"Heh Arca, ngapain lo disini?" Lana yang masuk ke dapur membuyarkan lamunan pagi Arka.
"Lagi mikir enaknya monyet kayak lo kalo sakit ditaruh di Ragunan apa Taman Safari aja." Sahut Arka seenaknya sambil membawa mangkuk kosongnya ke tempat cuci piring.
"Oh punya otak bisa mikir?"
Arka mendengus kesal. "Kalo lo udah sembuh, gue jalan ke kantor." Arka beranjak dari dapur. Langkahnya terhenti oleh dering ponselnya. Ayah.
"Lana sudah bangun Ka? Ayah telpon ke ponselnya mati."
"Sudah."
"Mana? Ayah ingin bicara."
Dengan malas ia memberikan ponselnya ke Lana.
"Lana, ponselmu dimana? Kok ga aktif."
"Ya ampun Dad, kayaknya hp Lana ketinggalan deh di mobil Elang." Lana menepuk jidatnya.
"Ya sudah, jangan lupa makan. Nanti siang Dokter Pram kerumah periksa kamu. Ayah mau kamu betul-betul istirahat ya."
"Dad, Lana itu sudah besar jadi ga perlu khawatir berlebihan. Daddy juga harus makan dan jaga kesehatan, disana ga ada Dewi. Tapi Lana bakalan telpon Dad ingetin makan."
Diam-diam Arka mulai menyadari bahwa perilaku Lana sangat berbeda kepada ayahnya. Perkataan Erlangga semalam mulai berputar lagi di kepala Arka. Ada apa dengan Lana. Kenapa dia begitu sinis dan dingin pada semua orang kecuali ayahnya.
"Nih, Dad mau ngomong." Lana memberikan ponselnya ke Arka.
"Yah, Lana sudah bangun dan sehat. Jadi Arka ke kantor sekarang."
"Arkandra, kamu berani keluar dari rumah, silahkan keluar dan jangan pernah balik lagi sekalian. Ayah hanya berikan satu tugas kecil hari ini. Jaga adikmu, jangan kemana-mana!!" Lalu telpon diputus.
"Hrrrgggghhhhh....Gara-gara lo nih monyet." Arka melirik Lana yang sedang menyantap sarapannya.
Lana hanya diam menatapnya tanpa ekspresi. Lalu wajahnya memucat dan ia berlari ke toilet di ruang tengah. Muntah dan mengeluarkan seluruh isi perutnya. Refleks Arka menghampiri Lana. Dengan canggung ia mengangkat rambut Lana yang panjang terurai agar tidak terkena semua muntahannya. Tangannya memijit tengkuk Lana dan kaget karena ternyata suhu tubuh Lana masih tinggi.
"Jangan....sentuh gue...huuuuekkk." Lana menepis tangan Arka kembali muntah sekalipun kali ini hanya cairan bening yang keluar. Sudah tidak ada sisa makanan.
"Diem dulu deh mau ditolongin juga."
"Gue ga butuh bantuan..." Lana terbatuk kali ini. Ia masih berlutut mencengkram pinggir toilet.
"Okey." Arka keluar dengan kesal dan berjalan berusaha tidak mengindahkan Lana yang masih ada di dalam toilet. Lalu segera berbalik badan begitu mendengar suara gayung dan gelas yang jatuh.
Lana terduduk di lantai gemetar. Gayung dan gelas tempat sikat gigi beserta isinya berserakan di lantai. Arka langsung menggendongnya dari lantai dan panas tubuh Lana langsung menyengat kulitnya.
"Turunin gue. Gue bisa...sen..diri." Suara Lana lemah seperti hampir berbisik. Arka sudah tidak mengindahkan.
Ia merebahkan Lana di kasur kamar tamu dan menutupi tubuh Lana yang gemetar dengan selimut.
"Keluar...gue bisa sendiri."
"Ini bukan kamar lo."
Lana berusaha bangkit lalu berjalan tertatih bertumpu pada benda apapun yang bisa ia jangkau. Kepala Lana yang pusing mulai berputar liar. Arka diam melihat dari pinggir tempat tidur sambil menggelengkan kepala. Sebelum sampai pintu Lana sudah jatuh lagi. Namun Lana berusaha bangkit lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Stepsister [Completed]
RomantizmLelana Gunadi Gadis 18 tahun. Anak dari Sinta Gunadi, artis kawakan yang meninggal dunia karena kanker. Kecantikannya membuat siapapun berpaling, namun ketika dia mulai berbicara tidak ada satupun laki-laki yang sanggup menanggapi mulut pedasnya. Le...