Sejenak aku mendalami ucapan darinya. Secepat ini setan mengganggu jiwaku. Namun bisikan yang amat menggoda kedengarannya tidak mampu membuatku takjub.Kali ini setan bakalan kalah denganku sebab kalimatnya tak membuatku terlena tetapi membuatku ingin memuntahkan sesuatu di leherku yang tersedak akibat bisikannya. Ataukah aku akan melawan setan itu di dunia nyata.
"Brengsek luh." Responku kepadanya dengan menginjak kaki kanannya.
"Au." Dia menjerit kesakitan. "Sangar banget sih." Katanya tersenyum sepeninggalku.
AGATA'S POV
Aku tak tahu berawalan darimana perasaanku sampai harus jatuh kepadamu. Aku tidak dapat menyembunyikan terjatuhnya perasaanku padamu. Yang mampu kulakukan hanyalah mengikuti kemauan hatiku untuk mengenal jauh tentang dirimu. Maaf saja bila penyampaianku padamu tersampaikan dengan hal yang menjengkelkan.
...
SAFA'S POV
Aku sedang berdiri di depan gerbang sekolah. Aku tengah menunggu kedatangan Sifa. Tiba-tiba mataku ditutup dengan kain yang diikat di kepalaku oleh orang yang tak kuketahui sebab berada di belakangku. Gawat.
Aku telah diculik. Aku amat ketakutan. Aku dipaksa untuk mengikuti keinginannya. Jika tidak katanya aku diberi ancaman senjata. Manusia itu menuntunku ke arah inginnya. Ingin hati meminta tolong apa daya ku tak kuasa
Anehnya, ada beberapa murid di sebelahku tadi. Namun tak kudengar kata-kata mereka akan menolongku. Takutku semakin saja bertambah manakala aku tak dapat tertolong lagi. Aku ingin berteriak. Teriakan dalam hati.
Sesampainya pada arah yang diingini penculik. Mataku yang ditutupi dengan kain akhirnya dibuka kembali. Tuntutan si penculik membawaku ke dalam mobil.
Dengan segera aku melihat manusia yang berada di sebelahku. Sungguh malang nasibku. Ternyata semua ini adalah rencana picik dari Agata. Aku langsung menjambaknya dengan buku yang ada di tasku.
"Ternyata loe penculiknya? Dasar kampret." Aku berucap dengan kekesalan tingkat tinggi. "Loe pikir gue hantu? Yang gak ada takutnya sama manusia?" Aku terus saja memukulnya tiada henti dan dia terus saja menghentikan kekesalanku padanya.
"Tenang dulu kenapa sih." Katanya di tengah jambakanku.
Flashback
"Sifa!" Agata menyapa sambil menggandeng tasnya.
"Iya. Ada apa?" Aku menyahut tentang alasan sapaan dia.
Agata memberitahuku tentang rencana yang ingin ia lakukan. Semuanya telah ia atur sehingga rencananya tak memiliki cacat sedikitpun.
"Sebelumnya, kamu harus memberitahu murid-murid yang ada di dekat Safa. Biar mereka tidak ada yang salah paham." Akulah yang menculik kembaranku dan memaksanya masuk ke dalam mobil Agata. Biarlah Safa tak perlu tahu tentang ini.
...
"Gue mau pulang tapi bukan sama kamu." Kataku padanya kuharap ia mampu mengerti. Lalu, aku mencoba keluar dari mobilnya. Perasaanku selalu saja tak enak bila bersamanya. Dia telah berbuat jahat padaku. Bagaimana ceritanya aku mau mengikuti jalannya dia? Lumayan sakit juga perasaanku dikerjain seperti diriku ini hanyalah seorang anak kecil.
Namun dia menahanku lalu berkata padaku dengan ucapan yang tulus.
"Kali ini aku gak bercanda. Kasih aku satu kesempatan saja untuk membuktikan kalau aku tidak sejahat yang kamu pikir." Katanya padaku sambil menatapku, ucapannya diikuti mimik tubuhnya.
Aku yang tadinya sempat menarik kotak yang akan membuka pintu, tak jadi. Mendengarnya berkata-kata akupun penasaran melihat matanya yang sayup membuktikan tingginya ketulusan dia. Aku kembali meluruskun tubuh ke depan dan menenangkan diri. Diapun menunggu jawabku.
"Ya sudahlah." Kataku dengan suara yang kecil.
"Apa?" Dia ingin mendengar ulang perkataanku yang tidak sempat ia dengar.
"Mulai lagi. Sudah jalan saja." Kataku padanya yang tak ingin basa-basi.
Dalam perjalanan begitu lama karena macet. Biasanya Hanifan menjemputku dengan naik motor sehingga sulit untuk terkena macet. Kali ini aku dijemput dengan naik mobil, mudah sekali terkena macet. Menunggu yang terlalu lama membuat mataku seperti di sapu oleh makhluk halus. Akupun dibuatnya menguap terlalu banyak rasa ingin tertidur beberapa detik kemudian mataku tak sanggup lagi untuk terus terbuka dan akupun menutup mataku dan tertidur pulas.
"Hey." Dia membangunkanku. Sapaannya tadi tidak membuatku merasa akan terbangun. Kemudian kurasa hidungku seperti disapu oleh benda halus sehingga rasanya aku ingin sekali untuk bersin. Bersin itulah yang membuatku terbangun. Aku dibuat malu lagi olehnya. Dia cukup tertawa kecil melihat diriku yang bertingkah lucu. Rupanya selembar tissue ia sapukan ke hidungku, bagaimana saja hidungku tidak merasa gatal?
"Sudah sampai, nona." Dia berkata sambl menunjuk ke rumahku dari dalam mobil. Dia mengingatkanku alasan berhentinya mobilnya. Baru saja adzan maghrib dikumandangkan. Sesudahnya aku tiba di rumah dengan selamat.
"Oh iya." Kataku padanya dengan suara serak karena baru bangun dari tidur. Walaupun ia menjahiliku aku tak peduli sebab aku masih teler karena tidur yang belum mau dibangunkan. Lalu aku turun dari mobil Agata dan tak lupa mengucapkan terima kasih. "Makasih, ya." Dia hanya merespon dengan satu anggukan sambil tersenyum. Ketika aku berjalan untuk masuk ke dalam rumah, ia ikut turun dari mobilnya.
"Tunggu!" Akupun menuju pada panggilannya. Aku melihatnya bediri di hadapannya dan melihat kedua tangannya di simpan ke belakang seperti ada yang ia sembunyikan. Aku tak peduli dengan ini. Aku hanya ingin tahu alasan panggilan dia.
VOMMENT
KAMU SEDANG MEMBACA
Negeri Impian
Teen Fiction"Agata!" Aku menyebut nama si pemilik rumah. "Safa!" Dia juga menyebut namaku. "Oh, sis. Dia yang sering aku ceritakan kepadamu." Agata berkata pada Carolin. Agata mendekatku dan melihat diriku yang telah hijrah. ...