Part 37

9.3K 740 2
                                    

Ponsel Arka bergetar. Laki-laki itu masih berdiri didepan ruangan meeting melakukan presentasi project baru kantornya. Suharyo hanya duduk mendengarkan. Sudah beberapa bulan ini perlahan Suharyo mulai membiarkan Arka yang memimpin usaha yang sudah dibesarkannya itu. Dengan adanya Monik yang cerdas dan Sony yang sangat berpengalaman, serta tim-tim ahli dan muda lainnya yang sudah berhasil Arka rekrut, Suharyo yakin ia sudah bisa mulai beristirahat. Lalu Suharyo makin mendambakan cucu kecil pewaris keluarganya nanti.

"Ka, Lana tadi telpon." Suharyo berkata pada Arka ketika selesai meeting. 

"Iya." Arka hanya menyahut pendek.

"Kalian masih berantem?" Suharyo menatap Arka yang diam saja. "Kamu itu seperti anak kecil saja. Lana itu disana sedang tidak main-main Ka. Kamu tahu bisnisnya mulai maju kan?"

Arka masih diam saja. Ayah selalu membela Lana. 

"Ayah lihat sendiri tempat yang dia sewa untuk online business-nya. Dia sudah punya kantor sendiri disana Ka. Sekalipun itu usaha patungan dengan kawan-kawannya, tetap saja Ayah bangga."

"Akibatnya Lana nggak pulang-pulang Yah."

"Ya kamu dong yang kesana. Gitu aja kok susah. Sudah 2 tahun ini kamu nggak mau ketemu dia. Iya kan? Padahal tahun lalu Lana pulang. Kamu masih bersikeras  tidak mau bertemu. Konyol kamu Ka."

"Lana pulang hanya 2 hari Yah, nggak bilang juga. Arka sedang di Malang saat itu. Bagaimana Arka bisa ketemu? Lana seperti ngeledek Arka. Pulang, kerja, berangkat lagi."

"Sudah-sudah. Ayah tidak mau dengar kalian bertengkar terus. Pusing Ayah. Lebih baik cepat kamu kesana jemput calon istrimu, nikahi dia dan kasih Ayah cucu." Suharyo keluar dari ruangan meeting. 

Wajah Monik menyembul di pintu. "Ka, jangan lupa dinner ya besok." Monik menyadari wajah Arka yang gusar. "Berantem lagi sama Ayah?"

"Udah nggak penting." Arka mengambil laptop dan ponselnya di meja meeting.

"Ya udah, siapa tahu dinner besok bisa menghibur. Nostalgia."

"Yes, I will come for sure." Arka tersenyum pada Monik.

***

Gadis itu duduk di dalam taksi. Sore itu hujan, tidak deras, hanya rintik-rintik saja. Jadi menurutnya suasana ini sangat romantis. Wajahnya menatap keluar. Kota tempat ia dibesarkan terbentang dihadapannya. Ia menatap cincin di jarinya. Cincin itu cantik sekali, ia sangat suka. Sekalipun tidak berkata apa-apa ketika cincin itu disematkan di jarinya.

Tangannya sibuk menuliskan pesan di ponselnya. Bertanya tentang keberadaan laki-laki yang ia ingin temui. Dimana dia saat ini? Harusnya ini akan menjadi kejutan baik dan semoga saja bisa membuat laki-laki favoritnya itu tersenyum lagi. Dia sangat merindukan kekasih hatinya. 

"Mba, jadi kita mau kemana Mba?"

"Dharmawangsa Pak."

***

"Waduh duuuh.....Carakaa. Apa kabarnyaa? Hi Del. Makin cantik aja."

"Wuooo bini gue nih. Jangan macem-macem lo." Raka tertawa dan menggenggam tangan Arka. Lalu ia menarik kursi untuk Della istrinya yang sedang hamil. "Pada belum dateng?"

"Monik sebentar lagi sampe, Erlangga masih macet dijalan. Hujan, mau gimana lagi?"

"Jadi gimana ponakan gue, udah bisa ngapain aja sekarang?"

"Diego udah bisa menghancurkan isi rumah. Main bola dirumah, tendang lemari TV, kacau deh rumah kayak play ground. Nggak ada rapihnya." Raka menjelaskan bersemangat sambil tertawa.

The Stepsister [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang