Para jangkrik bersiap untuk konser mereka di tengah malam buta. Rintik-rintik hujan membuat getar dalam tubuh semakin menjadi, tetapi para jangkrik itu tetap memadukan melodi mereka untuk mengisi sunyi.
Bulan tenggelam dalam awan, tetapi konser serangga pelompat itu tak kunjung berakhir, bahkan semakin ramai dengan paduan suara katak-katak yang merangkak ke jalan. Binatang amfibi itu berjingkrak-jingkrak merambati jalan dan menyanyikan simponi kebersamaan hingga mereka menemukan seorang gadis dengan bonekanya sedang berhitung mundur.
"Tiga... dua... satu...," hitung mundur Kejora. "Siap atau tidak, aku akan datang!" teriak Kejora hingga terdengar ke ujung lorong-lorong sunyi nan gelap tengah malam.
Aku yang mengumpat diri di balik tembok rapuh perumahan segera memendam kepala dalam-dalam. Tidak ada pilihan selain menyuruk saat Kejora melewati tempat persembunyianku, meskipun tidak ada tempat berpijak di bawahku selain tanah yang bercampur rintik-rintik hujan.
Bayi-bayi tetangga yang merengek sadis menyelimutiku dalam malam tenang sehingga aku dapat menggerakkan kaki-kakiku di belakang punggung Kejora tanpa memancing telinganya. Dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, aku berpindah dari balik tembok ke atas atap seorang warga. Di tempat yang hampir menyentuh awan ini, Kejora pasti tidak akan menjumpaiku.
Dari atas atap, aku hampir bisa melihat segalanya di Desa Tumpah Sari, mulai dari keluarga yang sedang melahap nasi goreng sampai burung-burung hantu yang bersemayam di pohon-pohon tinggi. Bahkan, Terra yang berjongkok di balik semak-semak pun tampak jelas.
Laki-laki itu tampak gelisah dengan tangannya sibuk menepuk tangannya yang lain dan kesetanan menggaruk-garuk punggungnya. Sepertinya Terra diserang oleh pasukan semut yang rumahnya diinjak. Laki-laki itu sibuk melepas jepit-jepit mulut semut—yang kemungkinan semut rangrang—daripada menyembunyikan tubuhnya dari Kejora.
Aku hanya bisa mendekap mulutku saat menonton tingkah laku Terra yang mengundang tawa. Di saat yang bersamaan, Kejora melewati semak-semak tempat Terra merangkak. Semak-semak yang menari-nari mengundang Kejora untuk semakin mendekat.
Aku pun mengupayakan penyelamatan terhadap Terra dengan melempar pecahan-pecahan genting di sampingku ke arah semak-semak yang lain sehingga mata Kejora teralihkan. Saat pandangan Kejora berpaling dari semak, aku memberikan kode kepada Terra untuk naik ke atap bersamaku.
Terra segera memacu kaki-kakinya ke arahku. Akan tetapi, laki-laki cengeng itu tidak bisa mendaki tembok yang tingginya 6 meter untuk duduk bersamaku. Dia pun menggapai tangga yang sempat kugunakan. Kecerobohannya menjatuhkan tangga berulang kali mengundang rasa penasaran Kejora. Namun pada akhirnya, Terra dapat menaiki rumah dan sampai ke atap tepat pada waktunya sebelum Kejora memergokinya.
Kami pun tertawa lepas saat mengetahui Kejora tidak menemukan jejak kami. Di bawah rembulan yang baru merdeka dari genggaman awan, aku dan Terra saling berbagi pengalaman saat bersembunyi. Kami terus mengumbar kata-kata dan mengungkapkan hati hingga bintang-bintang di langit singgah untuk mendengarkan. Tidak ada yang mengganggu kebersamaan kami; hanya ada aku, Terra, dan antena usang televisi tua.
Tiba-tiba, di tengah candaan kami, sepotong sendal jepit meninju kepala Terra. Sedal itu beberapa detik yang lalu dipakai oleh seorang pria berkepala botak, berkaos kutang, dan bercelana pendek. Pelaku yang membuat benjol kepala Terra itu adalah pemilik rumah yang atapnya kami duduki.
"Ngapain kalian di atas sana?!" teriak marah pria tua itu. "Anak-anak nakal! Cepetan turun! Kalian ngerusak siaran bola. Cepat turun ke sini atau aku akan naik ke atas dan menjewer telinga kalian satu per satu!"
Pria tua itu mengambil ancang-ancang untuk meluncurkan roket sendal kedua. Namun, sendal itu tidak pernah melesat ke arah aku atau Terra karena orang yang melemparkannya terpeleset oleh tanah yang licin. Pria pemarah itu pun tak berdaya meronta karena encoknya tiba-tiba kambuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lakon Semesta
HorrorKirana adalah seorang dokter yang menderita congenital insensitivity to pain with anhidrosis (tidak bisa merasakan sakit). Dia dan putrinya berjuang untuk keluar dari sistem rumah sakit dan para dokter yang memanen organ tubuh manusia dari pasien.