"Hey, mana ketua restoran ini!" Kata pelanggan kepadaku dengan membentak-bentak diriku."Jika saya belum bisa menemuinya hari ini saya akan menyebarkan berita yang tak mengenakkan ini!" Pelanggan itu melanjutkan kemarahannya.
Aku langsung memenuhi permintaan pelanggan dan menemui ketua restoran ini untuk menyuruhnya menemui pelanggan itu. Walaupun aku berberat hati, aku harus bisa menerima konsekuensi dari apapun yang kukerjakan. Lalu ditemuilah si pelanggan. Ketua restoran meminta maaf pada pelanggan dan berjanji mengganti segala kerugian yang dialami pelanggan. Dengan obrolan yang cukup panjang, akhirnya kemarahan pelangganpun mulai mereda dan sepulangnya pelanggan aku kembali dimarahi oleh ketua restoran itu.
"Apa-apaan ini! Saya menggajimu dengan gaji yang tinggi malah hasil kerjamu kurang memuaskan. Bagaimana ini?" Ketua restoran berbolak-balik memarahiku sambil melancangkan tangannya sebelah sementara aku hanya tertunduk ketakutan.
"Mohon maaf dengan begini saya harus memecatmu dari sini." Kata ketua restoran seperti berberat hati memecatku dan akupun langsung meninggalkan restoran itu setelah ketua memerintahkanku untuk pergi dari situ.
Panggilan suara tengah berlangsung, "Bagaimana hasil dari rencanamu?" Wanita licik itu bertanya. "Semua bejalan dengan lancar." Wanita yang lain menjawab.
Ketika kami keluar dari pintu restoran Hanifan baru saja sampai di retoran itu. Dia membuka helmnya dan melihat kami yang keluar dari sana dengan wajah yang penuh kekecewaan. Hanifan membawa sebuah kantongan berisi makanan. Melihat kami yang demikian, Hanifan bertanya kepada kami.
"Kalian kok keluar dari tempat itu? Hari ini kalian libur, ya?" Hanifan bertanya.
"Nggak." Kami menjawab singkat.
"Terus?" Hanifan bertanya lagi.
"Ka-mi sudah dipecat." Kami menjeda sedikit sebelum menjawab.
"Kok bisa?" Hanifan ingin tahu alasan dipecatnya kami.
Ah sudahlah Hanifan aku tidak mau lagi menjawab pertanyaan darimu. Kami mau pulang ke rumah untuk menenangkan diri. Kalau aku sudah punya waktu aku akan memberitahumu. Jika aku menjawab pertanyaanmu, aku harus menjelaskan darimana lagi.
"Aku baru mau antarin makanan sore buat kalian. Tapi, kalau begini kayaknya sudahlah." Sahut Hanifan.
...
AUTHOR'S POV
"Maaf tuan. Saya terpaksa memecat mereka karena jika tidak saya pecat restoran menjadi ancamannya." Permohonan maaf ketua restoran pada pemilik asli restoran.
"Eh Bapak tidak punya alasan untuk memecat dia." Cowok itu membantah.
"Bagaimana dong, tuan?" Ketua Restoran bertanya kembali sebab tidak tahu.
"Saya juga tidak tahu. Mmm.. suruh balik lagi ke restoran ini!" Cowok itu memerintah.
"Saya harus bilang apa, tuan. Nanti dia menolak karna saya sudah memarahinya tadi." Ketua restoran bertanya terkait apa yang akan dikatakannya.
"Itu urusanmu. Saya tidak akan ikut campur. Intinya, kamu harus membuatnya kembali ke restoran ini!" Kata cowok itu tak menerima alasan apapun.
"Baik, tuan." Ketua restoran menjawab dan segera meninggalkan tempat obrolan mereka dari dapur restoran.
...
SAFA N SIFA POV
Handphone kami bordering di meja belajar. Saat itu kami sedang belajar di malam hari untuk persiapan ulangan harian pada esok hari. Kami pun melihat nomor telepon yang sedang memanggil nomor kami. Ternyata ia adalah ketua restoran.
Dalam benak kami mungkin saja pak ketua akan memarahi kami lagi atau bahkan ingin meminta ganti rugi sebab kelakuan kami tadi sore. Panggilan pertama tidak kami jawab. Pada panggilan kedua akupun mengangkat telepon itu setelah berdiskusi panjang dengan kembaranku.
"Halo! Dengan Safa?" Kata pak ketua untuk memulai obroan.
"Iya pak. Ada apa ya?" aku bertanya alasan pak ketua menghubungiku.
"Saya ingin mengatakan kalau saya ingin meminta maaf kepada anda karena telah memarahi anda padahal itu bukan kesalahan dari anda." Kata pak ketua.
"Kami sudah maafkan kok pak." Kami menjawab permintaan maaf dari pak ketua. Aku memberi kode pada Sifa tentang perkataan dari pak ketua. Namun Sifa tidak mengerti. Ia hanya mengangguk-angguk saja.
"Kalau begitu saya ingin mengundang anda dan kembaran anda untuk bekerja kembali di sini. Apakah anda bersedia?" Pak ketua menanyakan kepada kami atas keinginannya.
Aku senang kegirangan atas berita bahagia ini dibalik obrolan yang kujalani dengan pak ketua. Sementara Sifa masih saja keheranan dengan aku yang menurutnya seperti orang kesurupan. Nampaknya, Sifa terkaget-kaget dengan tingkahku ini.
Tak banyak manusia yang marah-marah kepada orang lain lalu meminta maaf dan mengaku bahwa semuanya terjadi atas kesalahannya sendiri. Tak hanya itu, hal yang membuatku senang adalah ketika pak ketua mengemis padaku untuk kembali ke restoran yang tentu saja menguntungkan untuk keluargaku.
Saat aku menjawab aku menarik nafas sekedar meredam rasa kesenanganku yang sangat dalam.
"Iya pak. Kami bersedia." Aku menjawab seperti tidak ada kesenangan dalam diriku.
"Baiklah. Besok kamu harus datang ke restoran seperti biasanya." Pak ketua memerintahkan kami.
"Baik pak." Kami menjawab.
TBC:)

KAMU SEDANG MEMBACA
Negeri Impian
Teen Fiction"Agata!" Aku menyebut nama si pemilik rumah. "Safa!" Dia juga menyebut namaku. "Oh, sis. Dia yang sering aku ceritakan kepadamu." Agata berkata pada Carolin. Agata mendekatku dan melihat diriku yang telah hijrah. ...