ditangannya."
"Terimakasih Pram, nanti saya bicara dengan Eka."
"Saya tidak suka ide ini, Tapi saran saya sebaiknya tangan Lana diikat dulu. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Kamu ingat dulu ketika dia bangun kan Mas?" Wajah Dokter Pram sangat khawatir.
"Jangan Dok. Jangan ikat Lana. Saya akan disini jaga Lana."
"Iya Pram. Dulu Lana tidak punya Arka, sekarang ada Arka. Jadi tidak usah pakai ikat-ikat segala."
"Oke. Saya akan kembali sore nanti. Jaga Lana baik-baik. Satu kali trauma itu sudah buruk, ketika trauma terulang bisa sangat berbahaya." Dokter Pram keluar ruangan.
Arka kembali duduk di sisi Lana, menggenggam tangannya. "Apa yang terjadi dengan Lana dulu Yah? Separah apa traumanya?"
"Kamu yakin kamu mau dengar sekarang?"
Arka mengangguk, matanya tidak melepaskan Lana. Suharyo membeberkan semua sejarah hidup Lana pada Arka. Lana dan Sinta hidup berdua saja. Sinta memutuskan tidak menikah lagi karena ingin mencurahkan semua kasih sayangnya pada Lana. Hubungan mereka dekat sekali, sampai akhirnya Sinta Gunadi di vonis kanker. Sinta selalu menjaga Lana dari dunia ke-artisannya. Karena ia tahu dunia itu berbahaya. Tapi wajah Lana yang cantik dan sifatnya yang keras yang akhirnya juga membuka jalan untuk Lana kenal dengan dunia malam.
Ketika SMA Lana kenal dengan Rama. Lana tidak sanggup melihat mama kesayangannya sakit di rumah. Ia mulai mencari pelarian di luar rumah. Lalu Suharyo datang dan memutuskan akan merawat Sinta. Lalu Sinta meninggal dunia. Lana yang merasa sendirian dan putus asa akhirnya berkenalan dengan barang haram itu. Yang menyeretnya pada si terkutuk Jono dan antek-anteknya. Insiden itupun terjadi. Suharyo tidak tahu detailnya tapi ketika Lana menghilang selama tiga hari ia dan Wahyu berusaha mencari Lana. Untung semua belum terlambat. Lana masih hidup sekalipun dengan kondisi penuh luka, seperti saat ini. Selanjutnya adalah kisah yang sama yang pernah diceritakan Dokter Pram.
Pembicaraan mereka terpotong karena Wahyu datang bersama Ikhsan anak buahnya.
"Mas, bagaimana Lana?"
Suharyo menceritakan kondisi Lana dan menanyakan bagaimana perkembangan terakhir kasus ini.
"Jono tewas tertembak ditempat Mas. Dua anak buahnya tewas. Satu tertembak karena melawan, satu lagi sudah tewas ketika kami menemukannya di dalam rumah kontrakkan. Ada yang memukul kepalanya dengan kayu. Suka tidak suka harus ada pemeriksaan atas Lana. Kamu juga Arka, kamu harus panggil teman-temanmu untuk dimintai keterangan. Jangan khawatir, kalian tidak bersalah. Kami panggil hanya sebagai saksi saja."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Stepsister [Completed]
RomanceLelana Gunadi Gadis 18 tahun. Anak dari Sinta Gunadi, artis kawakan yang meninggal dunia karena kanker. Kecantikannya membuat siapapun berpaling, namun ketika dia mulai berbicara tidak ada satupun laki-laki yang sanggup menanggapi mulut pedasnya. Le...