Bab 30 : Katak...

18 4 0
                                    

Apa itu moral?

Apa yang lebih bermoral? Membiarkan yang baik meninggal atau mengambil dari yang tak kekal tuk menangkalnya dijemput ajal?

Luna tidur dengan nyenyak bersamaku di bawah lembabnya hujan di pagi hari. Tidak ada yang dapat membangunkannya, bahkan konser raksasa katak-katak di luar jendela tak mampu mengusik mimpi gadis kecil ini.

Amfibi yang hidup di dua alam itu menggema keras hingga suara hujan tak dapat menandinginya. Banjir yang meninggi menggerakkan bangsa reptil itu ke dataran yang lebih tinggi, yaitu pohon cemara. Sambutan ramah diberikan oleh gagak kepada binatang buduk yang mengungsi dari banjir itu. Amfibi berkaki panjang itu pun menetap sementara waktu di dahan pohon hingga banjir reda, meskipun suara perut gagak selalu menakutinya.

Setelah karantina yang ketat melekat, RSS kembali beraktivitas dengan roda-roda pekerjanya, meskipun masih terseok-seok. Pasien yang sempat menghilang kembali memenuhi lorong-lorong rumah sakit. Hari ini, tidak ada satu pun dokter yang duduk karena jarum-jarum kecil di kursi yang bernama pasien. Semua dokter sibuk, termasuk diriku, sampai-sampai aku berharap agar memiliki delapan lengan tambahan seperti gurita untuk menuntaskan hari yang panjang ini dan menghabiskan waktuku bersama Luna. Tidak adanya tangan-tangan yang membantu, kecuali mulut-mulut yang penuh perintah, membuat hari semakin panas.

Aku mendapat banyak pasien mulai yang berpenyakit DBD, meningitis, hingga flu biasa. Akan tetapi, ada satu pasien yang melahirkan rasa penasaran dalam hatiku. Dia merupakan "operan" dari seorang kardiolog. Kepalaku tak pernah berhenti meliriknya, bukan karena pesona atau ketampanannya, melainkan karena penyakit yang dimilikinya yang masih menjadi misteri.

Pasien berumur 27 tahun itu adalah guru SMP yang bertempat tinggal di desa sebelah Tumpah Sari. Pria bertampang seperti Saipul Jamil itu berkunjung dengan keluhan sakit di dada seperti ditusuk, demam, dan sulit bernapas. Tidak ada sejarah penyakit jantung dari ayah, ibu, nenek, kakek, sampai buyut-buyutnya. Satu-satunya penyakit yang diderita oleh orang tuanya adalah asma.

Hasil tes menunjukkan bahwa dia terkena aspergillosis yang disebabkan oleh jamur jenis aspergillus. Jamur itu menyerang jantungnya dan meninggalkan miokarditis, radang dinding otot jantung. Penyakit itu dapat dihentikan dengan antifungal, tetapi pria beranak empat itu membutuhkan jantung baru untuk tetap hidup bersama keluarganya.

Aku mengambil kasus ini sebagai cara bersyukurku karena Allah telah memberi kesempatan kepadaku untuk tetap bersama dengan Luna. Aku akan membuatnya hidup berapa pun bayarannya. Akan tetapi, harapanku yang kokoh lumat seketika ketika Komite RSS berkata, "Tidak," saat aku mengajukan proposal untuk mengemis jantung untuknya.

Alasan mereka sederhana, yaitu ada seorang pria yang lebih membutuhkan dan menunggu lama untuk jantung ini. Aku mencoba mengangkat tangan, tetapi mereka selalu menolak permintaanku. Bahkan, Selasa tidak dapat berbuat banyak kecuali mengikuti aliran sungai keruh ini ke muara kematian.

"Ini memang berat untukmu, tapi kau harus merelakannya," kata Selasa menjamah pundakku.

"Aku sudah sangat dekat untuk menyelamatkannya. Aku sudah menemukan apa yang salah. Namun, aku tidak dapat menyembuhkannya, total. Aku seperti menyaksikannya menderita perlahan-lahan. Aku tidak tahu sampai kapan dia dapat bertahan," kataku.

"Kau harus sabar. Kau dokter, bukan Tuhan."

"Iya, semua orang berkata itu. Aku manusia, bukan makhluk omnipotesi. Aku melakukan kesalahan. Namun kali ini, aku tidak membuat kesalahan. Aku hanya tidak mendapat kesempatan. Harus apa aku untuk menyelesaikan tugasku sebagai dokter?" tanyaku.

"Untuk menyelamatkan sesuatu, kau harus mengorbankan sesuatu yang lain," kata Selasa yang mirip dengan kata-kata Pedang. "Memang Komite tidak dapat memberikan jantung kepada orang yang ingin kau hidupkan, tetapi masih ada kelompok yang dapat memberikanmu organ itu...."

Lakon SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang