Kepasrahanku untuk mengungkap penyakit yang menyebabkan Luna demam dan gangguan pernapasan melahirkan kata-kata mohon yang ditunjukkan kepada Selasa, adikku. Selasa pun mengerahkan dokter-dokter terbaiknya yang bisa dikatakan "bintang" di RSS untuk merawat sekaligus menyibakkan penyakit sebenarnya sebelum Luna meluncur ke jurang kematian.
Aku tahu menyerahkan nyawa Luna kepada dokter lain bagaikan melempar koin di udara. Bisa saja "garuda" atau "nomina" yang akan muncul. Harapanku hanya dua, yaitu koin tersebut tidak pernah memihak kepada dewa kematian dan tidak berdiri tegak; tidak "garuda" atau "nomina".
Selasa menjabatkan tanganku kepada para bintang di Rumah Sakit Sejahtera yang bisa dikatakan kemampuan mereka sebanding dengan Ibu. Mereka adalah ahli yang mungkin dapat menyembuhkan putriku. Akan tetapi, nama-nama mereka kotor; tidak ada yang baik tentang mereka saat nama mereka bersebaran dari mulut suster ke mulut suster yang lain. Aku belum mengenal salah satu dari mereka, tetapi aku sudah membenci mereka. Namun, demi kesembuhan Luna, aku rela berjabat tangan dengan tangan-tangan dokter kotor ini.
Tangan yang pertama kali kujabat adalah tangan seorang wanita gendut pendek, berkacamata tebal, dan berdagu berlipat-lipat. Bukan hangat yang pertama kurasa di tangannya, tetapi lengket. Dia tidak mengelap atau mencuci tangannya setelah menggerogoti donatnya. Dia adalah seorang onkolog wanita yang ahli di bidangnya. Meskipun begitu, rokok senantiasa duduk di mulutnya setelah makan. Memang dari yang kudengar dari suster, wanita yang berasal dari Jakarta ini suka menghisap batang pembunuh itu, bahkan dia tidak segan-segan menghisapnya di hadapan pasiennya sendiri. Janda yang sudah berkepala 4 ini suka menipu pasien yang tampak polos. Sikapnya rakus seperti babi yang selalu kelaparan.
Wanita gendut itu tidak pernah akrab dengan pria yang kujabattangannya selanjutnya. Pria spesialis reumatologi ini adalah ahli bedah yang tidak diragukan lagi kemampuannya. Umurnya kira-kira 10 tahun lebih muda daripada diriku. Pria berdarah Inggris ini adalah kepala ICU RSS. Dia yang menangani Luna dan Terra saat ambulans menyambangi RSS. Dia banyak mengukir prestasi akademi, tetapi dia tidak pernah lepas dari skandal di RSS. Pernah sekali, pria ini ketahuan berhubungan intim dengan salah satu suster di kloset. Di kalangan suster dan dokter, dia dijuluki kucing karena ketampanan dan kehiperseksannya.
Dari ketiga orang ini, ada satu orang terakhir yang paling kubenci. Dia adalah serigala penyendiri yang antisosial. Neurolog jenius ini adalah seorang sosiopat yang mementingkan dirinya sendiri. Ciri khasnya adalah rambut berantakan dengan kemeja usang seperti gelandangan dan selalu menjinjing tongkat penyangga untuk kaki kanannya yang tak berfungsi. Sering kali, aku menemukan kata-kata yang keluar dari mulutnya seperti jarum yang sangat menyakitkan. Namun, sepertinya pria tua yang belum pernah menikah ini tidak peduli dengan kata-katanya yang menyakiti hati orang lain. Dia tidak peduli dengan perasaan manusia lain.
Ketiganya membawa sikap yang tidak kusukai. Ada yang rakus seperti babi, ada yang ganjen seperti kucing, dan sadis seperti serigala. Karena sikap mereka bertiga, alam bawah sadarku tidak dapat menyimpan nama-nama mereka dalam memori. Jadi, aku hanya mengingat mereka dari sikap mereka.
"Mereka adalah dokter-dokter terbaik yang akan mendiagnosis putrimu," kata Selasa. "Ini Kirana, ibu dari anak yang akan kalian sembuhkan," sambung Selasa memperkenalkanku.
Tanganku siap menjabat tangan Serigala. Namun, dia hanya menatapku sinis seperti keberadaanku sangat mengganggu dirinya.
"Tidak perlu menjabat tangan. Kau hanya akan menghalangi jalan kami untuk menyembuhkan putrimu," balas pedas Serigala. "Keberadaanmu tidak lebih akan menjadi kontradiksi dari yang kami lakukan."
"Aku mengenalnya. Dia itu Kirana. Dia adalah dokter spesialis dalam patologi klinik. Dia dulu dokter di sini. Aku selalu mengagumi ibumu, terutama pantat segarnya," kata Kucing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lakon Semesta
HorrorKirana adalah seorang dokter yang menderita congenital insensitivity to pain with anhidrosis (tidak bisa merasakan sakit). Dia dan putrinya berjuang untuk keluar dari sistem rumah sakit dan para dokter yang memanen organ tubuh manusia dari pasien.