Chapter 1

185 9 0
                                    

Na Hyun punya riwayat penyakit PTSD (Post-traumatic stress disorder) sewaktu kecil. Itu membuatnya kesulitan berkomunikasi, membuka diri, dan tidurnya tidak nyenyak. Setelah menemui psikiatri, Na Hyun agak mendingan. Setidaknya begitu yang ditunjukkannya ke orang-orang, bahwa dia baik-baik saja dan proses penyembuhannya hampir selesai. Karena sudah cukup aneh bagi Na Hyun yang seorang anak berdarah Asia tinggal di Fairbanks, Alaska. Populasi orang asia di sini tidak banyak, lalu dengan kedatangan Na Hyun yang kerap mengunjungi psikiatri membuat teman-teman di sekolah punya banyak hal untuk disematkan pada namanya yang sulit mereka ucapkan. Na Hyun si kulit kuning yang sinting, iya memang sepanjang itu kok. Jadi Na Hyun melawan mereka dengan kehidupan Asia yang menjadi stereotip umum, yaitu anak Asia adalah anak jenius. Na Hyun belajar mati-matian, tidak, dia suka belajar karena dengan begitu dia tidak akan mengingat kejadian itu. Kejadian yang membuat mereka harus pindah ke Fairbanks.

Lagipula, sekarang jauh lebih baik. Na Hyun sudah berada di jenjang SMA. Tahun kedua.

Menghadiri pertandingan baseball si laki-laki populer di sekolah, menduking tim sekolah melawan tim sekolah rival sambil makan hotdog dan minum coke lalu menenteng banner bertulisankan kata-kata semangat untuk si batter paling macho, Leo Denver.

Tim lawan bersiap melemparkan bola, dan Leo mengeratkan pegangannya pada pemukulnya. Detik-detik yang menyiksa dengan tangan Genevieve mencengkram lengan Na Hyun karena anak laki-laki yang sudah dia dekati sejak bulan lalu itu sedang menghadapi babak terakhir penentu kemenangan sekolah mereka.

"Dia akan berhasil!" kata Na Hyun.

"Harus! OH! Lihat!"

Bola melaju ke depan, Leo mempelototinya dengan tajam lalu perlahan mengayunkan tongkat pemukulnya.

Suara keras benturan bola dan tongkat pemukul besi itu terdengar ke seluruh penjuru lapangan dan detik berikutnya Leo sudah lari sekuat tenaga mengelilingi tiap base.

Sorak suara penyemangat dari penonton memenuhi lapangan. Gen berdiri meneriaki nama Leo sekuat tenaganya.

"Kemarin Pak Pelatih bilang larinya sudah jauh lebih bagus dari tahun kemarin. Dia pasti bisa, kan?" Gen menatap Na Hyun khawatir, kemudian kembali pada lapangan.

"Gen, kau mengkhawatirkan yang tidak perlu," Clara membantu Na Hyun untuk menenangkan Gen.

Genevieve, Clara, dan Lydia adalah teman paling akrab Na Hyun. Mereka sudah kenal sejak SMP dulu. Na Hyun merasa dia dibantu sekali setelah kenal dengan mereka, anak-anak lokal di sini yang sudah tinggal selama tiga generasi. Hanya Clara dan dia yang baru di sini, Clara lebih dulu daripada dia karena keluarganya pindah dari New Orleans kemari dua puluh tahun silam. Sedangkan Na Hyun, dia tinggal di Alaska sudah hampir 13 tahun.

Tiba-tiba seluruh penonton di tribun berdiri bertepuk tangan. Na Hyun melihat ke layar skors dan tersenyum melihat tim sekolah mereka unggul. Gen sudah menuruni tangga hendak berlari mendatangi Leo. Na Hyun, Clara, dan Lydia menunggu di tribun karena mereka adalah tiga gadis jomblo. Harusnya Lydia tidak ikut mereka, tetapi karena minggu lalu dia putus dengan pacarnya jadinya Clara dan Na Hyun punya teman tambahan.

Begitu mereka berkumpul untuk memberi selamat pada anggota tim, Leo berteriak,"pesta di rumahku!" membuat semua anak sekolah mereka bersorak makin riang. Semua orang suka pesta.

Na Hyun melihat dari samping tribun seorang anak laki-laki dengan jaket cokelat dan celana jins lusuh tengah meninggalkan lapangan. Na Hyun berpamitan dengan temannya dan segera lari mengejar laki-laki tadi. Dia adalah Joe Clark. Anak paling canggung di sekolah hingga membuatnya jadi penyendiri, tetapi jika orang bertanya kepada Na Hyun kenapa dia bisa dekat dengan orang seperti itu, maka Na Hyun akan bilang, Joe sama sekali tidak canggung. "Harusnya kau bilang kalau ingin menonton juga, kita bisa berangkat bersama," kata Na Hyun sambil menepuk punggung Joe dan berjalan di sampingnya.

THE WINTER | JEON WONWOOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang