Bab 24 : Gagak

22 4 0
                                    

Gerombolan gagak mengerubungi seekor tikus yang telah membusuk di taman, di tengah RSS. Mata mereka hitam nan tajam menatap segala yang hidup. Paruh mereka panjang mengapit seonggok daging tikus yang dicincangnya. Silet kalah tajamnya dengan cakar-cakar mereka yang merobek kulit tikus yang telah kehilangan nyawanya.

Tak puas dengan satu mangsa, gerombolan gagak itu mengeroyok tikus-tikus lain. Unggas hitam itu mencacah daging-daging binatang pengerat itu seperti kapas, mengoyaknya seperti kertas, mencabutnya seperti telah terlepas, dan mengurainya tuntas.

Dalam urusan makanan, burung pemakan bangkai itu sangat keji dan rakus. Di daerah terpencil seperti RSS, mereka terkenal dengan binatang yang kanibal; mereka akan menerkam dan melahap rekannya jika perut mereka berbunyi dan tidak ada mangsa di sekitarnya. Bagi mereka setiap yang bergerak dan bernapas adalah santapan bagi mereka.

Kata "kejam" tidak akan cukup untuk menjelaskan binatang ini. Dengan kecerdasan mereka yang melebihi binatang lain, burung gelap ini adalah pemangsa paling berbahaya di RSS. Mereka akan menyuruk dan menunggu tikus-tikus kecil di lorong-lorong sempit nan sepi seperti di samping ruang autopsi, di RSS. Saat binatang pengerat bergerak, para gagak terbang; mencipratkan bulu-bulu mereka di udara dan mencaplok tikus-tikus tak berdaya itu.

Aku yang menyaksikan kekejian para gagak itu tidak sanggup berkata-kata, hanya menatap mata hitam penuh kegelapan mereka di samping ruang autopsi. Mata mereka begitu dalam menyorot seperti pisau yang ditancapkan ke mataku dan seolah-olah berkata, "Kau mangsaku selanjutnya!"

"Ayo, Kirana," ajak Selasa yang sudah 20 langkah ke depan, menyelami ruang autopsi. "Jangan pedulikan burung-burung ganas itu."

"Mau ke mana kita sekarang?" tanyaku saat menyusul Selasa yang telah menyibakkan tangga rahasia di balik keranda mayat.

"Ke tempat di mana kau akan mendapatkan organ yang kau inginkan," jawab Selasa menuruni tangga yang gelap tanpa penerangan. "Kita akan menemui Gerakan Bawah Tanah. Saat kau menjajaki tangga ini, ingat ada peraturan yang harus kau patuhi. Pertama, kau tidak boleh membongkar kedok orang-orang yang akan kau temui nanti, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kedua, kau harus menerima segala keputusan Gerakan Bawah Tanah tanpa berat hati. Ketiga, mematuhi segala perkataan 'dewan' adalah wajib, kau tidak boleh membantah dan harus menuruti segala perintah mereka. Kau harus menghormati mereka, meskipun aku tahu kau pasti akan membenci mereka nantinya. Keempat, bagi yang melanggar peraturan tak tertulis yang kusebutkan, hukumannya berat. Kau akan dikeluarkan dari keanggotaan Gerakan Bawah Tanah, lisensi doktermu dihanguskan, dan yang lebih parah, kau akan dibunuh oleh mereka."

Aku dan Selasa terus mendesak dengan gelap hingga akhirnya bertemu dengan seorang pria berjas dan berkaca mata dengan tampang preman pasar lengkap dengan codetnya. Kami lalu dipandu oleh preman berjas itu menuju ruang yang lebih jauh lagi.

Di akhir perjalanan, aku menemukan sebuah ruangan berlapis kaca tembus pandang yang di dalamnya terisi meja, kursi, dan proyektor. Ruang ini seperti ruangan rapat biasa, hanya saja berada lebih dari 20 meter di bawah tanah. Di ruangan yang hanya seluas 10 x 8 meter ini, kutemukan banyak dokter yang kukenal, tetapi tidak terlalu dekat.

Di antara mereka, terdapat wajah terang yang lama tak kulihat. Nama dari wajah yang tak asing itu adalah Bintang. Anestesiolog itu tidak berubah banyak, hanya jenggotnya yang dicukur rata. Suami Selasa itu tampak profesional di antara dokter-dokter di ruang bawah tanah ini. Bahkan, pria yang suka menonton anime ini tak segan-segan bercanda dengan Dokter Sultan yang terkenal judes.

Dokter Sultan tampak gembira saat duduk di samping Bintang. Ketua Departemen Bedah Jantung dan Dada itu sepintas tampak seperti ayah Bintang yang telah lama meninggal. Pria tua yang istrinya baru-baru meninggal ini selalu riang, tidak seperti masa lalunya. Mungkin sifat "berengsek"-nya telah dialirkan kepada Serigala, tetapi siapa yang tahu?

Lakon SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang