Part 26

9.5K 739 7
                                    

Setelah makan malam bersama dengan suasana yang canggung karena Arka masih kesal, mereka pamit ke kamar masing-masing.

"Ka, cuma mau ngingetin besok surveynya pagi. Kita berangkat dari hotel jam 8." Monik berdiri dari kursinya.

"Okey. Di lobby jam 8." Arka hanya mengangguk dari kursinya. Lana masih ada disebelahnya menatap heran mereka berdua.

"I'm really sorry about what I said, gue harap ini ga akan ada pengaruhnya ke kerjaan kita."

"I can separate between professional and personal life. Karena itu gue ga suka ngomongin personal life gue. Just remember, I'm still your boss."

"Noted. Gue duluan. See you Lana." Monik berlalu menuju kamarnya.

Monika merasa heran dengan sikap Arka malam ini. Kenapa Arka begitu tersinggung dengan praduganya atas Lana? Monik hanya berkata spontan dan menerka-nerka. Memang tidak ada dasarnya, karena Monik hanya mengemukakan hal-hal yang beberapa kali ia dengar di kantor tentang Lana. Sejujurnya Monik tidak merasakan keberatan apapun dengan Lana. Karena Lana hanya adiknya Arka. Tapi kenapa perasaannya tidak mengatakan demikian setelah kejadian malam ini. Ia melihat Arka mencium pipi Lana. Bukan ciuman sayang antara adik dan kakak. Tatapan mata Arka dan cara bicaranya dengan Lana juga terkesan mesra. Monik menggelengkan kepala, berusaha mengusir praduga-praduganya sendiri.

Di kamar Lana malam itu.

Lana sudah berganti pakaian dan menyikat gigi. Ketika ia keluar dari kamar mandi, Arka sedang duduk di sofa sambil sibuk dengan laptopnya. Hujan masih mengguyur di luar sekalipun sudah mulai reda. Lana duduk disebelah Arka sambil memperhatikan wajah laki-laki itu dari samping.

"Kamu gusar banget tadi waktu dinner? Monik juga kelihatan bingung sampe minta maaf segala. Ada apa siy?"

Arka menoleh menatap Lana sambil tersenyum. "Nggak ada apa-apa. Kamu tidur deh daripada mikirin yang aneh-aneh. Aku disini."

Lana menempelkan dahinya ke bahu Arka. "Bisa nggak anggep aku sebagai wanita dewasa? Bukan anak SMA yang baru lulus?"

"Kok ngomong gitu?" Arka menutup laptop lalu meletakkannya di meja.

"Mungkin kamu berpikir aku akan bersikap kekanakkan kalau denger cerita kamu. Padahal aku mau bener-bener dengerin cerita kamu. Sebagai wanita dewasa." Kedua lengan Lana meraih satu lengan Arka dan memeluknya dari samping.

"Ada hal-hal yang aku bisa ceritain, ada hal-hal yang sebaiknya hanya aku yang tahu."

"Kenapa? Karena aku ga akan ngerti dan masih kecil?"

"Bukan, karena mungkin kamu akan sakit hati dengernya dan aku ga mau kamu sakit hati." Tangan Arka mengusap kepala Lana yang masih ada di bahunya.

"Aku ga segampang itu sakit hati Ka dan aku ga selemah itu juga. Kapan ya kamu dan Ayah bisa stop perlakukan aku seperti anak kecil? Aku bukan gelas kaca yang gampang pecah."

"Semua ada waktunya Lan. Nikmatin aja apa yang ada sekarang. One day, saat kamu sudah cukup usia, kita akan mulai bicara seperti orang dewasa dan kamu akan kangen sama masa-masa kamu dimanja."

Lana makin mengeratkan pelukan lengannya pada lengan Arka. "Kalau Monik tadi curiga sama kelakuan kamu gimana?"

"Kamu tahu kita ga bisa begini terus. Cepat atau lambat Ayah akan tahu. Makin lama Ayah tahu, kita makin banyak bohong dan Ayah akan semakin murka. Jadi sekarang, aku sudah tidak mau menghindar. Setelah kamu pulang liburan nanti, aku akan bicara sama Ayah. Kamu udah siap?"

Lana hanya mengangguk kecil. Ia sadar bahwa ia tidak punya banyak waktu lagi. Lukman harus dihubungi besok.

"Udah jangan sedih dong. Kamu kan lagi liburan." Tangan Arka mengangkat wajah Lana perlahan. "Ngomong-ngomong kamu udah cari apartemen di Bandung?"

The Stepsister [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang