WG - Tiga Puluh Empat

37 17 17
                                    

Setelah memberikan ASI pertama dengan lancar, kini ia sedang beristirahat walau hanya berbaring di atas kasur. Mendengarkan beberapa nasihat ibunya untuk merawat sang bayi. Omong-omong, Ivy sangat cantik ketika pertama kali ia melihatnya. Kulitnya terlihat lembut dan kulitnya putih, sedikit merah di pipinya.

Jika ditanya bagaimana perasaan Almira saat melihatnya, tentu ia sangat bahagia. Almira bahkan tanpa sadar menangis. Perjuangannya ketika melahirkan Ivy adalah pengalaman yang benar-benar luar biasa.

Yang menjadi pertanyaan Almira sekarang ketika matanya melihat keluarga serta temannya adalah … di mana Kihyun? Bukankah ketika persalinan berlangsung dia menemani Almira? Lantas kemana ia sekarang?

Bukan, bukannya ia peduli. Almira hanya ingin menuruti saran dari lelaki itu. Melepaskan sedikit kekesalan dan segala rasa penasarannya akan keberadaan Kihyun. Almira sudah menyimpannya beberapa jam yang lalu.

Rin menjelaskan tanpa diminta bahwa Kihyun langsung pergi setelah Almira selesai melahirkan. Benar-benar hanya menemaninya di ruang persalinan lalu setelah itu pergi. Sungguh menjengkelkan.

Sementara ibunya pergi karena beberapa urusan, Rin pun segera menghilang dari hadapannya karena sibuk mengabari Changsub yang sejak tadi ingin tahu kabar Almira. Ah, Bill sedang makan. Kasihan sejak semalam tidak mengisi perutnya.

Almira dengan lemas meminta seorang perawat untuk mengambil ponselnya, kebetulan ia melihatnya ketika sedang mengecek pasien di sebelahnya. Tangan Almira dengan lemas bersiap menelpon Kihyun, untuk menanyakan dan bicara beberapa hal.

“Hanya saya yang sadar, dan rasanya sudah sangat penasaran,” kata perawat itu membuat Almira mengalihkan atensinya sebentar dari ponsel. Rautnya tak enak ketika menatap Almira. “apa semalam itu … Yoo Kihyun? Salah satu idol di Seoul.”

Almira menelan ludahnya gugup, sudah ia duga sebelumnya. Keberadaan Kihyun bisa saja hanya membawanya kepada kejadian di masa lalu, di mana mungkin beberapa orang yang melihat mereka semalam akan menghakiminya.

Menatapnya rendah.

Dan membuat Almira nyaris gila.

Perawat itu tersenyum sambil berkata, “Saya tidak akan mengatakan hal ini pada orang lain. Nyatanya tidak ada yang benar-benar mengenal lelaki itu ketika ke sini.”

“Ah, dia memang masih harus bekerja keras supaya lebih dikenal banyak orang,” sahut Almira karena bingung harus bicara apa. Perawat itu lantas memegang tangannya lembut dan mengangguk.

“Semalam saya sadar akan satu hal …” ucapnya lirih dan pelan. “… dia memang ayah dari anak yang kau perjuangkan.”

Tanpa sadar mata Almira sudah berkaca-kaca, perawat itu langsung gelagapan karena kaget dan merasa sudah lancang. Nyatanya bukan soal fakta Kihyun yang membuatnya ingin menangis, tapi karena perawat itu tidak seperti kebanyakan orang yang menghakiminya saat ia berurusan dengan Kihyun.

Betapa jahatnya Almira, dulu pernah merasa bahwa manusia di bumi ini begitu kejam dan tak bisa dipercaya. Kini Almira tak merasa demikian, perawat itu menjadi salah satu bukti bahwa di dunia ini orang-orang yang berhati baik belumlah punah.

“Terim kasih.”

Setelah meninggalkan ruangan, Almira sejenak menenangkan diri dari emosi yang tiba-tiba saja datang. Selanjutnya ia kembali meneruskan niat yang tertunda, yaitu menelpon Kihyun.

Nada sambung ketiga baru diangkatnya dengan suara yang menunjukkan bahwa lelaki ini kelelahan. “Halo?”

“Kau di mana?” tanya Almira tanpa basa-basi. Kihyun menjawab bahwa ia sedang dalam perjalanan menuju Seoul, tak lupa bertanya alasannya menelpon. Almira tanpa segan langsung menanyakan kehadirannya semalam.

Kihyun tentu saja bingung harus menjawab apa. Pasalnya rasa peduli dan khawatirnya semalam mendadak menjadi satu, ia bak orang kesetanan ke rumah sakit. Almira peka akan hal itu, hanya saja ia egois untuk saat ini dan tetap menunggu jawabannya.

Aku … hanya ditelpon Rin.”

“Oh.”

“…”

“Terima kasih,” ucap Almira berbanding terbalik dengan apa yang Kihyun duga. Padahal ia kira Almira akan memarahinya atau bahkan memakinya karena kelancangan Kihyun. Dia bukanlah siapa-siapa Almira lagi, tapi dengan tak tahu dirinya ikut menemani wanita itu melahirkan.

Belum sempat bertanya akan maksudnya, Almira langsung melanjutkan kalimatnya.

“Sudah mau menemaniku. Karena semalam aku benar-benar takut.” Kihyun mengangguk dan bergumam pelan sebagai sahutan. “Hanya itu. Jaga dirimu baik-baik, istirahatlah yang cukup.”

Kau juga.”

Dan tanpa obrolan yang panjang, Almira mematikan panggilannya. Dia tak tahu bahwa Kihyun baru saja berbohong, hal itu dipergoki ibu Almira yang ingin menengok sang cucu.

Iya, Kihyun sedang ada di depan ruangan di mana para bayi tertidur lelap setelah dilahirkan. Memandangi anaknya dengan tatapan sendu, ingin sekali menyentuhnya walau hasrat itu ia pendam dalam-dalam. Dia tidak dalam perjalanan menuju Seoul.

“Temui saja sekali,” ujarnya menyapa. Kihyun tersentak dan membungkuk sopan karena Yuh Jung sudah ada di sampingnya tanpa ia sadari. “aku mengizinkanmu. Ini pertama dan yang terakhir kalinya.”

Hati Kihyun benar-benar bahagia sekaligus sakit mendengarnya. Kalimat Yuh Jung menjadi penegasan bahwa ia takkan bertemu dengan Ivy di masa depan. Namun begitu ia mengangguk antusias dan menunggu dengan dada berdebar.

Setelah Yuh Jung bicara dengan perawat, akhirnya Kihyun berkesempatan untuk melihat Ivy dari dekat. Bahkan menggendongnya dengan bantuan perawat di sana.

Sungguh, ia benar-benar tak bisa mendeskripsikan perasaannya sekarang. Tubuh Kihyun bergetar hebat saat Ivy ada di dalam gendongannya. Setumpuk penyesalan menyerangnya tanpa ampun, membiarkannya menangis di depan anaknya sendiri.

Mianhae …” Hanya itu kalimat yang meluncur dari mulutnya sebelum ia mengecup singkat Ivy yang tetap damai dalam tidurnya. Ivy hanya merespons sebentar dengan gerakannya, mungkin merasakan apa yang coba Kihyun sampaikan.

Setelah dengan kadar ikhlas yang sangat tipis ia menyerahkan bayinya kepada perawat, Kihyun berjalan gontai ke luar ruangan. Menatap Yuh Jung dengan berbagai penyelasan, karena ia selalu begitu ketika bertemu tatap dengan ibu mantan kekasihnya.

“Pulanglah, kau harus istirahat. Terima kasih sudah mau datang dan disusahkan.” Kihyun menggeleng, merasa ucapan Yuh Jung terlalu merendah untuknya. “Semoga kita bisa bahagia di jalan masing-masing.”

“Iya. Terima kasih juga sudah membiarkanku ke sini.” Yuh Jung mengangguk sambil tersenyum tipis, lalu memperhatikan punggung Kihyun yang perlahan menjauhinya. Pergi dari rumah sakit dengan perasaan berat.

Ya, karena dia baru saja menyaksikan perjuangan orang tercinta serta bayi yang merupakan darah dagingnya lahir dengan selamat. Entah harus menyesal atau bagaimana, Kihyun hanya merasa sekarang ia benar-benar ingin terkubur di dalam tanah.

Kihyun berbalik menatap gedung rumah sakit ketika kakinya hampir sampai di depan gerbang, menghela napas berat di balik maskernya.

Setelah ini … setelah ia keluar dari rumah sakit … Yoo Kihyun resmi menjadi orang lain bagi Almira dan anaknya. Semesta menjadi saksi … bahwa ia berusaha untuk takkan menemui kedua perempuan yang benar-benar dicintainya.

“Ya, memang harus begini,” ujarnya pelan sambil kembali meneruskan langkahnya. Pergi dari rumah sakit dan kehidupan Lee Almira.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Winter's GiftTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang