"Eh." Clara kesal. "Gue gak butuh ceramah kali ini. Kalau loe masih mau jadi teman gue jangan mengutarakan kalimat-kalimat berbasis ceramah dikuping gue." Clara mengancam Wilda.
Sementara Wilda diam entah paham atau tidak. Wilda hanya mengikuti alur yang dilakukan Clara. Clara kemudian menuju ke arahku. Dia sudah tahu aku lewat dihadapannya namun Clara menabrakku dengan sengaja entah akan melakukan apa ia terhadapku."Ups sorry gue gak sengaja." Dia berkata mengundang emosi. Aku yang disenggol olehnya hanya menundukkan kepala dan memegang bahu yang disenggol sangat keras oleh Clara.
"Eh teman-teman hati-hati sama dia. Dia ini adalah seorang PHO." Dia menyinggungku dengan tingkat kecil namun menggigit.
"Maksud loe apa bilang kayak begitu?" Tanyaku marah.
"Pura-pura gak tahu lagi." Kata Clara.
SAFA'S POV
Ya, memang aku benar-benar tidak tahu, bukannya pura-pura tidak tahu. Grrrr. Ia menyimpratkan minumannya ke seragamku. Dapat kubaca seseorang tak mungkin mengganggu seorang yang lain tanpa suatu sebab. Apa yang dilakukan Clara kepadaku bukanlah tanpa sebab, ada alasan ia melakukan hal ini kepadaku. Mungkinkah aku berbuat salah kepadanya? Apa yang telah kuganggu darinya? Hidupnya,temannya atau bahkan dunianya?Akupun tak tahu pasti. Sebenarnya aku sangat geram dengan tingkahnya. Namun selalu ada kalimat janji terukir di kepalaku yang pernah terucap. "Tak akan melakukan kesalahan yang sama." Akhirnya kuputuskan untuk menahan amarah. Biar kusimpan penuh dalam hati agar suatu saat dapat kuutarakan kembali dengan sebuah senyuman.
Ssst.sstt. layaknya ular yang membisa di pendengaranku. Entah apa yang dibicarakan oleh mereka. Aku tahu mereka memperhatikan diriku dan menunjuk ke arahku yang berada di dekat koridor bersama Clara. Ini bukan kali pertamaku menjadi pusat perhatian. Setidaknya sudah 3 kali kejadian seperti ini menimpa diriku. Nampaknya ini sudah menjadi biasa, bagiku.
Daripada ku diam berdiri di sini, hanya penasaran dengan perkataan mereka, lebih baik aku segera menjauh dari tempat ini sekedar menghindari hal-hal yang tak meng-enakkan. Aku menuju ke wc untuk membersihkan seragam yang telah dikotori oleh Clara.
"Ini belum ada apa-apanya.Tunggu saja tanggal mainnya." Katanyayang melihatku cikar dari hadapannya. Ia melipat kedua tangannya melihatkudengan wajah kebencian.
###
Diandra'S POV
Aku ingin menuju ke kelas. Menuju ke kelas akan melewati tempat latihan bulu tangkis. Aku melihatnya bermain bulu tangkis di lapangan dalam sekolah. Ma syaa Allah. Dia sungguh memikat hati setiap kali terlihat. Beberapa kali aku melewati tempat ini dengan sengaja hanya untuk melihatnya. Namun baru kali ini aku diberi kesempatan melihatnya lagi. Tak perlu berlama-lama menatapnya.Hanya sekilas kulihatnya sebab aku takut menodai hati terlalu banyak. Ku Biarkan rasa ini ada untuk sesaat.
"Hey tolong, dong!" Kudengar ada yang sedang meminta pertolongan. Aku takut untuk menoleh ke-2 kalinya.
"Satu-satunya orang di sana."
Aku menoleh. Ternyata! dia meminta pertolongan kepadaku.What? Dia memanggilku. Rasanya memang beda dipanggil teman biasa dibanding seorang yang disukai. Dag dig dug yang kurasa. Apakah Allah mendengar jeritan hatiku? Mungkin aku tiada apa-apanya dalam dirinya tak sedikitpun sekilas tentang diriku dan mungkin hati dapat berubah. Tapi, satu hal yang kuketahui saat ini, aku sedang terkagum pada dia. Ia sangat indah tutur kata maupun tindakannya. Ia membuatku tenang setiap kali kulihatnya.Ya Allah aku malu kepada-Mu dan kepadanya.
"Tolong lemparkan suttle cock yang ada di dekat kakimu." Dia meminta tolong dengan berteriak dari tempatnya berdiri. Akupun memberikannya namun tidak dengan melemparkannya tapi memberikannya dengan mendekat ke tempatnya berlatih. Aku memberi suttle cock itu dengan tangan gemetaran dengan wajah tampak malu.
Hari ini aku bahagia, bahagianya elusif. Sahabatku, melihat diriku masuk ke ruang kelas sedang bahagia. Sebab hanya dia yang paham saat-saat dimana diriku bahagia, biasa-biasa saja, ataukah kesal. Dyandra? Pipit heran dengan diriku yang tak seperti biasanya. Pipitpun ikut bahagia karena diriku. Namanya sahabat senang sedih dia akan selalu ada. Kalau lagi senang yaa Alhamdulillah kalau lagi sedih yaa solusinya saling men-suport.
"Bahagia banget sih, sahabatku." Pipit merangkulku dan ikut tersenyum.
"Ada apa sih? Cerita dong." Pipit bertanya padaku sebab rasa penasarannya lebih dari tingkat tinggi.
"Nggak papa kok." Kataku berbohong.
Kata nggak papa menjadi suatu yang tak biasa ketika jawabku yang penuh makna. Seolah tak mengartikan tidak apa-apa dalam diriku melainkan ada apa-apa. Aku berusaha agar dapat keluar dari pembicaraan ini dengan mengganti pembicaraan yang lain. Tak asyik terus berada di zona nyaman ini.
VOTEANDCOMMENT
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Negeri Impian
Teen Fiction"Agata!" Aku menyebut nama si pemilik rumah. "Safa!" Dia juga menyebut namaku. "Oh, sis. Dia yang sering aku ceritakan kepadamu." Agata berkata pada Carolin. Agata mendekatku dan melihat diriku yang telah hijrah. ...