SAFA'S POVKupikir permulaan itu berawal indah dan hari ini adalah permulaan yang baru saja ku mulai 4 jam lalu. Namun hal ini sangat bertolak belakang dengan angan-anganku. Dua siswi yang menjadi alasan ketidaknyamanan kami di sekolah Pelita datang lagi untuk membuat suasana menjadi tegang.
Kamipun tertunduk saat mereka menuju kearah kami. Melihat mereka seperti menghadapi penagih hutang di bank. Ya, itu sangat menyeramkan. Tepat di hadapan kami mereka berdiri sambil melipat kedua tangannya dengan penuh kesombongan.
Sesekali kami mengangkat dagu kami. Kami hanya bisa menelan ludah karena tingkah mereka yang sudah dapat ditebak.
"Eh kalian dari mana aja? Kok baru nongol. Tahu nggak? Kami rindu banget sama kalian." Sandiwara kecil telah dilakukan Clara, yang mengundang perhatian murid lain yang berada di tempat yang sama.
Omongan macam apa yang keluar dari mulut mereka. Mereka pikir kami tak punya nurani agar bisa membedakan mana yang tulus dan mana yang acting. Apapun kalimat yang dikeluarkan mereka, penting, sedikit penting atau tidak penting sama sekali, kata-kata mereka akan selalu kami acuhkan. Sudahlah, mood untuk makan siang sudah tak berselera lagi. Untung saja, ada Hanifan yang menjadi penyelamat kekhawatiran kami saat ini. Hanifan datang di saat yang paling tepat, saat kami berniat untuk meninggalkan kantin namun niat yang tidak sesungguhnya ada dalam hati kami bisa saja terbatalkan karenanya.
"Eh kumpulan nenek sihir. Sedang apa kalian?" Hanifan melanjutkan omongan Clara yang baru saja terhenti.
"Ey mata loe sepertinya ada kerusakan deh. Clara si Princess SMA Pelita loe bilang nenek sihir? Helloooww!"
AUTHOR'S POV
Mendengar suara seorang pria tepat di samping telinganya, membuat Clara mengalihkan pandangannya ke arah Hanifan. Si Clara tidak mungkin ikhlas di cemooh dengan kalimat itu. Jika itu tidak benar bagi dirinya, maka dia akan menjelaskan ulang tentang bagaimana dirinya.
Cemohan dari Hanifan membuat Clara sedikit malu. Ya, nampaknya siswa di sekitaran kantin ikut tertawa mendengar ucapan Hanifan. Akhirnya, Clara dan Wilda meninggalkan area kantin sekolah. Lagi dan lagi Hanifan telah menolong kami.
"Makasih yah, Nif. Kamu sudah mau menolong kami." Kata Safa.
Aku tak tahu harus membalas apa atas kebaikan Hanifan selama ini. Hanya dia siswa Pelita yang sanggup menolong kami. Hanya dia yang sudi untuk menjadi teman kami. Meskipun itu bantuannya dengan hal yang kecil saja, itu cukup untuk melegakan perasaan kami. Setidaknya kami bisa merasakan perasaan tenang berada di lingkup sekolah ini, kami cukup bahagia.
"Santai aja kali. Aku ikhlas kok menolong kalian." Jawab Hanifan.
HANIFAN'S POV
Banyak cara menunjukkan rasa cinta kita terhadap orang yang kita cintai. Caraku mencintaimu adalah dengan tanpa suara dan aku ikhlas melakukannya.
AUTHOR'S POV
"Makannya di lanjut saja!" Sahut Hanifan.
"Mba pesan baksonya 3 mangkok." Teriak Hanifan di kursi makan kantin sekolah.
SAFA'S POV
Aku kembali duduk di awal tempatku berada dan melanjutkan keinginanku tadi yang hampir tertunda. Kali ini ada yang berbeda dari Hanifan. Aku baru sadar kalau hari ini aku melihatnya dengan 1 kekurangan. Kekurangannya adalah Ipul yang tidak diikutsertakan dalam kehadirannya.
"BTW, Ipul kemana nih? Kok nggak nongol-nongol?" Tanyaku pada Hanifan.
"Ipul... " Sambil menikmati air bakso Hanifan mencoba menjawab pertanyaanku.
Tiba-tiba Ipul datang dan mengatakan bahwa dirinya sedang tidak dicari oleh siapapun. Karenanya dia tidak nongol daritadi. Setelah ada yang mencarinya dia akan muncul karena itu pertanda bahwa dia akan mendapatkan rezeki ditraktir makan oleh teman karibnya, Hanifan.
"Hei sobat. Aku tahu kau akan membelikan semangkok bakso untukku kan?"
Kata Ipul dengan santainya berkata tepat di depan wajah Hanifan.
"Terserah loe." Hanifan menjawab cuek.
"I-ya Ipul ganteng. Itu pasti maksudmu,Nif. Aku akan mencoba memesan."
Tingkah Ipul sedikit menggelitik jiwaku. Ia bisa saja mengubah wajah Hanifan yang datar menjadi wajah penuh kekesalan.
"Eh kembar kalian udah balik ke sekolah lagi ya? Hanifan seneng tuh." Kata Ipul tidak jelas.
TBC,
KAMU SEDANG MEMBACA
Negeri Impian
Teen Fiction"Agata!" Aku menyebut nama si pemilik rumah. "Safa!" Dia juga menyebut namaku. "Oh, sis. Dia yang sering aku ceritakan kepadamu." Agata berkata pada Carolin. Agata mendekatku dan melihat diriku yang telah hijrah. ...