36🌻

1.1K 17 8
                                    


"Kemana dengan elo Ti!!"ucap Nadya. Tia membuka mata saat Nadya mulai nyaman dalam posisinya saat ini.

"Gue merasa dipermainin!. Kenapa kalian lakuin itu semua sama gue. Hikss! Kenapa nggak ngomong sejak awal aja kalo akhirnya bakalan kayak ginii!"ungkap Nadya dalam pejaman matanya.

"Gue nggak akan memperpanjang masalah ini kalo kalian nggak mulai duluan. Apa gue harus kayak gini dulu biar kalian puas?!!"cerca Nadya mengisak.

Kalian?. Tia yakin apa yang diucapkan dengan ketidak sadaran Nadya, yang Nadya maksud mereka itu adalah dirinya dengan Aldo. Ya, Tia dengan Aldo. Semua yang membuat Nadya hancur adalah Tia dan Aldo.

Tia merutuki dirinya sendiri!.

"Semuanya terasa runtuh hanya dengan seperkian detik!."

"Tia kenapa lo lakuin semua ini hah!!?. Lo jahat sama guee!!kenapaa Tiaaa!"Nadya merasa susah untuk mengontrol semuanya, lirihannya yang begitu pilu menyentuh semua orang yang mendengarnya.

Tia memejamkan kedua mata dan meloloskan cairan bening lagi, sesaat ia merasa sesak karena kedua kepalan tangan Nadya menabrak punggungnya berkali-kali. Tia akan menerimanya, selagi hanya untuk Nadya yang mencurahkan semua kekesalannya terhadap Tia.

"Kenapa hati gue sehancur ini saat gue tahu kalian ngebohongin gue..! Kepercayaan gue sama lo!, seketika nggak berguna..."lirihnya pilu.

"Gue bener-bener ngerasa hancurr sekarang!!..ngerasa gak punya siapa-siapa lagi. Hikss!!"tangis Nadya semakin menjadi.

"GUE GAK PERCAYA LAGI DENGAN CINTA! GUE GAK TAHU LAGI APA ITU ARTI SAHABATT!!hiks.."lontarnya lantang.

"Hati gue sakit Tiaa.. lo perlu tahu ituu!!hikss...hikss.!!"sambung lirihnya.

Dalam pelukan hangat ini, Nadya mungkin telah menuangkan semuanya pada dunia yang mungkin mendengarnya. Setidaknya tangis yang ia pendam tiap malam berganti hari, ia tumpahkan hari ini bersama, Tia. Tia yang masih lemas tak bergerak dalam diamnya, tangan halusnya mengusap rambut panjang Nadya berkali-kali berusaha menenangkannya.

Tia masih mendengar isak tangis Nadya ditelinganya. Tidak apa, biarkan dia mencurahkannya saja.

Sejenak Tia berpikir, tidak ada orang yang perlu disalahkan bukan?. Baik Nadya, Tia maupun Aldo, semuanya mempunyai kesalahan yang setara. Aldo yang membohongi Nadya, Tia yang menutupi karena menjaga, dan Nadya yang keras kepala. Ya, begitulah.

Keadaan hening menusuk telinga Tia, setelah Nadya menghentikan ringis tangisnya setelah beberapa menit lalu. Mereka masih merasa nyaman dengan posisinya, menyalurkan kerinduan keduanya.

Nadya menghela nafas. Perlahan ia melonggarkan pelukannya dan menatap Tia yang juga tengah menatapnya balik. Kedua mata merah mereka bertemu, manik keduanya menatap penuh harapan. Kedua sudut bibir Tia terangkat walau tidak sepenuhnya menatap Nadya memberi semangat.

"Hmm, Im so sorry Tiaa,, im so sorry.. pleasee!.."ucap Nadya yang kemudian kembali memeluk tubuh Tia. Tia pun membalas pelukan itu dengan senyuman mengembang.

"Nggak ada salah satu orang diantara kita yang gak salah, semuanya kita salah kok Nad. Gue juga berhak minta maaf sama loo.."ucap Tia mengeratkan pelukannya.

Mereka menggerakkan pelukannya laun dan tersenyum bersamaan.

"Arti sahabat itu, ketika kita membutuhkan seseorang yang kita harap mereka akan ada saat kita merasa sendiri.,"yakin Tia.

"Bolehkah kita baikan mulai sekarang?".

***

"Bi? Mamah sama papah udah pulang belum?"tanya Aldo yang baru memasuki rumah malam ini.

"Mereka lagi ada rapat Den, jadi mungkin pulangnya agak malam."jelas Bi Empat seusai membersihkan ruang tamu.

"Mereka bekerja juga kan buat kamu. Kamu harus seneng mereka masih bisa membekali--"percuma saja Bi Empat menjelaskan beberapa kali pun Aldo pasti akan memotongnya.

"Alah.. mereka selalu pulang larut Bi, semua alesannya gitu terus. Rapat lah, sibuk lah, gak bisa ditunda lah!, semua mereka jadiin alesan!" kesal Aldo menutup  pintu kamarnya dengan keras sampai-sampai pembantu rumah itu shock.

Bi Empat hanya bisa menggeleng pilu. Kadang, ia selalu merasa kasihan terhadap Aldo yang kurang mendapatkan seluruh kasih sayangnya dari kedua orang tuanya.

Bi inah menatap bingkai foto kecil indah yang menempel pada dinding putih rumah besar itu. Terdapat sebuah foto, dimana ada tiga orang terpampang disana. Aldo yang masih kecil dengan gigi ompongnya dan kedua orang tua yang sedang menggendongnya bersamaan.

Aldo terdiam dibalkon kamarnya, menatap malam yang sunyi. Tidak ada yang bisa memahami hatinya kini. Semua orang seakan-akan sirna dari kehidupannya.

Jika semua orang berkata, Hal yang paling penting itu adalah keluarga? Cuih!. Kemana mereka selama puluhan tahun itu! Sejak dirinya lahir saja tidak ada yang peduli padanya. Bi Empat lah yang selalu mengurusinya dari kecil sampai sebesar ini. Dia yang menyiapkan sarapan, dia yang mengobatinya saat sakit, jadi kemana ibunya itu?!.

Argh!! Aldo menggeram kesal, meremas rambut nya dan menonjokan tangannya pada pagar balkon dengan kasar.

Suara pintu kamar terbuka. Menampakan wajah seorang wanita paruh baya bertubuh padat mendekatinya dengan membawa sesuatu diatas nampan.

"Den, kamu belum makan kan?. Sini bibi suapin.." Bi Empat menyimpan nampan berisi makanan pokok itu diatas kasur, Bi Empat pun ikut duduk menatap Aldo yang masih membelakanginya.

"Buat apa makan bi?"lirih Aldo.

"Mereka juga gak peduli aku makan atau enggak!."sambungnya dengan kekehan seram.

"Kamu jangan bicara seperti itu, mama kamu--"

"Sebenernya mereka sayang gak sih sama aku bi?!"tanya setengah sentak Aldo membalikan badannya.

Deg.

Bi Empat menghela nafas berat. Menghadapi anak dari majikannya selama puluhan tahun sudah menjadi keahliannya. Bi Empat bangkit menghampiri Aldo, seketika itu Aldo memeluk erat Bi Empat. Bi Empat pun membalas pelukan hangat itu, ia mengelus rambut indah Aldo yang sudah ia anggap sebagai anak angkatnya.

"Orang tua kamu sangat sayang sama kamu Aldo. Maka dari itu mereka selalu bekerja giat buat kamu, mereka tahu anak mereka semakin dewasa dan perlu biaya yang banyak."tutur lembut Bi Empat.

"Mulai sekarang, kamu harus bisa mengerti kesibukan mereka."sambungnya.

"Bohong! Apa yang mereka sibukin selain ngurus anaknya sendiri sih!. Memangnya ada yang lebih penting selain itu Bi?!!"Aldo tak percaya.

"Aku tahan semua ini dari kecil Bi!. Tiap aku butuh mereka, mereka selalu nggak ada buat aku. Dimana mereka saat kelulusan sekolah waktu-waktu lalu!. Semua anak butuh kasih sayang dari orang tua mereka, kenapa aku nggak ngerasain itu Bi!!"suara ringisan dapat terdengar diruangan hening itu.

Malam ini menjadikan bukti semua kekesalan Aldo pada kedua orang tuannya.

Bi Empat sempat shock saat meyadari bahwa Aldo menangis. Semuanya benar-benar tidak berjalan dengan mulus, saat kedua orang tua Aldo menitipkan Aldo padanya, seperti lolos tanggung jawab. Kedua orang tua Aldo malah menyerahkan semuanya pada Bi Empat.

Ini sangat menyayat hati Aldo.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 03, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hate To Be LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang