Part 5

13.3K 1.1K 11
                                    

Lana berusaha menahan air matanya di mobil. Ia mengeluarkan segala kosakata makian yang ia punya untuk mengutuk Awang. Awalnya adalah beberapa bulan yang lalu saat Lana sedang makan di foodcourt sebuah mall bersama dua sahabatnya. Entah kenapa Awang menghampiri dan mengajaknya berkenalan. Saat itu Lana tidak tahu jika Awang sudah punya pacar. Jadi, karena desakaan teman-temannya juga Lana bersedia membuka hatinya lagi. Dan semua berjalan dengan lancar sampai sebulan yang lalu ia tahu bahwa Awang masih punya pacar di kampusnya. Lana sudah ingin meradang, tapi Awang selalu bisa menenangkan Lana dengan segala bujuk rayunya.

Anggita dan Amanda juga tidak bermaksud jahat. Mereka hanya ingin Lana menjauh dari Rama yang berpengaruh sangat buruk untuk Lana. Rama adalah laki-laki yang mengenalkan Lana pada dunia kelam yang dulu sempat merusak Lana. Jadi sangat wajar jika kedua kawannya sangat khawatir dan mereka berpikir Awang adalah jalan keluar untuknya.

Entah kenapa ia sudah berada di lift menuju lt.20 kantor ayahnya. Lana tidak tahu harus kemana. Kembali kerumah bukan pilihan karena ia tahu suasana rumah yang kosong tidak akan membantu menenangkannya saat ini. Jadi disinilah dia didalam lift kosong jam 3 sore menuju ke lantai 20. Lift berhenti di lantai 5, seorang laki-laki bersetelan jas rapih masuk sambil menenteng tas dan membawa secangkir kopi dalam gelas kertas. Lana hanya melihatnya sekilas dan tidak memperhatikan dengan baik karena sibuk menahan air matanya yang sudah hampir tumpah.

Laki-laki itupun hanya berdiri disebelah Lana sopan. Lift berhenti di lt 15 tanpa ada seorangpun yang masuk, lalu Lana sudah tidak bisa menahan isak tangisnya. Ia menutup mulutnya agar berhenti terisak, namun tidak berhasil. Laki-laki disebelahnya mulai memperhatikan Lana yang bahunya sudah terguncang perlahan menahan tangis. Lalu ketika lift berhenti di lt.20, laki-laki itu menahan Lana keluar.

"Maaf bukan tidak sopan, tapi rasanya kamu perlu menenangkan diri dulu sebelum bertemu siapapun."

Lana hanya menurut ketika laki-laki itu memijit tombol lt 30. "Saya tahu tempat yang bagus di gedung ini. Tapi saya harap kamu ga berfikir yang aneh-aneh tentang saya." Lana mengangguk mengerti. Wajahnya sudah sangat basah karena air mata.

Mereka keluar dari lift dan naik satu lantai lagi. Hawa sore yang sejuk menerpa dari rooftop gedung kantor ayah Lana. Tidak ada siapa-siapa disana hanya mereka berdua. Laki-laki itu berjalan ke bangku panjang dibagian kiri area luas itu. Ia menaruh tas dan duduk disana menyesap kopinya. Reflek Lana duduk disebelahnya dan melanjutkan tangis yang tadi ia gagal tahan.

Laki-laki itu duduk tenang membiarkan Lana menangis. Hanya diam tidak berkomentar. Lana larut dalam kesedihannya. Ia merasa sendirian dan tidak berdaya. Lagi-lagi ia dibodohi oleh laki-laki pujaannya. Awang adalah laki-laki asing yang dia kenal secara acak, lalu masuk kedalam kehidupannya yang sepi. Lana merasa Awang sungguh tulus menyayanginya, sama seperti Rama. Tapi pada akhirnya mereka menghujamkan kebohongan yang sama.

"Brengseeeeek. Damn youuu...as*ho*e" Lana sudah berdiri berteriak sekencang-kencangnya.

Beberapa saat kemudian tangisnya berhenti. Ia mengusap air mata di wajahnya. Lalu laki-laki disebelahnya mengulurkan sapu tangan berwarna biru gelap yang tanpa ragu Lana ambil untuk membersihkan wajahnya.

"Thanks. Nanti gue balikin kalau udah gue cuci."

Laki-laki itu berdiri dan tersenyum. "No need. I have plenty." Ia memberi jeda. "Erlangga." Ia mengulurkan tangan.

"Elang." Refleks Lana menyahut.

"Nama kamu Elang?"

"Bukan, nama lo Elang."

Ia tersenyum masih mengulurkan tangan yang tidak dijabat oleh Lana. Baru pertama kali ada seorang wanita yang memberi nama panggilan berbeda pada pertemuan pertama.

The Stepsister [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang