-Negeri Impian-

103 17 0
                                    


Clara kesal dengan Wilda yang gak nyambung dan seolah membela diriku. Clara langsung meninggalkan Wilda. Sementara Wilda bingung dengan Clara. Kuucapkan terimakasih pada sahabatmu yang telah membantuku mengatasi dirimu yang sering membuatku malas menjawab setiap kata-katamu. Yang sebenarnya, pusing di kepalaku mulai mereda, tapi kehadiran kalian membuat kepalaku drop lagi. Terpaksa aku kembali mengerti kemauan dari kepalaku ini "Kujaga lagi maksudku." Lelah.

"Clara kok ninggalin sih?". Wilda menjerit.

v Wilda, teman karib Clara. Cewek feminim. Bisa dibilang derajatnya hampir sama dengan Clara. Sifat Wilda: tengil, polos dan lalot.

Aku menyempatkan diri singgah ke perpustakaan untuk meminjam beberapa buku pelajaran sejarah. Namanya buku sejarah pasti penuh dengan cerita perjuangan para pahlawan. Aku sangat hobi membaca sejarah mereka masing-masing. Pokok dari cerita mereka rata-rata adalah mengenai jalan hidup yang tidak boleh dibawa kaku. Mereka mengekspresikan perasaan mereka dengan ketulusan, tidak dibuat-buat. Pada saat aku menuju ke penjaga perpus, ada seseorang yang menyenggolku dari belakang dengan sangat keras. Kekagetanku membuat buku yang berada dipangkuanku jatuh berhamburan. Aku mencoba menengok ke belakang. Akan tetapi, orang itu sepertinya sudah tidak berada dalam ruangan. Modus.

"Nak? Mana buku yang akan dipinjam?" Tanya salah satu penjaga perpus kepadaku.

"Oh, iya bu ini bukunya."

Setelah selesai meminjam buku aku langsung menuju ke kelasku dengan membawa 7 buah buku pinjaman yang benar-benar tebal tiap bukunya. Aku tidak yakin jika dalam waktu dekat ini aku mampu menghabiskan bacaan ini. Aku belum bisa kesana-kemari lantaran kepalaku masih pusing. Di tengah perjalanan aku berpapasan dengan Hanifan dan Ipul.

"Eh, Safa. Sifa kemana?". Hanifan bertanya.

"Sifa ke kantin." Jawabku sambil memeluk 7 buah buku lalu meletakkan buku untuk sementara di kursi koridor.

"Loh kok kamu gak ke kantin. Kamu pasti belum makan kan? Kalau begitu biar aku yang sekalian mentraktir kamu makan. Terserah kamu mau pesan apa. Aku tahu pasti mood kamu belum stabil pasca kejadian tadi pagi."

Tidak bermaksud apa-apa. Namun, dia saja yang keseringan mengajakku untuk selalu ikut bergabung dengannya. Takutnya sih jadi kebiasaan. Di sisi lain, katanya kita tidak boleh menolak kebaikan dari orang lain. Ragu.

"Ayolah, Saf. Terima saja ajakan dari Hanifan. Wajar dia lagi gajian. Lagian pamali loh kalau menolak kebaikan. Kapan lagi kita bisa makan gratis, kan ada aku." Ipul membujuk diriku agar segera menerima tawaran dari Hanifan.

"Karena kalian memaksa, okelah aku terima tawarannya." Aku menjawab dengan senyuman kecil, asalkan mereka pun ikut senang.

"Tenang saja. Nggak ngerepotin kok." Ipul menjawab seolah dia yang akan membayar biaya pesanan.

Hanifan sangat mengerti tentang alasan yang masih kupermasalahkan sekarang terkait masalah buku yang telah kupinjam. Rupanya Hanifan masih mau berbaik hati mengantarkan buku pinjamanku ke ruang kelasku. Jika kutinggalkan, besar kemungkinannya akan hilang. Harus mengganti dengan apa lagi, kalau bukunya hilang?. Huft.

Vote!Comment!

follow ig : @maisyaarindah
Nanti mau di follback, dm aj

Negeri Impian Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang