Part 10

12.1K 941 4
                                    

Jam 2 siang Dokter Pram datang. Setelah memeriksa Lana di kamar ia turun menemui Arka yang sedang bekerja di ruang tengah bawah.

"Gimana dok Lana?"

"Tidur dan demam tinggi lagi."

"Kenapa ya dok?"

"Demamnya baru hari pertama, jadi saya belum bisa pastikan. Asal nafsu makannya baik seharusnya bukan Demam Berdarah. Tapi akan lebih pasti dengan cek lab. Sekarang ini saya berikan obat untuk panas. Awasi makannya, Lana tidak boleh dehidrasi atau kurang makan. Hari ketiga, bawa ke RS dan ketemu saya untuk cek lab. Baru setelah itu saya bisa ambil tindakan lainnya."

"Oke dok."

"Jika panasnya terlalu tinggi atau dia terus muntah, segera bawa ke IGD." Ekspresi Dokter Pram sedikit berubah sebelum melanjutkan kalimatnya. "Arka, tolong jaga Lana, dia sudah melalui banyak hal untuk gadis seusianya. Jadi, bersabarlah sedikit." Dokter Pram menatap Arka dalam seolah-olah menyimpan suatu rahasia yang ia tidak mau bagikan pada Arka.

"Dokter tahu apa yang terjadi dengan Lana dulu?"

"Lana..." sebelum bisa melanjutkan ponsel dokter senior itu berbunyi. Panggilan dari IGD. Dokter Pram, memberikan instruksi pada lawan bicaranya lalu pamit pada Arka.

Dokter Pram pergi disusul dengan dering ponsel ayahnya. Arka menjelaskan semua ke ayah. Kemudian ayah memberi Arka kabar buruk lainnya. Meeting di Lombok masih harus dilanjutkan dua hari kedepan. Jadi ayah dan Sony masih belum bisa kembali. Arka akan stuck 2 hari lagi bersama Lana. 'Sial !!'

"Halo Ka, ada apa?" Suara Erlangga diujung telpon.

"Ngga, sorry nih. Meeting besok kayaknya harus diundur deh." Arka menelpon Erlangga sambil menaiki anak tangga menuju kamar Lana.

"Tumben, kenapa?"

"Lana sakit, demam tinggi." Ia membuka kamar Lana perlahan dan menatap gadis yang sedang tidur itu dari pintu kamar.

"Gue kerumah lo ya."

"Ngapain ga usah. Percuma kita meeting berdua kalau ga ada Rudi. Project inikan mau gue hand over ke Rudi."

"Kok gue ngerasa salah Lana sakit begitu. Sekalian gue mau nganterin ponselnya Lana, ketinggalan di mobil gue semalem."

"Okey." Arka menyudahi panggilan. Ia masuk ke dalam kamar Lana, duduk di pinggir tempat tidur dan memegang dahi Lana. Melihat Lana yang terbaring seperti ini, Arka tidak tega.

'Ya Tuhan Lana, panas banget.' Tangan kanan Arka menyusuri wajah Lana, menyentuh pipinya lembut. 'Kamu cantik banget Lan, sekalipun sakit. Jangan sakit lagi Lan, cepet sembuh. Berantem lagi sama aku.'  Arka mengabaikan perasaan yang menyusup di dalam dadanya. Ia segera keluar mengambil kompres air hangat.

***

Erlangga bergegas meninggalkan kantornya. Ia bahkan mengatur ulang jadwal meetingnya sore ini. Lana sakit. Entah kenapa ia merasa harus cepat-cepat tiba dan segera melihat Lana. Setelah semalam mengantarkan gadis itu pulang, banyak hal yang makin membuatnya penasaran tentang Lana. Gadis itu seperti magnet. Daya pikat dan misteri dibaliknya membuat Erlangga sibuk bertanya-tanya.

Pukul 4 sore dan awan mendung sudah mulai menggantung lagi di langit Jakarta. Erlangga mengetuk pintu rumah keluarga Wijaya, disambut Inah yang segera mengantarnya ke ruang tengah. Arka sibuk dengan laptop-nya sekalipun TV menyala. Ada tumpukan kertas berserakan di meja.

"Lo kerja dari rumah?"

"Iya. Sony gantiiin gue meeting di Lombok bareng bokap. Gue diminta jagain si monyet di rumah." Arka berbicara namun matanya masih menatap laptop dan tangannya tidak berhenti mengetikkan sesuatu.

The Stepsister [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang