Bab 23 : Simponi Melankolis

25 3 0
                                    

Gravitasi, tali keseimbangan, membawa bulan dan bumi dalam ikatan kebersamaan. Jika tali itu merentang jauh, bumi akan kehilangan gejolak dirinya. Jika tali itu tak memberi jarak antara bulan dan bumi, hanya akan ada akhir yang menyapa keduanya.

Kilau cerah matahari siang terhalang oleh datangnya awan gelap nan hitam dari utara. Awan yang tak berpetir dan berguntur itu meniupkan sejuk yang melankolis. Semua makhluk yang menghirup udara dari awan itu tak akan lepas dari genggaman perasaan masa lalu yang menyisakan pedih di hati.

Rintik-rintik bervariasi menghujat bumi seperti komet-komet yang menghantam bulan. Cacing-cacing kecil menggali ke kedalaman. Burung-burung mengungsi di bawah daun-daun pisang. Semua binatang mencoba untuk tidak bersentuhan dengan air mata langit itu, kecuali manusia-manusia seperti aku, Serigala, Babi, Kucing, dan Luna. Kami terlindungi oleh kubah yang dinamakan RSS. Akan tetapi, kami menghadapi hujan yang berbeda di dalam kamar Luna yang telah selesai dengan ceritanya. Anak yang baru berumur 5 tahun itu harus bercerita tentang pengalaman paling buruk yang pernah dialaminya seumur hidup. Jika Luna dapat menangis, sudah pasti rumah sakit ini terendam seperti danau.

"Dia mendapat tularemia," kata Serigala. "Jejeli dia dengan streptomycin dan doxycycline."

Ini adalah pertama kalinya aku setuju dengannya semenjak diferensial yang sebelumnya mengundang konflik dan genggaman tangan. Pasalnya, terdapat ulceroglandular kecil di ketiak Luna yang tumbuh secara tiba-tiba, sebelumnya bisul akibat gigitan kutu itu tak tertangkap mata sama sekali. Karena merasa pas, Kucing dan Babi tidak melempar pendapat-pendapat yang memperlambat penyembuhan Luna. Tanpa menunggu hasil tes, kami menyuapi Luna dengan antibiotik.

Sepertinya, diagnosis kami tentang penyakit yang kebanyakan berasal dari kelinci itu berhasil. Terbukti dengan demam yang tidak meroket seperti kemarin. Akan tetapi, senyumku tidak bertahan lama. Beberapa jam kemudian, demamnya meluap-luap seperti api; kami dapat memasak telur di jidatnya. Luna belum sembuh sama sekali.

Dalam keadaan seperti ini, kestabilan tubuhnya menurun drastis dan yang paling buruk dari semua itu adalah kami masih kurang yakin dengan apa yang sedang terjadi kepada putriku, Luna. Di saat-saat seperti ini, aku merasa ilmuku, pengetahuanku, dan buku-bukuku sia-sia tak terpakai. Aku merasa seperti tidak berguna. Perasaan ini sama seperti saat ibu angkatku, Mariah, yang tak berhasil kuraih tangannya saat dewa kematian menjemput jiwanya.

Ada yang lebih buruk dari keterpurukan Luna. Seorang dokter yang merawat Terra menghadapku dengan wajah muram seperti seorang siswa yang tidak pernah belajar keluar dari ruang ujian. Dengan nada rendah, dokter itu berkata, "Maaf, Nak Terra baru saja meninggal dunia. Otaknya sangat tidak bisa tertolong karena hipotermia yang parah."

Kopi hangat yang kugenggam tiba-tiba saja licin dan tumpah menodai kakiku yang tak beralas. Mataku kosong melompong menatap hal yang tak pasti di dinding kosong. Otakku seperti keruh dengan masalah-masalah yang tak pernah selesai ini. Bahkan, aku tak sempat berkata inna lillahi wa inna ilaihi raji'un.

Baru setelah jernih, aku mendampingi Luna untuk mengabarkan berita yang pasti menusuk hatinya. Aku menemukan Luna tidak sendirian, Mr. Black duduk di sampingnya. Tidak hanya kucing hitam itu, aku menjumpai bau busuk yang menyengat tajam. Ternyata, bau itu adalah aroma dari kematian seekor tikus yang digondol oleh buntelan hitam yang mendapat julukan "penjembatan kematian" itu.

Kelihatannya Luna dan Mr. Black melakukan genjatan senjata. Untuk sementara, tidak ada wajah pembunuh di antara keduanya. Sepertinya, tikus mati itu merupakan hadiah dari Mr. Black yang mengharapkan kesembuhan dari musuhnya agar peperangan mereka dapat berlanjut, sehingga Mr. Black menang dengan adil.

Kehadiranku mengalihkan pandangan Mr. Black. Kucing berumur 80 tahun lebih dalam ukuran umur manusia itu pergi dengan menitipkan bangkai tikus yang masih fresh di kasur Luna. Dengan segera dan penuh hormat, aku membuang hadiah itu ke luar jendela sehingga hanya ada aku dan Luna dalam ruangan.

Lakon SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang