29. Masa kecil Asha

318 17 0
                                    

Asha tergeletak tak berdaya di ranjang rumah sakit di ruang UGD, dia sedang sekarat saat ini. Kata dokter, dia terkena pendarahan di kepala bagian kirinya, karna terbentur tangga saat kejadian tadi.
Vania dan Tio hanya memandang sayu di luar ruangan, sedangkan mama Asha, dia sedamg menangis terus karna sangat khawatir dengan anaknya ini.
"Natasha... kenapa kamu yang selalu menimpa semua ini?, kenapa aku tak bisa merasakan sepertimu?. Seharusnya aku bisa merasakan apa yang kamu rasakan Sha. Asha cepet sembuh ya. Lo kuat Sha!", gumam si Vania di dalam hati, tak sengaja... Vania juga meneteskan air matanya!.

"Kita harus kuat Van. Jangan kayak gini, Asha kan masih hidup!", ucap si Tio kepada Vania. Vania hanya mengangguk pelan dan mengusap air matanya, lalu duduk kembali di bangku rumah sakit itu.
Tak lama kemudian, dokter yang ada di ruang UGD itu langsung keluar dan memberitahukan kabar Asha.
"Saudara Zari Ghozali. Putri bapak terjadi pendarahan, sebaiknya segera di oprasi. Kalau bisa, besok pihak rumah sakit akan cepat menangani semua ini. Bapak dan ibu tetap berdoa ya, semoga oprasi nya lancar", jelas pak dokter itu. "Ii-iya", sahut si Zari dengan pelan.
Sedangakn mamah Asha, si Adhela. Dia masih saja menangis.
Vania yang tak sanggup melihat sahabatnya sekarat seperti itu. Dia langsung pergi ke arah masjid rumah sakit begitu juga dengan Tio. Vania beribadah, memohon kepada tuhan yang maha kuasa, agar si Asha segera di sembuhkan dari sakitnya saat ini.

"Ya allah... cobaan apa yang engkau berikan kepada sahabatku ya allah?. Kenapa harus sahabatku terus yang mengalami penderitaan semua ini?. Kenapa aku sebagai sahabat merasa kurang baik untuknya. Aku tidak bisa merasakan rasa sakit yang di alami Natasha. Ya allah, cepat sembuhkan Natasha... sadarkan dia ya allah", doa si Vania di dalam hati dengan air matanya yang terus menetes.

Beberapa jam kemudian Vania keluar dari masjid dan berjalan ke arah taman rumah sakit. Dia beristirahat sejenak, melihat jam sudah pukul 8 malam, Vania hanya mendengus pelan. Rasanya dia malas sekali untuk pulang ke rumahnya. Begitu juga dengan Tio, dia hanya memandang kosong ke arah depan. Tak ada senyuman yang terukir di wajahnya.
"Van", panggil si Tio.
"Mm?", sahut Vania singkat.
"Natasha... waktu masih kecil dia itu kayak apa sih?", tanya si Tio yang tersenyum kecil.
"Dia?. Hmm, Natasha itu periang, anaknya gak manja, tapi dia tu cengeng banget. Aku nginjek segerombol semut aja dia langsung nangis. Asha tu baik banget sama temen-temennya, pernah sampe dia di manfaatin, tapi si Asha tetep gak peduli. Dia tetep nganggep teman-temannya adalah cahaya dan warna di hidupnya. Asha itu penyayang, orangnya selow. Gak suka ngurusin masalah, Asha kalo lagi sedih, dia lebih suka main musik di ruang musiknya. Apalagi dulu kalo lagi di ajarin piano, lucu banget. Gak mau di ajarin, katanya... 'Caca udah bisa sendiri' hahaha", jelas si Vania menceritakan semuanya kepda Tio dengan tawa kecilnya.

"Yeh?, pantes dong.. sampe sekarang kaya gitu", sahut Tio mulai tersenyum lebar.
"Apalagi kalo ada temennya minta jajannya, dia malah langsung beliin jajan buat temennya. Asha itu punya hati malaikat, dia mirip banget kayak ibunya. Walaupun begitu, Asha itu masih kayak anak kecil sih. Tapi, bagiku... dia itu malaikat tak bersayap. Selalu baik, sangat baik. Sekali dia membuat kesalahan, dia selalu merengek untuk meminta maaf. Ya, setau aku begitu", jelas si Vania dengan senyuman manisnya.

"Lo beruntung lhoh, dapet pacar kayak Asha. Jangan di tinggalin ya bro. Kasihan, kasih sayang perempuan itu gak main-main lho", celetuk si Vania yang membuat Tio terkekeh pelan.
"Lo pikir gue cowok kardus apah?", ucap Tio mulai tertawa.
"Ya nggak sih. Hahaha", sahut si Vania.

Vania terdiam sekejap, lalu ia bertanya sesuatu ke Tio.
"Yo, gue mau tanya. Zira itu siapa?", celetuk si Vania yang membuat Tio seketika telinganya memanas karna dengar nama itu. "Hh, cabe nya SMAN Dirgata. Udah banyak korbannya. Dia centil banget ke gue, Zira pernah buat Asha nangis waktu itu. Tapi, gue sama sekali gak ngurusin tu orang. Males banget, jijik", ucap Tio yang tersenyum sinis.
"Separah itu kah?", tanya Vania mulai penasaran. "Ratunya gosip. Ratunya tawuran cewek se SMA gue", jelas si Tio yang membuat Vania terbelalak tak percaya.
"Jadi ini...", ucap Vania yang menyodorkan ponselnya ke arah Tio. "Zira bikin postingan kayak gini. Gue pikir... Zira kayaknya iri deh", ucap Vania merasa curiga.

"Mulai lagi?!", kaget si Tio yang membaca setiap komentar-komentar itu.
Tio mulai mendengus nafasnya dengan kasar. Semua ini akan lebih sulit sekali!, bakalan rumit!.
"Gimana caranya ya?", ucap si Vania.
Tio menatap kesal ke arah depan, rahangnya mengeras, sesekali ia mengusap gusar wajahnya. "Lo kenapa sih?", celetuk Vania menanyakan Tio. "Ngadepin si Zira itu susah banget!. Apalagi kalo di gabung sama temen-temennya!. Gue juga udah bosen berurusan sama mereka!. Sumpah!, bakal capek!", sahutnya dengan nada yang naik 1 oktaf.
"Gawat... jadi... yang gue pikir, berarti beneer", gumam Vania mulai curiga lagi.

Setelah beberapa menit mereka berbicara soal Zira. Mereka langsung pergi ke ruang tunggu UGD lagi.
"Lhoh?, kalian belum pulang?. Bukannya besok sekolah?", tanya ayah Natasha kepada Vania dan Tio. "Hehe iya om, kami mending nunggu Asha aja di sini, sampai oprasi besok", ucap si Vania.
"Vania... apa kamu gak di cariin sama oma kamu?. Nanti kamu di marahin lhoh", ucap mamahnya Asha. "Engga tante, Vania udah izin kok. Lagipun... besok sekolah bakal jam kos dan paling bakal di bubarin", ucap Vania dengan sopan.
"Lah?, kamu... temennya Asha juga ya?", tanya mamah Asha kepada Tio.
Tio langsung membungkukkan punggungnya dengan sopan dan menjawab pertanyaan mamahnya Asha.
"Yee, tante, om. Si Tio ini pacar barunya Asha!, makannya dia gak mau pulang-pulang", jelas si Vania yang membuat Tio semakin malu. Sedangkan kedua orang tua Asha, mereka hanya tertawa pelan karna cerita si Vania.
"Ya, maaf tante, om... saya sama Vania minta izin buat jagain Asha sampai besok", ucap si Tio dengan sopan.
"Gak usah, nanti malah ngerepotin", sahut mamah Asha. "Gak papa tant, Tio mah gitu. Saking cintanya gak mau pulang dia", bisik si Vania ke arah Adhela. Adhela hanya tertawa pelan karna ungkapan si Vania. Sedangkan Zari si papah Asha, dan Tio. Mereka berdua hanya mengernyitkan dahinya karna penasaran apa yang di bisikkan oleh Vania!. Ahahaha.

Natasha The Indigo Angel Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang