Rantai berat mengalung di leher anjing seperti tangan pembunuh di leher korbannya, meskipun tubuh binatang itu tinggi dan penuh otot yang dapat merusak segala. Dengan segala keributan, doberman itu terlelap dalam tidurnya karena semalaman suntuk meringkuk; menjaga rumah tuannya, meskipun matahari berada di atas kepala. Ketika sudut matanya menangkap tikus kerdil, air liur binatang penjulur lidah itu tak henti-hentinya menetes.
Anjing asal Jerman itu berdiri berwibawa dengan dada membusung, lalu mendelik ke kiri dan ke kanan untuk menghindari mata tuannya. Kemudian, anjing bertelinga runcing itu mengambil ancang-ancang mendekati tikus yang tampak seperti daging panggang untuknya.
Tanpa ragu, hewan yang melihat dengan hitam putih itu menyergap hewan pengerat malang itu. Anjing bergigi silet itu tidak langsung mengeksekusi tikus tersebut, tetapi membiarkan sungai merah mengalir dari sela-sela tubuhnya. Jeritan, tangisan, dan air mata hama petani itu tak berarti sama sekali di mata anjing itu. Bingkai kematian pun menyambut tikus malang itu dengan foto menyeramkan.
Tiba-tiba, tuan sang anjing menyeberangi mata anjing. Guillotine sang tikus pun terangkat kembali dengan sang eksekutor berdiri tegap menghormat kepada tuannya. Dada doberman itu memunjung, telinganya lancip ke langit, matanya tegap ke depan tak melirik dan mengedip sedikit pun.
Namun, tiba-tiba, tuannya jatuh bersimbah darah dengan lubang peluru di dadanya. Tidak hanya satu tuannya, tetapi dua... tiga... empat tuannya. Keributan menggema di mana-mana dengan suara ledakan yang memekakkan telinga. Timah-timah panas melesat di udara dan menembus tubuh para tuannya.
Di antara mayat-mayat tuannya, berdiri sosok hitam berhelm dan berompi tebal dengan emblem di lengan kirinya. Di punggungnya, terpampang jelas kata berwarna kuning yang bertuliskan, "POLISI".
"Lapor, Komandan, area 6 sudah bersih, hanya tersisa anjingnya saja," lapor salah satu polisi dengan walkie-talkie-nya. "Tinggal menunggu bantuan dari pasukan 3 ke sini, ganti."
"Laporan diterima," kata Komandan dari mobilnya di kejauhan. "Jika tak ada yang tersisa di area 6 langsung meluncur ke area 7. Selesai," tambahnya menutup walkie-talkie.
Iptu Andi Prabowo, Sang Merah Jantan, itulah julukan orang di ujung telepon yang lain, yang dipanggil Komandan. Pria yang berasal dari Polsek Pasar Kliwon ini memimpin tim buru sergap untuk menggerebek salah satu rumah pengedar narkoba yang selama ini meresahkan warga.
Pria gagah itu tidak sendirian, di hadapannya duduk seorang pria berpangkat sama dengannya. Pria berkumis seram dan penuh birat di wajah ini berasal dari jajaran Reserse Kriminal. Tidak seperti Iptu Andi Prabowo, pria menyeramkan ini tidak mengenakan seragam serta merokok dengan bebas, meskipun mereka terkurung dalam mobil van yang sempit dan minim ventilasi. "Mad Dog" adalah sebutan yang disandangnya karena dia mirip dengan Yayan Ruhian yang berperan sebagai Mad Dog dalam film The Raid: Redemption.
"Mad Dog, jika kau tidak keberatan, bisakah kau berhenti menghisap benda itu?" tanya sopan Andi. "Kita sedang menghadapi situasi serius."
Mad Dog membuang puntung rokok yang masih membara ke jendela. Dia kemudian berkata, "Ceritakan kembali mengapa kita menyergap pabrik tekstil ini? Aku lupa ingatan."
"Jangan tertipu dengan tampang seperti pabrik tekstil yang memproduksi kain batik ini. Tempat itu adalah kebun raksasa. Di suatu tempat, di gedung itu terdapat ladang ganja. Menurut informan terpercaya kami ada berkilo-kilo ganja siap edar," jelas Andi kepada Mad Dog yang sepertinya tidak terlalu memperhatikan karena sibuk bermain dengan karet gelang yang ditemukannya.
Tiba-tiba, dari walkie-talkie, terdengar baku tembak yang sangat hebat. Dari sana terdengar nyayian kematian yang menyempitkan pupil. Pada saat yang bersamaan, karet gelang Mad Dog putus. Pria yang tak mengenakan rompi antipeluru itu menapakkan kaki setelah berjam-jam pantatnya berkarat. Sambil mengisi pelurunya satu per satu, dengan hati-hati, pria itu memasuki medan peperangan. Meskipun Andi melengking melarangnya, Mad Dog terus melangkah tanpa menoleh ke belakang sekalipun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lakon Semesta
HorrorKirana adalah seorang dokter yang menderita congenital insensitivity to pain with anhidrosis (tidak bisa merasakan sakit). Dia dan putrinya berjuang untuk keluar dari sistem rumah sakit dan para dokter yang memanen organ tubuh manusia dari pasien.