Part 17

9.9K 855 2
                                    

Pintu ruangan kerja Arka diketuk. "Masuk."

"Pak, jangan lupa meeting sore ini jam 4." Dewi mengingatkan Arka.

"Iya, masih 30 menit lagi. Panggil Monik tolong."

Sudah 1 bulan lamanya sejak insiden di kamar Lana. Arka memilih menghindar dan tenggelam dalam pekerjaannya. Sebagian dari dirinya masih merasa belum siap dengan perubahan perasaannya pada Lana. Sebagian lagi merasa bersalah karena untuk pertama kalinya ia lepas kendali. Jadi Arka merasa lebih baik seperti ini, menghindari Lana. Berharap ia akan melupakan gadis itu dan Lana pun akan melakukan hal yang sama. Ini juga lebih mudah bagi siapapun.

Ditambah lagi kali ini Lana benar-benar berhenti menghubungi Arka. Lana tidak menghubunginya sama sekali, tidak telpon, whats app atau bahkan ketika Arka harus mampir ke rumah, Lana tidak ada. Informasi dari Ayah Lana sibuk dengan ujian akhirnya.

Hal yang menyebalkan adalah Arka mulai meragukan keputusannya untuk menjauh dari Lana. Dia mulai merasa tersiksa. Diam-diam Arka berharap Lana masih menghubunginya karena alasan apapun. Tidak pernah Lana menghilang darinya dalam jangka waktu selama ini. Biasanya paling tidak Lana mengganggunya soal Ayah, atau Erlangga atau hal-hal lain yang tidak penting tapi dengan senang hati Arka tanggapi. Jadi saat ini Arka merasa seperti orang bodoh karena sangat merindukan gadis itu.

"Ka. Arka." Monik sudah ada dihadapannya entah berapa lama.

"Oh sorry. Sony hari ini ga masuk. Jadi tolong gantiin dia dulu ikutan meeting jam 4, ga apa-apa kan?"

"It's okey. Sony udah brief gue juga pagi tadi. Arka, lo sehat kan?"

"Sehat."

"Lo berantakan banget." Monik melihat Arka yang wajahnya sudah jelas tampak tidak baik-baik saja. Rambutnya dibiarkan panjang tidak beraturan, dasinya juga terpasang miring.

"Masa sih?"

Monik mendekati Arka karena gemas dengan posisi dasinya. "Sorry, dasi lo miring. Gue boleh bantu?"

Arka hanya mengangguk. Monik mulai membetulkan dasi Arka.

"Ga biasanya lo begini. Grand Mulia segitu parahnya ya sampe bikin seorang Arkandra berantakan begini?" Kata Monik sambil membetulkan dasinya.

'Bukan Grand Mulia. Tapi Lelana yang bikin gue begini. Sial, I miss Lana so much. Gue emang udah sinting.' Pikir Arka dalam hati.

"Ka?"

"Iya. Udah belom?"

"Belom, dikit lagi. Lo bisa diem ga? Lo barusan ga denger gue ngomong apa?"

"Mon, fokus Mon."

"Elo yang ga fokus Ka. Gue bantuin deh Grand Mulia, biar lo ga begini-begini amat."

"Ga perlu, lo kan masuk di timnya Rudi."

"Arka, gue udah tahu akal-akalan orangtua kita. Gue juga sama ga suka nya dengan ide itu. Jadi bisa ga lo pisahin antara perjodohan sialan itu dengan kerjaan kita disini. Grand Mulia proyek gede dan lo tahu gue capable buat bantu lo." Monik melipat kerah Arka dari belakang lehernya agar tali dasinya rapih.

Lalu pintu ruangan Arka tiba-tiba terbuka. Ada Lana disana.

"Hai Ca..." Sapaan Lana terhenti karena melihat pemandangan Monik dan Arka yang sepertinya intim sekali.

Arka pun sama kagetnya, ia memiringkan kepalanya dan menemukan Lana di pintu ruangan berdiri dengan ekspresi yang sulit untuk ditebak. Lana langsung membalik badan dan pergi.

"Lan!!... Thanks Mon." Arka menghambur ke luar ruangan mencari Lana.

"Dewi, liat Lana ga?"

"Naik lift Pak tadi buru-buru."

The Stepsister [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang