-Negeri Impian-

69 12 2
                                    


Setelah upacara usai semua murid kembali ke kelas untuk melanjutkan pelajaran. Namun berbeda dengan bu Maria dan 2 orang tersebut.

"Clara!Wilda! Angkat kaki kiri kalian dan hormat ke tiang bendera menghadap ke arah matahari. Jangan berhenti melakukan hal ini sampai saya kembali!" bu Clara memerintahkan mereka berlaku demikian di depan tiang bendera sebelum bu Maria kembali ke ruangannya.

"Baik bu." Mereka menyahut dengan merendahkan diri.

Kebetulan Agata lewat dihadapan Clara dan Wilda. Clarapun menyapanya selaku Agata adalah kekasih dari Clara.

"Agata tolongin aku dong!" Ucapan manja dari Clara kepada Agata sambil menarik-narik lengan dari Agata sepeninggal bu Maria. Saat itu, Agata seakan tidak peduli dengan Clara. Nampaknya, dia sudah bosan menghadapi tingkah Clara yang begitu-begitu saja, tak ada perubahan.

"Apaan sih!" Agata melepaskan pegangan dari Clara, raut wajahnya yang kesal membuktikan jika ia amat membenci Clara dan berkata

"Aku mau kita putus!" Tanpa badai tanpa hujan di hari itu Agata langsung berkata demikian pada Clara tanpa berpikir secara panjang. Padahal mereka sudah menjalin hubungan selama 2 tahun ternyata tak menjadi alasan untuk mereka bisa putus hubungan, hanya alasan sudah bosan dan capek mempedulikan si Clara. Semua tekanan batinnya di hari itu akhirnya dapat terselesaikan juga. Agatapun segera menjauh dari tempat Clara berada.

"What? Kayanya telinga gue kemasukan air deh jadi salah dengar begini." Sambil menggosok-gosok telinganya dengan tangan kirinya ia berkata amat gelisah, belum mau menerima kenyataan yang belum sempat ia ingini telah menjadi takdirnya. Mereka kembali ke posisi yang disuruhkannya sebab ketahuan belum melaksanakan perintah.

"Loe gak salah kok Clar. Agata memang mutusin loe kok." Ucapan Wilda pada Clara secara spontan yang berdiri di sampingnya. Mereka berkelakuan seperti ini walaupun tetap mengangkat satu kaki dan hormat ke tiang.

"Gue gak maulah Wil." Clara menjerit seakan sangat menolak perkataan dari Wilda.

"Yah mau gimana lagi. Agata yang bilang kok." Wilda membantah Clara lagi.

"e-e-e-e-e. Loe kaya gak kasihan sama teman sendiri. Bukannya ngasih support kek, apa kek." Clara merengek pada Wilda di hadapan teriknya panas matahari.

"Kasihan sih. Tapi keputusan Agata sudah cukup tepat sih menurut gue." Wilda kecoplosan dengan perkataannya membuat Clara geram dengan Wilda.

"Loe mau gue putusin juga?" Clara menawarkan Wilda dengan tawaran istimewa.

"Eh jangan dong, Clar. Cuma bercanda kok." Dengan tawaran Clara membuat Wilda harus mengembalikan suasana yang sempat tak seimbang. Tak ada jalan lain untuk Wilda selain dari meminta maaf. Dengan ini, Wilda membujuk Clara kembali agar Clara masih mau menjadi temannya.

Obrolan tidak jelas pada mereka di tengah-tengah lapangan.

Berbeda dengan kelas Hanifan para muridnya belum masuk ke kelas lantaran guru yang mengajar di kelasnya belum datang juga. Hanifan lebih memilih untuk menyaksikan pertontonan yang begitu meng-asyikkan dan memuaskan sambil menunggu gurunya datang.

"Rasain itu karma." Hanifan berteriak ke arah Clara dan Wilda dari pinggir lapangan.

"That's right." Ipul melanjutkan ucapan Hanifan tanpa teriakan. Pipit yang kebetulan berada pada tempat yang berdekatan dengan Hanifan langsung menyapa Hanifan. Pipit mencoba mendekati Hanifan untuk melatih diri agar bisa menerima semuanya. "Nif, kemarin kok nggak ikut latihan?" Pipit bertanya dengan basa-basi.

Hanifan kaget dengan Pipit yang pertama kalinya berani mengajaknya mengobrol. Hanifan seperti malas menjawab pertanyaan dari Pipit karena rasa kecewa yang amat dalam dan berkepanjangan.

"Lagi ada urusan." Hanifan menjawab singkat.

"Tapi se-pulang sekolah, ikut latihan kan?" Pipit semakin semangat menambah obrolan pada Hanifan sementara Hanifan semakin menjawab singkat.

"Lihat aja ntar."

Tak habis pikir ceritamu yang dulu sepanjang dongeng kini hanya sebatas hitungan A ke D. Pipit tak sempat melanjutkan obrolan dan segera menjauh dari tempat Hanifan berada karena ia merasa ucapannya tidak dipedulikan lagi. Baru kali ini Ipul tidak ikut campur dengan obrolan Hanifan.

"Bro, maafkanlah kesalahan dia." Ipul amat serius menasihati Hanifan. Kali ini dia tidak main-main. Ia berkata sepeninggal dari Pipit.

"Tidak se-mudah itu." Kata Hanifan.

🔜

Negeri Impian Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang