Almira dan Inha beserta anak-anak kini menumpang di mobil Rin untuk pulang. Naik kereta bukan ide yang baik karena pasti banyak penumpangnya di musim gugur begini. Tepatnya adalah waktu di mana orang-orang akan ke luar dan menyaksikannya.
Rin megerutkan kening, masih aneh dengan Almira yang sepertinya memikirkan sesuatu sejak mereka keluar dari hotel beberapa jam yang lalu. Namun keanehannya buyar ketika Almira mendapat telpon dari Changsub.
“Halo?”
“Halo, Al! Apa kabar? Apakah anakku sehat?” tanyanya seperti biasa. Almira hanya terkekeh mendengarnya dan menjawab seadanya. “Kudengar dari Rin kau sedang bersenang-senang.”
“Benarkah?” tanya Almira memelan. Ia memikirkan apa yang dilakukannya dua hari ini sampai Changsub dan Rin menyimpulkan harinya menyenangkan? Menonton musim gugur? Semua orang bisa melakukannya, dan itu bukan sesuatu yang sangat menyenangkan sampai Almira tak ingin pulang.
Selebihnya hanya soal Kihyun. Apa itu bisa disebut waktu yang menyenangkan?
Mungkin logikanya akan menolak, tapi perasaannya tidak demikian. Pertemuan keduanya yang Almira prediksi hanya akan terjadi adu mulut dan perdebatan tak berguna, dua hari ini tidak begitu. Jika dipikir-pikir, mereka persis seperti saat di mana masih menjalin hubungan. Walau bedanya ada kecanggungan dan perasaan keduanya tidak begitu baik.
Pernyataan Kihyun yang tak berubah membuat Almira mulai bertanya-tanya kesungguhannya. Benarkah pemuda itu benar-benar mencintainya? Bagaimana bisa? Seharusnya dia bisa mencari perempuan yang lebih daripada Almira, kan? Atau mungkin dia bisa sukses dulu seperti alasannya ketika menolak untuk menjadi ayah bagi bayinya.
Kihyun. Yoo Kihyun. Kenapa dia membuat Almira benar-benar kebingungan?
“Hei, kenapa tidak bicara?” tanya Changsub membuyarkan lamunannya. Almira terkekeh dan meminta maaf sambil bertanya ada apa. Changsub sendiri mempertanyakan kenapa Almira sedikit sulit dihubungi sebelumnya, tapi dia mengelak dengan alasan sibuk bekerja.
Cukup lama mereka terdiam, sampai akhirnya Almira bertanya, “Kau masih menyukaiku?”
Changsub tak menjawab, yang terdengar hanya helaan napasnya. Selama ini ia memang menerima semua kebaikan dan perhatian yang Changsub berikan, tapi untuk menyukainya ia belum tahu. Almira benar-benar menutup diri dari lelaki.
“Kenapa memangnya? Kalau aku masih menyukaimu, kau mau hidup bersamaku?” Pertanyaan Changsub terdengar kolot baginya. Seakan-akan mereka akan menikah dan hidup bahagia setelahnya, melupakan status mereka yang bisa kembali mengguncang Korea.
“Berhentilah,” ucap Almira lirih, mengundang perhatian Rin yang duduk di sampingnya sambil mengemudi. “aku takkan bisa membalas perasaanmu?”
“Wae?” tanyanya. “Kau benar-benar takkan mencari ayah untuk anakmu nanti?”
Almira menggeleng, bukan itu maksudnya. Almira memang tak berniat untuk mencari pendamping, rasanya memuakkan karena dibodohi oleh yang namanya cinta. Tapi dia tak bisa mengelak, kalau suatu hari nanti dia pasti akan berurusan dengan yang namanya lelaki.
Entah menikah, atau menikahkan anaknya. Almira sudah tahu jenis kelamin anaknya, dan ia tak ingin kejadian yang menimpanya sekarang terjadi atau berefek padanya kelak. Jadi mau tak mau Almira benar-benar akan berhubungan dengan lelaki.
“Aku hanya ingin kau bahagia dengan perempuan lain.” Jawaban Almira membuat Changsub tersenyum tipis. Sebenarnya ia sudah tahu kalau rasa sukanya takkan dibalas baik oleh Almira. Oleh karena itu dia mencoba menekan perasaan itu agar tidak menjadi besar.
