New Couple (1)

579 72 4
                                    

Di pagi hari yang cerah ini, hadirlah seorang laki-laki bertampang babyface di kelasnya. Karena terlalu bersemangat, dia sampai lupa kalau dia datang terlalu pagi. Saat ini, hanya ada dia seorang yang duduk di kelasnya.

Hmmm ... apa, ya yang harus kulakukan sekarang?

Dia sedang kebingungan sendiri di sana. Tidak ada seorang pun yang dapat ia ajak bicara. Ketika dia melihat cermin yang bertengger di dinding belakang kelasnya, dia mendapat sebuah ide.

Ah! Bagaimana kalau sekarang aku berlatih saja? Sekarang, kan sedang sepi!

Laki-laki itu mendekati cerminnya. Dia melangkah dengan cepat dan penuh semangat. Sesampainya di depan cermin tersebut, dia terdiam sejenak. Dia memandangi wajahnya lalu tersenyum.

Haha ... aku baru tau kalau aku ini imut dan tampan! Hihi.

Setelah cekikikan, dia kemudian berdehem. "Ehem. OK, Sanha. Mari kita mulai," titahnya kepada dirinya sendiri.

"Nabila, kamu tahu, kan kalau aku sudah menyukaimu dari awal. Aku sebenarnya ingin ... aku ingin ... arghhhh!!!" Laki-laki itu mengacak-acak rambutnya dengan kesal.

Setelah menarik napas, dia melanjutkan kalimatnya sembari menatap cermin.

"Nabila, seperti yang kukatakan saat hari pertama aku bertemu denganmu. Aku menyukaimu. Maukah kamu menjadi——HIYAHHHH!!!" Laki-laki itu malah tiba-tiba histeris. Dia jijik dengan kalimatnya sendiri.

Kenapa aku begini, ya? Kenapa sangat sulit sekali mengatakannya? Asdfghjkl!!!

"Fyuuuhhhh ... OK, mari kita mulai lagi." Laki-laki itu membenarkan posisinya, lalu menatap dirinya sendiri dengan serius di cermin.

"Nabila, aku—"

"Sanha? Lo ngapain?" Tiba-tiba muncul seorang gadis yang baru memasuki kelas. Gadis itu berpikir kalau dia adalah orang pertama yang datang. Karena itulah, dia tidak mengucap salam saat masuk.

"HAH!?" Sanha terkejut. Dia menutup mulutnya dengan refleks.

"Kenapa lo nyebut-nyebut gue di depan cermin?"

"I-itu ... aku ... a-a-aku ...."

"Oh, gue tau. Pasti lo liat gue masuk kelas dari cermin itu, kan?"

"YA!!! IYA, AKU MELIHATMU DARI CERMIN!!!" Sanha malah menjawab sambil berteriak saking leganya.

"Ngapain pake teriak-teriak, sih?! Lo kira gue budek apa?!" Nabila tersentak mendengar teriakan Sanha yang melengking.

"Hehe ... maaf ... aku terlalu bersemangat."

Mendengar bahwa Sanha bersemangat, Nabila tiba-tiba tersenyum. Dalam hati ia bergumam :

Sanha semangat gara-gara gue? Aihhh ... masa, sih? Hihi.

"Ehem." Nabila berdehem, sambil mengembalikan ekspresinya menjadi stay cool.

Nabila menaruh tasnya di kursinya. Ketika dia hendak duduk, tiba-tiba saja Sanha memanggilnya dengan panggilan yang terdengar sangat aneh, jika diucapkan olehnya.

"Nabila, gue ingin mengatakan sesuatu pada lo."

"PFTT—BHAHAHAHHAHAHAHA!!!" Nabila tak bisa menahan tawanya. Sanha mengucap kalimat itu dengan nada aneh, dan juga pengucapan yang teramat sangat aneh. Kata-katanya juga aneh—campuran bahasa gaul dan bahasa formal.

"K-kenapa lo tertawa, Nabila?"

"HAHAHAHAHAHA."

"Nabila! Berhentilah tertawa! Gue sedang serius."

"HAHAHAHAHAHA!!!"

"N-nabila ... lo baik-baik saja?"

"HAHAHA—please, Sanha. Jangan pake lo-gue lagi. Itu lucu banget, sumpah! HAHAHA."

"Kenapa lucu?"

"Aduh. Pokoknya lucu aja. Hahaha."

"O-oh ... begitu, ya. Baiklah." Sanha menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Kini Sanha kembali ke tempat duduknya. Sedangkan Nabila, dia masih belum bisa meredakan tawanya. Nabila tak menyangka bahwa Sanha akan menggunakan panggilan itu. Menurutnya, Sanha yang berwajah imut tak cocok menggunakan bahasa tersebut.

Sanha kenapa tiba-tiba begitu, ya? Jangan-jangan diajarin Ferdi? Hahaha ... dasar Ferdi!

***

Hari ini kelas 11 IPA 1 sebenarnya sedang dilanda musibah—tapi juga nikmat bagi kebanyakan siswa—yaitu jam kosong.

Sebenarnya ada guru yang mengajar mereka, tapi guru itu kini sedang sibuk mengurus tragedi lompat-pagarnya beberapa siswa.

Karena kelas 11 IPA 1 itu berada di lantai dua, tentu saja apa yang ada di bawah mereka dapat terlihat dengan jelas. Kebetulan saat itu ada siswa yang terlambat, tapi menolak dihukum. Akhirnya mereka melompati pagar agar bisa lolos dengan selamat.

Cerdiknya, tragedi itu dimanfaatkan oleh siswa-siswi 11 IPA 1. Mereka yang melihat, melaporkan kejadian tersebut pada guru yang saat itu sedang mengajar di kelas mereka. Alhasil, sibuklah guru mereka mengurus tragedi lompat-pagar.

Hingga sang guru itu pun lupa, bahwa sebenarnya—siswa yang sok menjadi pahlawan dengan laporannya—itu hanyalah si cerdik yang sedang bermain taktik belaka, agar mendapat jam kosong.

"Ferdi, apa menurutmu aku lucu?" Tiba-tiba saja Sanha menanyakan pertanyaan itu pada Ferdi yang duduk di belakangnya.

Ferdi mengerutkan dahinya. Tak mengerti kenapa Sanha tiba-tiba bertanya seperti itu. "Lucu? Iya, lo lucu. Lebih tepatnya, sih imut."

"Bukan itu ...."

"Terus?"

"Tadi pagi, aku menggunakan kata lo-gue yang biasanya kamu pakai."

"Hah??? Lo bilang gitu ke siapa?"

"Nabila. Setelah aku memanggilnya dengan panggilan itu dia bilang aku lucu."

Ferdi menepuk jidatnya. "Pe'ak! Kenapa lo manggil Nabila pake bahasa begituan?!"

"Kan kamu yang bilang, Ferdi. Kalau pakai lo-gue katamu itu terdengar lebih akrab. Memangnya lucu, ya kalau aku ingin lebih akrab dengannya? Aku ... hanya ingin lebih akrab ketika mengatakannya."

"Pftttt—Hahahaha! Ahahahaha! Pengen akrabnya, sih gak salah, San. Tapi, ya jangan gitu juga, kali! Hahaha."

"Haa? Jangan begitu bagaimana???" Sanha memasang wajah menggemaskannya.

"Masa kalo lo udah pacaran sama dia lo malah make panggilan lo-gue? Kan gak lucu! Hahaha."

Sanha menggaruk-garuk tengkuknya lagi. "Tidak lucu? Tapi kamu tertawa, tuh?"

"Hahahaha. Iya, sorry. Gini, ya gue jelasin. Maksud gue, kalo pake panggilan lo-gue itu bakalan lebih akrab kalo lo pake buat temenan atau sahabatan. Contohnya kaya gue sama lo, nih. Tapi, perasaan lo ke dia bukan kayak perasaan ke sahabat lo kan? Tapi lebih dari sahabat. Nah, kalo buat orang spesial kayak dia, mestinya lo pake panggilan yang lebih sopan. Kayak aku-kamu gitu, deh contohnya. Kan lebih enak dengernya," jelas Ferdi sejelas-jelasnya.

Sanha terdiam sejenak. Dia masih mencerna penjelasan panjang lebar yang diucapkan oleh Ferdi. "O-oh ... aku mengerti."

"Nah ... gitu, dong! Jadi, lo sudah nembak dia belum?"

"Belum ... setelah jam istirahat saja."

"OK, sip. Good luck!"








To be continued . . .








1 Year With My Cutie Boy || Sanha ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang