39. Kehilangan (b)

48 6 0
                                    

Anggia masuk ke dalam ruangan Angga. Anggia melihat Angga dipenuhi dengan perban yang dibalut dikepalanya, dipenuhi dengan selang-selang oksigen. Anggia merasa sangat sedih melihat kondisi Angga yang sangat lemah, Anggia mengelus rambut Angga dengan lembut.

"Cepet sembuh Ga, gue ga mau lo kayak gini, gue merasa kehilangan lo. Kalo lo ga ada, siapa yang akan lindungi gue, Mama, ayoo lewati masa koma lo." ucap Anggia sambil menangis.

Dua hari berlalu, Anggia menemani Angga di Rumah Sakit, ia sampai lupa untuk kuliah. Tapi, Anggia tidak memikirkan kuliahnya, ia hanya memikirkan kesembuhan Angga.

"Assalamualaikum..!!" Arsya masuk ke dalam ruangan membawa beberapa buah-buahan.

"Waalaikumsalam!" jawab Anggia lemah.

"Gimana kondisi Angga? Udah ada kemajuan belum?" tanya Arsya yang duduk disamping Anggia.

Anggia menggeleng lemah, matanya sembab, karena menangis seharian.

"Dia masih koma, gue berasa bersalah banget!" ucap Anggia mulai nangis.

"Ssttt...!! Bukan salah lo, jangan nyalain diri sendiri!" sahut Arsya menatap Anggia dekat.

Anggia memegang erat tangan Angga, ia sangat takut kehilangan Angga. Air matanya terus mengalir deras dipipinya, sampai tangan Angga basah. Anggia menaruhkan tangan Angga dipipinya, sambil menahan isak tangisnya.

Tiba-tiba salah satu jari Angga bergerak, Anggia kaget bercampur senang, Angga sudah mulai sadar dari komanya.

"Angga, Arsyaaa Angga sadar!!" ucap Anggia senang.

Angga perlahan membuka matanya, menatap Anggia dan Arsya secara bergantian. Angga berusaha berbicara dengan terbata-bata.

"Fe-bri ma-na Gia?!" tanya Angga pelan.

"Febri pergi Ga, dia di Perancis, udah jangan pikirin dia. Lo harus sembuh,!" sanggah Anggia ia sangat tidak suka dengan sikap Febri.

"Gue pengen jumpa dia, tapi kalo ga bisa, video call aja bisa, kan.?"

Anggia tidak tega melihat Angga yang memohon untuk menemui Febri. Anggia mengiyakan permintaan Angga, Anggia membuka whatsapp nya dan memulai video call. Tapi, tidak diangkat Febri, Anggia kesal karena dari kemarin Febri tidak ada kabar.

"Ga diangkat sama Febri," ujar Anggia lemah.

Menarik napas berat. "Kalo jumpa Febri, tolong, gue cuma mau minta maaf sama dia dan gue sayang sama dia."

Diam sejenak.

"Arsya, gue percaya sama lo. Lo jagain Anggia, jangan pernah nyakitin dia lagi, jangan pernah buat dia nangis.!" sambungnya, Angga menatap Arsya penuh harap.

"Gue janji!" jawab Arsya tersenyum.

"Gia, berubah lah, jadi wanita yang dewasa, gue sayang sama lo. Jangan nangis, hei adik kecil" tutur Angga lembut sambil memegang tangan Anggia.

Anggia tak kuasa menahan tangisnya, ia ga mau ditinggal pergi oleh Angga.

Angga menarik napas dalam-dalam, perlahan matanya mulai tertutup, Anggia kaget ia memanggil-manggil nama Angga.

"Anggaaa lo kenapa... Angga bangunnn.. Anggaaaaaa!!!" jerit Anggia sambil menggoyang-goyang badan Angga.

Anggia menepuk-nepuk pelan pipi Angga, air matanya terus mengalir deras dipipinya, tidak peduli dengan siapa ia berhadapan.

Arsya langsung menjerit memanggil dokter, dokter pun datang dengan tergesa-gesa, menyuruh Anggia dan Arsya keluar dari ruangan. Tapi, Anggia tidak mau keluar, ia tetap berada didalam.

Friendship Journey [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang