-Negeri Impian-

115 16 0
                                    


SIFA'S POV

Walaupun kamu mengatakan tak apa, kamu tetaplah kelihatan ada apa-apa. Berhubung ini hari pertama sekolah, rasanya berat jika harus absen di hari ini. Aku bergantian dengan Safa, aku yang akan mengayuh sepeda menuju sekolah sementara Safa duduk dibelakang. Akan kupastikan keadaan Safa masih aman sehingga ia tak lepas dari boncenganku. Jika kita masih tetap di sini, dikiranya kita seorang pengemis yang sedang meminta dipinggir jalan. Banyak yang melihat kecelakaan ini, tapi tak satupun yang mau menolong.

Lama juga perjalananku. Beruntungnya, kami sampai di sekolah dengan selamat. Kuparkirkan sepedaku di dekat sebuah pohon pinang. Kemudian menggandeng Safa yang masih pusing. Kami dari arah kiri menuju pintu masuk sekolah sedangkan Hanifan melihat kami dari arah kanan.

"Eit, wait!wait!".Ipul menegur.

"Sifa. Ada apa dengan Safa? Kok dahinya memerah sih." Hanifan bertanya amat serius tentang kondisi Safa.

"Kelebihan lipstik kali, Nif. Jadi dahinya pun di merahin." Hanifan menatap mata Ipul. Seolah menegur Ipul yang bercanda terlalu berlebihan. Hanifan yakin ini bukan saat yang tepat untuk bercanda.

"Habis kecelakaan, Nif." Safa menjawab lemah sambil memegang kepalaku yang sakit.

"Ya, iyalah."

"Sifa, Sepertinya Safa harus dibawa ke UKS. Supaya luka didahinya segera diobati. Kalau ditunda takutnya jadi infeksi."

Saran dari Hanifan sudah tidak perlu dipikirkan lagi. Memang sudah seharusnya aku membawa Safa ke UKS hanya saja aku sedang menjawab sapaan dari mereka, tak baik jika diabaikan lagi. Ucapan Hanifan tadi seolah tidak mau dibilang peduli pada Safa. Ah, sudahlah. Tanpa basa-basi lagi aku langsung menuju ke UKS agar Safa memperoleh pertolongan pertama di sana. Kulihatnya kepalanya yang berdarah dibersihkan oleh salah satu anggota PMR di sekolahku lalu diberikannya obat merah ke luka di dahinya dan segera ditutupi dengan perban. Aku tak tega melihat keadaannya seperti itu. Ini semua karena salahku yang memintanya untuk terburu-buru kalau aku tidak memaksanya, mungkin saja hal ini tak terjadi. Menyesal.

"Safa, maafin aku yah." Pintaku pada Safa saat menjenguknya di ranjang UKS. Pinta yang tak mengharap apapun dari Safa. Sebab hanya itu yang dapat kukatakan pada Safa setelah kejadian tadi. Maaf. Kata yang tak punya makna. Namun semoga saja dengan kata itu Safa mengikhlaskan kejadian yang telah menimpanya dan menerima kenyataan bahwa semua ini terjadi secara tidak sengaja dan di luar keinginanku.

SAFA'S POV

Terbesit tawa dalam ragaku melihat Sifa yang sedari tadi khawatir dengan kondisiku. Yang jelas bukan khawatir akan ditegur oleh ayah, kan? Aku jadi terharu deh dengan kasih sayang dari Sifa kepadaku. "Iya, aku maafin, kok." Aku menjawab sambil memegang kedua pundak Sifa.

..........

Hal yang tak pernah aku pikirkan dan kuimpikan justru sering datang di awal waktu padahal kedatangannya tak pernah kuingini. Sejak pagi aku bermimpi agar tidak berurusan dengannya. Kenyataan yang terjadi, ya beginilah. Ketika kami kembali menuju ke kelas. 2 kaya sejenis melihat kami, lagi dan lagi mereka menyapa untuk memancing emosi.

"Ups, ternyata kalian udah balik ke sekolah. Ya udah deh gue ucapin selamat datang kembali di sekolah pe-li-ta. Semoga harimu menyenangkan di sini."

Clara menjulurkan tangannya kepadaku. Ia ingin bersalaman denganku. Tetapi aku menolak mentah-mentah salaman itu. Rasanya kepalaku tambah pusing melihat tingkahnya yang menjengkelkan.

"Oke. Gakpapa kalau kalian gak mau menerima niat baikku ini. BTW, dahi kenapa tuh?" Tanyanya si Clara seolah sedang senang dan seperti menyindir.

"Ya mau-mau mereka dong Clar. Dia mau perbanin kek, mau tempelin stiker kek itu terserah merekalah. So, yang punya dahi kan dia." Sahut Wilda dengan kepolosannya.

TBC

Negeri Impian Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang