"Emangnya ada apa nak Hanifan?" Tanya ayah Safa dan Sifa. Ayah Safa dan Sifa sangat percaya kepada kedua putrinya. Ayah Safa dan Sifa yakin kalau anaknya tak mungkin berbohong. Ayah mereka justru curiga dengan Hanifan."Oh gak papa, om." Jawab Hanifan.
Telah terjawab jika Safa dan Sifa menyebunyikan sesuatu sampai-sampai mereka berbohong pada orang tua mereka. Hanifan tahu pasti jika mereka berbohong pun pasti demi kebaikan bersama. Hanifan terpaksa tidak berkata jujur pada orang tua Safa dan Sifa, takut mengecewakan atau merusak rencana yang dilakukan si kembar. Hanifan meninggalkan rumah kembar. Di perjalanan, Hanifan memikirkan waktu saat bersama Safa dengan kerinduan yang tak dapat dibendung lagi.
"Kalau aku sedih aku biasanya ke tempat ini."
Kalimat yang diucapkan Hanifan kepada Safa beberapa waktu lalu. Terngiyak kembali. Iapun menuju ke tempat itu, berharap kalau si kembar sedang berada di tempat itu sekarang. Namun ternyata mereka tidak berada di sana. Hanifan hanya berteriak di tempat itu. Sangat bingung dengan perasaannya sendiri.
"Safa, mengapa kamu tidak mengerti juga dengan perasaanku ini?" Dalam diam Hanifan bertengkar dengan hatinya yang sedang duduk di tengah rerumputan sambil mengacak-acakkan rumput tersebut yang hampir sama dengan kondisi perasaannya saat ini.
###
AGATA'S POV
Aku baru saja sampai di rumah setelah pulang dari sekolah, aku menyapa bunda yang duduk di sofa sambil membaca majalah di ruang keluarga. Kemudian aku melihat seorang gadis yang sedang mencuci piring di dapur. aku tak tahu siapa gadis itu, ini baru pertama kalinya aku melihat gadis itu di rumahnya. Apakah dia putri Mbok Ratih? Entahlah. aku bertanya kepada bunda perihal asal-usul gadis yang berada di dalam dapur.
"Siapa dia, bun?" Tanyau amat penasaran sambil menunjuk kearah gadis itu.
"Oh dia pembantu baru di rumah kita yang bagian cuci piring. Kebetulan Mbok Ratih punya kerjaan banyak banget dan dia menawarkan diri untuk bekerja di sini. Jadi bunda terima dia deh bekerja di sini." Jawab Bunda dengan jelas.
SAFA'S POV
Aku baru saja selesai mengerjakan pekerjaanku. Cukup lega perasaanku. Akhirnya, aku mendapat kumpulan tabungan untuk membayar biaya sekolahku. Walaupun cukup melelahkan, tak apalah yang jelas aku tidak merepotkan ayah di rumah dan menambah beban pikiran mama. Kukeringkan tanganku yang tadinya basah dengan menggunakan lap. Kemudian aku berbalik badan dan melihat seorang pria ber-jarak 1 meter dari tempatku berdiri. Wajah ini sudah tak asing lagi di mataku. Astaga, harus apa aku ini?
"Kamu?" Agata menunjuk.
"Iya, aku." Kataku dalam hati.
TBC,

KAMU SEDANG MEMBACA
Negeri Impian
Novela Juvenil"Agata!" Aku menyebut nama si pemilik rumah. "Safa!" Dia juga menyebut namaku. "Oh, sis. Dia yang sering aku ceritakan kepadamu." Agata berkata pada Carolin. Agata mendekatku dan melihat diriku yang telah hijrah. ...