WELCOME!!
"Oi sepeda aku mau dibawa kemana lagi?" Tanyaku saat ia menutup bagasi mobilnya.
"Bacot. Kalau mau di antar pulang, Silahkan masuk ke dalam mobil. Tapi, kalau tidak silahkan menunggu angkot hingga larut malam." Katanya marah-marah.
"Iya-iya aku ikut sama kamu." Kataku mengalah. Sementara dia tersenyum di tengah kekesalanku padanya. Entah apa yang membuatnya tersenyum. Semakin membuatku gerah saja.
PIPIT'S POV
Jika boleh aku tahu, aku hanya ingin menanyakan kepadamu perihal kamu yang memojokkan diriku jika kamu tahu bahwa hal itu tak akan menyelesaikan permasalahan kita. Namun, jika tidak akan kuberitahu pada rembulan saja mungkin rembulan mampu memberi tahu mu tentang aku yang di sini tersiksa atas kamu yang masih tanda tanya.
Aku berusaha mencari tahu di waktu yang kupunyai. Namun, selalu saja gagal. Hari semakin berlalu, masa lalu tentang aku semakin saja tertinggal jauh. Aku lelah berada di kamu, diacuhkan terus-menerus tanpa pernah tahu alasannya mengapa.
Dan sekarang ragamu sudah dekat denganku. Namun, aku merasa jiwamu di ufuk senja sana. Sampai kapan kamu mampu bertahan dengan ini?
Bersandiwara seolah-olah semua tak pernah terjadi. Maaf, aku bukanlah seorang aktor yang lihai berperan dalam sandiwara. Aku hanya wanita biasa yang mampu berterus terang pada alur sesungguhnya.
"Hanif,Tunggu!"
Aku mencoba lagi sebuah kesempatan agar dapat berbicara dengan Hanifan. Aku sadar bahwa yang paham tentang diriku adalah diriku sendiri bukan dari orang lain. Orang lain hanya mampu mendengarkan isi hatiku dan hanya mampu menyarankan atas apa yang ku rasakan tidak mutlak untuk memaksakan. Sapaan pertamaku didengar oleh Hanifan. Langkahnya sempat terhenti. Ia sangat jeli mendengar panggilanku yang membuatnya berhenti melangkah. Pura-pura tak mendengar ia melanjutkan langkahnya lagi.
"Jika kamu masih punya setengah hati, tolong stop di situ!" Aku melanjutkan.
Akhirnya hati Hanifan melembut. Hanifan mau mendengarkan Pipit dan siap untuk mendengar apa yang akan dikatakan olehku. Akupun mendekat ke arah Hanifan.
"Hanya butuh waktu 2 menit untukmu berbicara." Kata Hanifan kepadaku tanpa memandang mataku
"Sampai kapan kamu akan mengacuhkan aku?" Tanyaku pada Hanifan dengan menatapnya tajam.
"Tersisa 1,5 menit waktumu." Kata Hanifan tanpa perasaan.
"Aku hanya menanyakan itu. Tolong beritahu aku." Aku memohon kepada Hanifan hampir saja aku meneteskan air mata.
...
"Waktumu berbicara telah habis. Sekarang giliranku." Kata Hanifan sambil mengamati jam di tangannya.
"Aku butuh waktu untuk sendiri sama ketika dulu kamu tidak peduli denganku, saat kamu memilih untuk tidak diganggu. Kamu juga harus tahu aku pernah merasakan di posisi kamu. Sakit, kan?" Hanifan menjawab dengan sudah mengikhlaskan semua yang pernah terjadi padanya di masa lalu.
"Jika pertemuan kita kemarin hanya sebuah kebetulan, katakan padaku bahwa aku tak layak untuk berharap terlalu banyak." Kataku sepeninggal Hanifan.
Aku belum siap untuk merelakanmu. Merelakanmu sama saja dengan aku melupakanmu dan aku belum mau melupakanmu. Tak akan ada yang mampu menggantimu di hatiku. Letaknya masih sama, tak mungkin aku pindahkan. Kamu belum hilang, kamu belum pergi dariku. Jejaknya masih ada walau hanya serp ihan debu.
###
SAFA'S POV
Kali ini masih sama, bunyi yang sama di waktu yang sama. Katanya bunyi itu membuat siswa sini senang riang gembira. Aku juga tentunya. Pikiran siswa kali ini akan tertuju pada indahnya bersantai selepas pulang sekolah.
Entah rencana untuk menonton bioskop, rencana makan malam dengan kekasih atau mungkin mengurung diri di rumah dengan asyik main games. Lebih menyenangkan, bukan? Kenyataannya hidup ini tidak boleh dibawa serius setiap waktu, terkadang otak dan hati perlu diistirahatkan agar keduanya bisa seimbang. Kamu tahu?
Hati dan otak adalah dua organ kita yang amat berperan dalam interaksi kita dengan siapapun. Jika salah satunya tegang maka interaksi kita dengan orang lain tidak akan pernah sinkron seperti sebuah remot yang membutuhkan sepasang baterai. Jika 1 baterainya tidak ada maka remotnya tidak dapat berfungsi dengan baik. Begitulah maksudku.
"Ciah, ada yang lagi seneng nih, sepedanya udah balik lagi." Sapa Hanifan kepada kami di parkiran sekolah sambil memegang sepeda yang telah kami naiki.
"Iya, Nif. Alhamdulillah banget." Kataku
"Maaf ya,Nif. Kami harus pulang dulu. Soalnya kami lagi ada perlu." Kata kami pada Hanifan Karena kami sedang terburu-buru ditambah senyum seadanya.
"Ok deh kalau begitu. Silahkan sepedanya dijalankan." Hanifan mempersilahkan kami melanjutkan perjalanan.
Mohon maaf deh Hanifan. Sekarang, kami mengabaikan kamu tapi jangan salah paham dulu lah besok pun kita masih bisa berjumpa membuat catatan catatan baru. Kami ada job hari ini, sayang banget kalau kami tinggalkan sedetikpun itu. Kamu juga penting kok karena kamu teman kami. Ini urusan cuma sebentar aja kok. Kalau kamu kan masih ada urusan dengan kami untuk esok hari. Hehehe..
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Negeri Impian
Teen Fiction"Agata!" Aku menyebut nama si pemilik rumah. "Safa!" Dia juga menyebut namaku. "Oh, sis. Dia yang sering aku ceritakan kepadamu." Agata berkata pada Carolin. Agata mendekatku dan melihat diriku yang telah hijrah. ...