Bab 16 : Dunia

31 4 0
                                    

"Berapa Mba harganya?" tanya seorang pemuda berkendara ninja 650 cc.

"Kalo mulut sih 50 ribu aja. Tempat biasa 200 ribu, tapi kalo maen belakang ada tambahan 100 ribu. Rame-rame, 500 ribu," jelas seorang pelacur menawarkan tubuhnya seperti baju pedagang asongan. "Gimana? Jadi ga?"

"Oke jadi."

Laki-laki dan perempuan laknat itu pun bergoncengan. Tangan pelacur berbedak tebal itu senantiasa melintang di udara, sementara tangan satunya lagi merangkul mesra pinggul pria itu. Tidak lama kemudian, kedua tangannya benar-benar mengerat tubuh pria itu karena dinginnya malam mulai menusuk kulitnya yang berada di balik pakaian minimnya.

Di bawah renungan bulan, laki-laki berjaket kulit itu memacu motornya hingga jarum spedometernya melewati titik tengah. Pelukan kupu-kupu malam itu pun semakin mengetat hingga tidak ada jarak antara punggung pria itu dan dada penjaja seks itu. Begitu pula dengan wajah cantiknya yang menempel dengan punggung sang pembeli tubuhnya.

Tiba-tiba, ikatan tangan pelacur itu mengendur dan terlepas. Angin pun merenggut raganya; menyeretnya ke aspal yang dingin. Butuh waktu lama untuk perempuan berambut panjang itu berhenti berguling seperti roda. Tepat di bawah lampu jalanan, kupu-kupu malam itu berendam cahaya senja dengan mata membungkam.

Butuh beberapa detik untuk pria itu menyadari barang bawaannya jatuh. Dia berbalik dengan tangkas untuk mengecek seberapa parah kerusakan barang yang ingin dibelinya itu. Motornya sangat kilat, hingga anginnya saja dapat menghempas kupu-kupu yang sedang lewat di jalan.

Kupu-kupu malang itu pun jatuh tak berdaya di aspal yang dingin. Sayap indahnya tercoreng dengan sobek yang melebar hingga ke akarnya. Dua dari enam kaki kupu-kupu itu bercerai dengan tubuhnya. Antenanya melengkung tak berarah.

Teman kupu-kupu itu, jangkrik belang-belang, mencoba membangkitkan kembali tubuh kupu-kupu itu. Akan tetapi, usahanya tak membuahkan hasil. Kupu-kupu itu tak bergerak sejari pun, bahkan setelah dinyanyikan musik mengerikan oleh sang jangkrik.

Serangga pelompat itu berusaha dengan segala cara untuk mengembalikan keindahan kupu-kupu. Dia memohon kepada malam. Dia berjingkrak-jingkrak untuk menarik perhatian serangga-serangga yang bersedia menolong kupu-kupu malang itu. Kaki panjangnya pun berakhir di pundak seorang pria berjaket kulit yang sedang mengangkat telepon untuk memanggil ambulans.

Tidak lama kemudian, sirene menegangkan terdengar di lokasi kecelakaan. Sang pengendara motor tidak ikut dalam upaya evakuasi perempuan malang itu karena telah melarikan diri sejauh mungkin. Kupu-kupu malam itu digotong ke salah satu rumah sakit terdekat yaitu Rumah Sakit Sejahtera.

Entah karena EMT-nya iseng atau alasan lain, sirene ambulans tetap dinyalakan sekencang mungkin, meskipun jalanan sepi tak berpenghuni, sampai-sampai melabuh di telingaku. Aku yang sedang melahap mimpi pun terusik dengan dengung paniknya.

Tiba-tiba, pintu ruang santai dokter terbuka dan cahaya lampu memancar kuat menghajar mataku. Selimut kulintangkan untuk memalang cahaya itu menceramahi mataku. Akan tetapi, usaha itu sia-sia saat Bintang menarik selimutku. Aku yang baru dua jam terlelap di sofa, di ruang santai, di RSS ini harus mengangkat telingaku.

"Kirana, aku butuh bantuanmu. Ambulans telah tiba dengan seorang pasien. Tidak ada dokter ahli di UGD saat ini," kata Bintang. "Sebaiknya kau mencuci muka dan bergegas turun ke bawah."

Bekerja ekstra di RSS untuk menumbuhkan taman keluargaku membuat mataku jarang memejam. Sekali pun tertutup paling lama hanya lima jam. Setelah itu, mataku dipaksa untuk melotot berjam-jam. Tidak hanya membunuh tidurku, pekerjaan dokter ini juga memelarkan tali hubunganku dengan suami dan anakku. Akan tetapi, ini semua harus kukorbankan untuk mengisi bakul-bakul kosong di rumah tercintaku.

Lakon SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang