"Ehem ... ada yang mojok pagi-pagi, nih."
Seorang gadis yang wajahnya tak asing tiba-tiba saja berdiri di dekat Sanha dan Nabila.
"Mesra amat, sih. Udah jadian, ya? Pajaknya dong!"
Sanha dan Nabila langsung menghentikan aktivitas sandar-bersandarnya. Mereka berdua salah tingkah.
"Apaan sih, Sin?!" Nabila langsung berdiri lalu berjalan meninggalkan Sinka dan juga Sanha.
"Lah ... lah ... pacarnya kok ditinggal?!" Sinka bingung dengan apa yang terjadi. Dia pun memandang Sanha yang masih duduk bengong di kursi taman itu. Berharap bahwa cowok tersebut akan memberikan jawaban.
"Aku ... juga ingin pergi sekarang." Sanha bangkit dari duduknya.
"Lah ... nih anak bedua kok malah ninggalin gue, sih?!"
Tak jauh dari Sinka, berdiri seorang laki-laki bermata biru. Dia melihat apa yang juga dilihat oleh Sinka. Terpancar tatapan tidak suka dari wajahnya.
***
"Nabila, do you want to go to the canteen with me?" Laki-laki dengan mata biru dan wajah khas orang Eropa itu mengajak Nabila ke kantin, sesaat setelah bel istirahat berbunyi.
"Errr ...." Nabila bingung ingin menjawab apa. Dia memang hendak ke kantin, tapi bukan dengan laki-laki itu. Sinka sedang dipanggil oleh pelatih Taekwondo. Sulit baginya untuk menghindar dan membuat alasan.
"Nabila, kamu mau menemaniku ke perpustakaan?" Laki-laki lain bertubuh jangkung dan berwajah imut makin membuat Nabila bingung.
Nabila terdiam. Dia menatap kedua laki-laki itu satu per satu. "Sorry. Gue pengen ketemu Kak Ve."
Nabila pergi meninggalkan mereka. Sementara itu, kedua laki-laki itu hanya bisa memasang wajah kecewa. Setelahnya, mereka saling bertatapan. Seakan saling memberi kode untuk segera menjauh dari Nabila.
Levi, cecunguk itu! Kenapa dia mengajak Nabila ke kantin?!
Sanha menatap Levi dari atas sampai bawah, lalu kembali lagi melihat wajahnya, sambil memasang tatapan tajam. Begitu pula yang dilakukan Levi.
Apa-apaan banci ini?! Dia mengajak Nabila ke perpustakaan? Dia ingin memamerkan kepintarannya?!
Kedua laki-laki itu kini saling menjauh. Mereka membalikkan tubuh mereka berlawanan arah. Yang satunya keluar kelas, dan yang satunya kembali ke kursinya semula.
15 menit pun telah berlalu. Nabila kembali lagi ke kelas. Dan kali ini bersama Sinka. Diiringi bel masuk yang baru saja berbunyi.
"Nabila, aku ingin bertanya sesuatu," tanya Sanha sesaat setelah Nabila melewati kursinya.
"Apa?"
Levi yang menyaksikan di kursi paling pojok belakang seakan merasa terancam. Ia langsung bergerak menghampiri Nabila yang berdiri di dekat Sanha duduk.
"Nabila!"
Nabila terkejut. Dia langsung menengok begitu ada seseorang yang memanggilnya.
Levi tiba-tiba sudah berdiri di sebelah Nabila.
"I wanna say something to you."Nabila mengerutkan dahinya. Itu pulalah yang dilakukan Sanha dan Sinka yang sejak tadi memang berada di dekatnya.
"Apa?"
Untuk kedua kalinya, Nabila mengatakan kata "apa". Namun, kata itu masih belum mendapatkan satu pun jawaban dari kedua laki-laki yang membuatnya semakin pusing.
"Nabila, dengarkan aku dulu bicara. Aku lebih dulu daripada dia," sergah Sanha tiba-tiba.
"No. Aku ingin mengatakan sesuatu yang special." Levi menyanggah.
"Errr ... gue—"
"ADA BU LILA!!!"
Anak-anak XI IPA 1 itu langsung menghambur menuju kursi masing-masing. Nabila yang masih berdiri itu terbawa arus hingga akhirnya kembali ke kursinya tanpa memedulikan persaingan antara Sanha dan Levi.
Guru yang masuk saat ini, Bu Lila, adalah guru ekonomi yang cukup galak bagi seantero sekolah itu. Setiap kali pertemuan selalu memberi PR. Ketika memberi nilai, tak pernah 100. Selalu saja 99. Katanya, kalau 100 itu nilai untuk anak SD. Anak SMA harus berbeda, tak bisa disamakan dengan anak SD. Jadi, kalau ada yang mendapat nilai 99 itu artinya setara dengan 100 meski kurang 1.
***
Nabila hari ini tak berangkat ke sekolah sendiri. Motornya dipakai oleh ibunya untuk suatu keperluan. Kini dia sedang menunggu ojek online yang akan dipesannya di depan pagar sekolah.
"Nabila, kamu mau ikut denganku?" Sanha tiba-tiba saja berada di sebelah Nabila. Nabila tak menyadarinya karena ia sibuk mengetik untuk memesan ojek online di ponselnya.
Nabila menatap mobil yang berada di sebelah Sanha. Kali ini, bukan Eunwoo lagi yang menjemputnya. Melainkan sopir pribadi.
"Kemana kakak lo?" tanya Nabila penasaran.
"Akan kujelaskan nanti. Sekarang kamu ikut saja denganku. Aku akan meminta sopirku untuk mengantarmu ke rumahmu."
Nabila berpikir sejenak. Karena sudah ada yang menawarkan gratis, kenapa dia harus menolaknya?
"OK. Makasih." Akhirnya Nabila setuju untuk pulang bersama Sanha.
Sementara itu, laki-laki bermotor sport yang menatap dari kejauhan berdecak kesal.
Ckk ... banci itu lagi? Sial. Aku terlambat.
***
"Sanha, seperti yang lo bilang tadi ... kakak lo ke mana?"
Nabila membuka keheningan. Dia dan Sanha yang duduk berdampingan di kursi belakang itu dilanda kecanggungan.
"Mereka semua sudah pulang ke Korea. Eunwoo-hyeong baru kemarin berangkat. MJ-hyeong, Bin-hyeong, dan Rocky-hyeong juga ikut bersamanya," jawab Sanha dengan pandangan sedikit tertunduk.
Nabila tak ingin membangkitkan kesedihan Sanha lagi. Dia hanya ingin melihat Sanha yang ceria seperti biasanya, dan yang terkadang juga membuatnya cukup kesal karena sifat menyebalkannya. Dia sedikit menyesal telah menanyakan pertanyaan itu.
"Sanha, lo mau gak jalan-jalan sore ini?"
Sanha menatap Nabila bersemangat. "Kita akan pergi ke mana?"
"Ke suatu tempat yang bisa bikin lo senyum lagi. Tempat yang bisa bikin kesedihan lo memudar."
Sanha tersenyum girang. "Baiklah. Aku akan ke sana bersamamu!"
To be continued. . .
KAMU SEDANG MEMBACA
1 Year With My Cutie Boy || Sanha ✔️
Fanfic[END] Nabila, seorang cewek yang mengaku menyukai cowok cool daripada cowok cute, tiba-tiba terus memikirkan seorang cowok pertukaran pelajar asal Korea Selatan bernama Sanha. Sanha adalah cowok terimut yang pernah ia temui. Bahkan, seisi s...