Ipang cepat-cepat bangun dari posisinya. Ia terlihat gugup, terlihat wajah Ima yang memerah.
"Maa...maaf..ya Ima.."
"Iya..gak papa.."
"Udah..yuk..kita pulang...gue sudah lapar"
Mereka pulang ke Vila dengan berjalan beriringan. Tak ada sepatah kata yang terucap dari bibir mereka.
Tanpa Ipang ketahui, ada rasa yang lain di hati Ima. Namun ia berusaha menepisnya karena cintanya masih terikat untuk Alm.Yudi.
~
Ketika mereka sampai, pembantu sudah menyiapkan makan siang mereka."Makan yang banyak ya..Ima..supaya kamu sehat kembali"
Ima mengangguk, entah mengapa ada rasa bahagia ketika ia mendapat perhatian dari Ipang.
Ketika makan diam-diam ia memperhatikan wajah Ipang, ternyata Ipang tampan juga. Entah kenapa ia baru menyadarinya, atau karena mereka bersahabat sejak dulu, maka ia merasa biasa saja dengan kehadiran Ipang.
Kadang timbul pertanyaan di hati Ima, diantara teman-temannya hanya Ipang lah yang belum menikah. Ia sering menanyakan hal tersebut dan hanya dibalas Ipang dengan senyuman. Ima teringat dulu ketika ia sedang dalam masalah, Ipang bersedia berkorban akan menikahinya. Mengingat hal tersebut Ima berpikir Ipang melakukan hal tersebut hanya atas dasar kasihan.
~
Sore itu Ima duduk di taman belakang Vila, terlihat dari kejauhan gunung yang jadi kebanggaan para pendaki tersebut. Terbersit keinginannya untuk kembali mendaki seperti dahulu. Suatu kebanggaan yang tak dapat dilukiskan dengan kata-kata apabila dapat menggapai puncaknya dengan usaha sendiri.
Ipang mendekati Ima yang sedang duduk. Ada rasa yang tak dapat diungkapkan, yang membuat ia selalu ingin berdekatan dengan Ima. Ipang duduk disamping Ima, namun Ima terlihat sedang melamun sehingga tak menyadari kehadirannya.
"Ima...lagi ngapain..? Ngelamun?"
"Ohh..Ipang..enggak Pang.."
"Dari tadi kok diam saja.."
"Mmhhh...aku pengen banget mendaki lagi Pang..."
"Iyaa..kalau kamu sudah sehat.."
"Tapi, aku sudah sehat Pang...aku ingin menikmati duniaku..berpetualang seperti dulu lagi"
Ipang terdiam mendengar perkataa Ima, semilir angin memainkan rambut Ima, sehingga rambutnya terlihat berantakan. Tiba-tiba tangan Ipang reflek membetulkan rambut Ima.
Ima kaget dengan tindakan Ipang tersebut. Ia hanya bisa menatap Ipang. Ipang pun spontan melepas tangannya. Ia tertunduk, sedangkan Ima tersipu. Dada Ima terasa berdebar keras.
"Pang, aku ke dalam dulu ya..udah sore banget..udaranya tambah dingin"
Ima berusaha menutupi perasaannya dengan menghindari Ipang.
"Iya..kamu duluan..aku mau duduk disini dulu"
Ima berlalu dari hadapan Ipang. Ipang merasakan bahwa ia tak dapat lagi menyembunyikan perasaan ini, ia tak dapat menahan siksaan rasa cinta yang terus dipendamnya. Ia harus mengatakannya pada Ima, apapun resikonya ia siap. Jikalau nantinya Ima menolaknya. Ia merasa ia sudah cukup umur untuk berumah tangga. Oleh karena itu ia bertekad untuk melamar Ima.
Perasaan tersebut berkecamuk dalam hati Ipang, ia teringat seandainya ia lebih dulu menyatakan perasaannya sebelum Yudi datang dalam hidup Ima mungkin jalan hidupnya tidak seperti ini. Namun, Ipang yang dulu merupakan Ipang yang pemalu, ia sudah sering berusaha untuk mengumpulkan keberaniannya untuk menyatakan cinta pada Ima, tapi itu tak pernah terjadi. Sekarang ini ia harus berani mengungkapkannya. Apapun resikonya.