“Bukan karena Kihyun?” tanya Changsub membuat Almira mengulum bibirnya. Untuk pertanyaan yang sudah jelas jawabannya itu, ia malah bingung sekarang. “Biar bagaimanapun dia lelaki baik selain karena dia tak mau bertanggung jawab. Aku dengar, dia ke sana. Kau bertemu dengannya?”
“Aku tutup.” Almira memutus panggilan secara sepihak tanpa salam yang sopan, apalagi pada seseorang yang selalu mengiriminya uang.
Di saat lampu merah menyala, Rin membuka ponselnya dan memperlihatkan pada Almira. Ada sebuah pesan dari Hyungwon yang mengatakan bahwa Kihyun ingin bertemu dengannya lagi nanti. Sebenarnya pesan itu didominasi berbagai macam umpatan kekesalan Hyungwon karena Kihyun sudah mulai berani mengganggu Almira hanya karena kemarin memberi lampu hijau.
Almira mengabaikannya, ia lebih memilih menatap jalanan yang penuh dengan berbagai jenis kendaraan. Tak lama ponselnya bergetar, ada pesan masuk dari seseorang.
Yoo Kihyun.
[Ayo bertemu lagi nanti.]
***
Setelah ia sampai di rumah, ibunya menyambut dengan raut senang karena Almira kembali dari acara mainnya. Ia bahkan menanyakan banyak hal supaya tahu apakah anaknya ini menikmati acara itu atau tidak.
Almira menjawab seadanya, Yuh Jung menangkap mungkin Almira lelah. Bukan karena ada masalah lain yang sedang dipikirkannya. Toh dia masih bisa menyempatkan tersenyum walau sebentar. Perlahan ia melirik sebuah bingkisan di atas meja, ragu mengatakannya pada sang anak.
“Ini punya siapa?” tanya Almira lebih dulu menyadari bingkisan itu. Di dalamnya ada beberapa susu ibu hamil dan makanan ringan. Di bingkisan lain ada beberapa bahan untuk bayi seperti; bedak bayi, minyak telon, bahkan sampai popoknya.
“Itu untukmu …” jawab Yuh Jung mendekat. “… dari Kihyun sebelum ia pulang ke Seoul. Sepertinya dia ada urusan di Daegu.”
Almira membuang muka, berkacak pinggang dan menghela napas lelah. Kihyun itu benar-benar tak tahu malu, diberi lampu hijau sebentar langsung berlaku kurang ajar. Begitu pikir Almira.
“Berikan saja ke tetangga kita yang punya bayi,” ucap Almira masuk ke dalam kamarnya. Tidak, dia bukannya tidak mau menerima barang itu. Hanya saja itu membuat Almira akan terus mengingatnya. Menolak lebih baik daripada menerima, walau ia membutuhkan semua barang itu. “sebentar lagi.”
Almira menidurkan dirinya, menatap langit-langit kamar sambil tersenyum getir.
“Sebentar lagi kau lahir ke dunia.” Dia mengelus perutnya lembut, dadanya menyusul memberikan debaran yang sangat kencang. Entah bukti tak sabar, atau bukti ketakutan. “Kita bisa hidup tanpanya, sayang. Kita bisa.”
Tak lama air matanya mengalir pelan, tanpa ada isakan.
“Eomma juga sudah lama hidup tanpa ayah, kau takkan merasa kesepian,” lanjutnya sambil mengusap air mata itu. “kau takkan kesepian.”
Yuh Jung pikir Almira tersinggung dengan pemberian Kihyun, bisa saja ia merasa mantan kekasihnya sedang menghina Almira dengan memberikan barang-barang khusus bayi. Jadi ia tak banyak bicara dan memberikannya pada tetangga yang punya bayi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Winter's Gift
Fiksi PenggemarDinginnya udara di akhir tahun mungkin tidak akan bisa mengalahkan tatapanmu kala itu. Pekatnya bau darah akibat luka yang tercipta pun masih seakan menyapa. Musim dingin nan indah itu menjadi benang kusut yang hingga kini enggan kurapikan. Sayang...