Jam 10 malam Ima sampai di puncak gunung. Ia segera mendirikan tenda untuk beristirahat, dan menunggu fajar. Teman-teman pendaki lain sudah merencanakan akan melakukan upacara kemerdekaan menjelang pagi hari pada saat terbitnya matahari.
Ima merebahkan dirinya, samar-samar terdengar beberapa pendaki yang mengisi waktu dengan bermain gitar dan duduk-duduk sambil bikin kopi, mereka biasanya kaum pria yang tahan bergadang.
Ima mencoba memejamkan matanya, namun bayangan Ipang terus mengusiknya. Entah mengapa ia merasa rindu dengan Ipang, padahal baru satu hari ia terpisah dengan Ipang, apakah ia telah jatuh cinta dengan Ipang, yang merupakan sahabatnya sendiri.
Akhirnya Ima jatuh terlelap, dalam mimpinya ia merasa kembali bertemu dengan Yudi dan ada satu sosok pria bersamanya yaitu Ipang. Yudi menyentuh tangan Ima kemudian ia menyatukannya dengan tangan Ipang. Yudi tersenyum melihat keduanya. Ima ingin mengatakan sesuatu namun lidahnya terasa kelu, ia hanya dapat melihat Yudi yang pergi menjauh dan meninggalkan dengan Ipang.
Ima berusaha memanggil Yudi, namun ia tak bisa. Akhirnya ia hanya bisa menggapai-gapaikan tangannya berusaha mencegah Yudi yang pergi.
~
Ima terkejut, tenyata ia bermimpi, mimpi yang terasa amat nyata. Ini kali kedua ia memimpikan Yudi dan Ipang secara bersama-sama. Ima terbangun, perutnya terasa lapar. Memang sebelum tidur tadi ia belum sempat makan apa-apa, ia merasa kelelahan dan mengantuk. Ima melirik jam tangannya sudah jam 3 subuh. Ia merogoh tasnya, akhirnya ia menemukan roti yang ia bawa dari rumah. Ima membawa roti dan sebotol air mineral, ia melihat sekelilingnya masih ada beberapa pendaki yang tidak tidur. Ima merapatkan jaketnya dan topi kupluknya, ia mengenakan sepatunya, udara terasa semakin dingin. Rencananya ia akan duduk di bangku yang tersedia di puncak tersebut. Bangku itu memang dibuat oleh para pendaki, yang biasanya digunakan oleh mereka untuk menunggu matahari terbit.
Ima melangkah menuju bangku tersebut. Ia tak memperdulikan udara yang dingin. Kembali ia melamun dan teringat dengan Ipang, ia mengingat semua yang dilakukan Ipang untuknya. Ipang memang sangat baik padanya. Ia merasa perhatian Ipang padanya memang sangat berlebihan.
Ima termangu, bayangan wajah Ipang berseliweran di otaknya. Jantungnya berdenyut ketika ia mengingat wajah Ipang.
Ketika ia melamunkan Ipang, tiba-tiba ada seseorang yang menyelimutinya dari belakang.
"Apa gak dingin di sini sendirian...?"
Ima sangat terkejut mendengar suara itu. Itu adalah suara laki-laki yang dilamunkannya, yaitu Ipang.
"Aku duduk di sini ya..."
"Ipang..kamu..."
"Ya..Ima...aku menyusulmu kemari karena aku mengkhawatirkanmu...kamu memang nekad Ima..."
"Aku cuma....cuma rindu mendaki Pang.."
"Iya...aku tahu, tapi kenapa kamu pergi sembunyi-sembunyi tanpa kasih tahu aku.."
"Gak..papa Pang, aku hanya gak ingin ngerepotin kamu"
"Ima...kamu tahh gak seharian ini perasaanku tak menentu, aku khawatir sama kamu. Aku takut kamu kenapa-kenapa, aku gak mau wanita yang aku cintai terluka..."
Ima terkejut mendengar penuturan Ipang, ia tak menyangka Ipang mengatakan hal itu. Nampaknya Ipang juga terkejut dengan perkataan yang keluar dari mulutnya. Ipang menatap Ima, ia mengenggam tangan Ima.
"Ima, aku tahu kamu tak dapat melupakan Yudi, ia punya tempat tersendiri di hatimu. Namun izinkan aku untuk mencintaimu, aku tidak akan menggantikan Yudi, namun aku akan mengisi ruang lain di hatimu, aku harap kamu dapat menerimaku jadi suamimu, ibu bagi anak-anakku."
Ima menunduk, ia tak berani memandang wajah Ipang. Ia berpikir harus mengambil keputusan sekarang juga, kembali ia teringat mimpi-mimpinya belakangan ini. Akhirnya ia mengambil keputusan.
"Ya, Ipang...aku menerimu jadi suamiku, aku akan jadi ibu dari anak-anakmu"
"Alhamdulillah....aku mencintaimu Ima.....aku berjanji akan menjagamu seumur hidupku..."
Ima tersenyum mendengar janji Ipang. Ipang memeluk Ima dengan erat. Ia mengecup bibir Ima dengan lembut. Ipang merasa sangat bahagia, di kaki gunung ini ia menemukan cinta sejatinya. Ipang berjanji setelah ini akan melamar Ima kepada kedua orang tuanya.
Mereka terus berpelukan sambil menunggu matahari terbit, di belakang mereka terjadi kesibukan. Beberapa pendaki menyiapkan upacara pengibaran bendera.
Ima dan Ipang tersenyum bahagia, pada hari kemerdekaan ini mereka juga mendeklarasikan cinta mereka di puncak gunung.